Kamis, 27 April 2023

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran

(Koneksi Antarmateri) PGP A7

Oleh: Imas Siti Nurjanah


Filosofi Pratap Triloka khususnya ing ngarso sung tuladha memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia) berpandangan bahwa sebagai seorang guru harus memberikan tauladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dan pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani.

Setiap guru seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada dalam situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.

Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik. Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi sosial emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.

Pengambilan keputusan dapat berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Coaching adalah keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid/coachee agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will. TIRTA merupakan akronim dari tujuan, identifikasi masalah, rencana aksi serta tanggung jawab.

Sebagai seorang pendidik, kita harus mampu menjembatani perbedaan minat dan gaya belajar murid di kelas sehingga dalam proses pembelajaran murid mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar mereka masing-masing. Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar seluruh kepentingan murid dapat terakomodir dengan baik. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan agar guru dapat fokus memberikan pembelajaran dan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan bijak sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar di kelas maupun di sekolah. 

Keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi serta mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral. Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar ataupun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya merupakan nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak. Seperti yang kita ketahui bahwa nilai-nilai yang dianut oleh guru penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.

Pengambilan keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika dapat dicapai melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. 

Walaupun diakui selalu ada tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika di lingkungan sekitar. Kesulitan dan tantangan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun, seperti sistem di sekolah yang memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid, tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama, keputusan yang diambil terkadang tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan, dan lain-lain.

Keputusan yang diambil oleh seorang guru dapat mempengaruhi kegiatan pengajaran di kelas. Seorang guru haruslah berpihak pada murid, misalnya dalam pembelajaran, guru menggunakan metode pembelajaran, media dan sistem penilaian yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan belajar murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak kepada murid, misalnya dalam hal metode, media, penilaian dan lain sebagainya maka kemerdekaan belajar murid sulit untuk dicapai dan tentunya murid tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kondratnya. 

Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan penghidupannya. 

Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Demikian sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat, dilakukan pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. 

Jadi, kesimplannya yaitu: 

  • Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.
  • Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).
  • Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.

Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak permasalahan-permasalahan baik berupa kasus dilema etika maupun bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar. Dilema etika merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan di mana kedua pilihan tersebut secara moral benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

Dari pengalaman selama kita bekerja pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu.

Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.

pada situasi tersebut dilema etika bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

  • Individu lawan masyarakat (individual vs community), dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya.
  • Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian terhadap hal tertentu juga merupakan tindakan yang dianggap benar.
  • Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Terkadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
  • Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang.

Terdapat 3 prinsip dalam pengambilan keputusan yang perlu kita cermati agar resiko dari keputusan yang diambil sangat kecil.

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), prinsip ini berpijak pada aliran ulitarianism, yaitu mengerjakan apa yang dapat menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah orang terbanyak.
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), prinsip ini berpijak dari filsafat, yaitu deontologis, dari bahasa yunani “deon” yang berarti tugas atau kewajiban.
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), memutuskan sesuatu dengan pemikiran, apa yang anda harapkan orang lain lakukan terhadap anda.

Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan yang dapat kita lakukan, yaitu melalui tahapan sebagai berikut: 

  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
  4. Pengujian benar atau salah
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi opsi trilema
  8. Buat keputusan
  9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Sebelum mengetahuinya, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi moral dilema. Perbedaanya pada saat itu saya tidak mengetahui apakah kasus yang terjadi pada saya ini termasuk dilema etika ataukah bujukan moral, Sayapun belum mengetahui paradigma dan prinsip apa yang saya gunakan pada saat itu serta bagaimana langkah-langkah yang benar pada saat pengambilan keputusan, namun sekarang saya mampu membedakan setiap kasus yang saya hadapi apakah termasuk dilema etika ataukah bujukan moral. Selanjutnya saya mengetahui paradigma apa yang terjadi pada kasus saya, sehingga saya mampu menggunakan prinsip serta langkah-langkah pengambilan keputusan yang tepat.

Menurut saya sangat penting mempelajari materi ini karena dapat membantu kita dalam mempraktekkan pengambilan keputusan yang benar. Selain itu kita juga dapat mengidentifikasi setiap kasus yang terjadi sehingga mampu menemukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Semoga apa yang saya bagikan menjadi pengetahuan dan inspirasi bagi rekan yang lain khususnya guru, agar pendidikan di Indonesia semakin maju. Terima kasih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN