Kamis, 19 Mei 2022

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

 

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

(Nana Syaodih Sukmadinata)

 Kurikulum merupakan suatu rancangan untuk membantu pengembangan peserta didik bagi tugas dan kehidupannya di masa kini dan yang akan datang. Pengembangan kurikulum juga harus disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat, karena kehidupan masyarakat selalu berubah dan berkembang. Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh dalam pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik dan masyarakat, yaitu: 1) analisis kebutuhan, 2) penyusunan draf kurikulum, 3) uji coba draf kurikulum, 4) penyempurnaan kurikulum, 5) implementasi kurikulum dan 6) evaluasi kurikulum.  Dalam tulisan ini hanya akan diuraikan tahap pertama saja , yaitu analisis kebutuhan kurikulum, tahapan lainnya akan diuraikan dalam tulisan lain.

Pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi internal perkembangan dan karakteristik peserta didik dan tuntutan eksternal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan  dan tuntutan masyarakat lokal, nasional maupun global. Dengan demikian ada empat fakor yang perlu dianalisis dalam pengembangan kurikulum, pertama faktor perkembangan kemampuan dan karakteristik peserta didik, kedua faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketiga faktor perkembangan dan tuntutan masyarakat lokal, dan keempat faktor tuntutan nasional dan global.   

 

  1. Kondisi dan Perkembangan Peserta Didik.

Peserta didik adalah manusia, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berusia antara 4 sampai 18 tahun, sedang pada jenjang perguruan tinggi berusia antara 18 sampai 22 tahun, bahkan untuk program pascasarjana sampai usia 30-40 tahun bahkan lebih. Pada dasarnya kurikulum dirancang untuk membantu perkembangan peserta didik sebagai individu, dan sebagai makhluk sosial. Baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, tetapi pada dasarnya dia adalah manusia. Manusia berbeda dengan benda mati ataupun binatang, karena manusia memiliki segi-segi mental, segi kerohanian, segi psikologis yang sangat kompleks. Segi psikologis manusia ini bersifat unik dan dinamis. Para guru, dosen dan pengembang kurikulum perlu memahami keunikan dan dinamika perkembangan individu manusia peserta didik.

 

Aspek-Aspek Perkembangan

Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian individu peserta didik, karena kepribadian individu membentuk satu kesatuan yang terintegrasi. Kesatupaduan kepribadian ini sebenarnya sukar dipisah-pisahkan, tetapi untuk sekedar membantu mempermudah mempelajari dan memahaminya, pembahasan aspek demi aspek biasa dilakukan.

Secara sederhana kita dapat membedakan beberapa aspek utama kepribadian, yaitu aspek: fisik dan motorik, intelektual, sosial, dan afektif. Aspek-aspek ini adalah aspek besar yang terbagi lagi atas sub aspek dan sub-sub aspek yang lebih kecil. Kalau sudah sampai kepada rincian aspek yang kecil-kecil, seringkali kita sukar membedakan apakah sub-sub aspek ini masih murni rincian dari sesuatu aspek atau telah berpadu dengan sub-sub dari aspek yang lain. Marilah kita lihat dari beberapa contoh di bawah ini. Kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif ada yang bersifat potensial seperti bakat, dan ada kecakapan nyata atau kecakapan hasil belajar, seperti kecakapan dalam bidang fisika, matematika, bahasa dsb. Ke­cakapan dalam bidang bahasa meliputi kecakapan memahami isyarat dan bunyi, kecakapan menyampaikan buah pikiran atau menerima pemikiran orang lain, dll. Kecakapan-kecakapan terakhir ini juga merupakan rincian dari aspek kemampuan berbahasa.

Contoh lain, adalah dalam aspek sosial. Aspek ini meliputi kepercayaan akan diri sendiri, berpandangan objektif, keberanian menghadapi orang lain dll. Keberanian menghadapi orang menyang­kut kematangan emosi, ketepatan sikap dll. Kematangan emosi, ketepatan sikap merupakan bagian dari aspek emosi atau afektif. Dari contoh-contoh tersebut terlihat bahwa antara suatu aspek dengan aspek lainnya terdapat kaitan yang sangat erat. Sekali lagi, hal ini menunjukkan keterpaduan kepribadian individu.

Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek lainnya. Pada awal kehidu­pannya, yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun-tahun pertama, perkembangan aspek fisik dan motorik sangat menonjol. Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi berkembang dari seperduaratus milimeter menjadi 50 cm panjangnya. Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang bisa duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan dan berlari, bisa memegang, dan mempermainkan berbagai benda atau alat pada akhir tahun kedua. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terus berjalan dan terjadi loncatan lagi pada usia 13 -16 tahun yaitu masa remaja awal.

Perkembangan aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5 tahun), agak pesat pada masa anak sekolah (usia 11 - 12) dan sangat pesat pada masa remaja (usia 16-18 tahun). Aspek kognitif atau intelektual perkembangannya diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana, kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang pelik. Aspek ini berkembang pesat pada masa mulai masuk sekolah dasar (usia 6 - 7 tahun), berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pada masa sekolah menengah atas (usia 16 - 17 tahun). Walaupun individu semakin pandai setelah belajar di Perguruan Tinggi atau Pasca­sarjana, namun para ahli berpendapat bahwa setelah usia 17 atau 18 tahun tidak ada peningkatan kecerdasan lagi yang ada hanyalah aktualisasi, pengayaan, pendalaman dan perluasan wawasan.

Aspek bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan meraban. Perkembangan selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial. Bahasa merupa­kan alat untuk berpikir. Berpikir merupakan suatu proses memahami dan melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Perkembangan kedua aspek ini saling menunjang. Bahasa juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa berjalan pesat pada awal masa sekolah dasar, dan mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.

Perkembangan aspek afektif atau perasaan berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (usia 13 - 14 tahun) dan remaja tengah (usia 15 - 16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselang-seling dengan rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan,rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan per­musuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir (usia 18 - 21 tahun). Kalau pada masa remaja tengah anak terombang-ambing dalam sikap mendua, ambivalensi, maka pada masa remaja akhir anak telah memiliki pendirian, sikap yang relatif mapan.

Aspek moral dan keagamaan juga berkembang sejak kecil. Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral atau keagamaan karena meniru, baru kemu­dian menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiri ini pun, pada mulanya dilakukan karena ada kontrol atau pengawasan dari luar, kemudian berkembang karena kontrol dari dalam atau dari dirinya sendiri. Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan sesuatu perbuatan bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa harapan akan sesuatu imbalan atau pujian. Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai oleh individu pada akhir masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan lingkungan individu sangat berpengaruh terhadap pencapaiannya.

Secara umum terdapat pola-pola perkembangan, baik untuk setiap aspek maupun keseluruhan aspek perkembangan, tetapi kenyataannya dalam perkembangan tiap individu seringkali ditemukan kekhususan-kekhususan. Di samping pola-pola umum juga ada pola khusus untuk setiap individu. Terbentuknya pola khusus ini berkaitan erat dengan perpaduan antara faktor-faktor yang ada dalam diri individu dengan faktor luar.

 

 

Tahap-Tahap Perkembangan

Telah diuraikan di muka bahwa perkembangan dimulai sejak masa konsepsi dan berakhir menjelang kematiannya. Perkembangan yang begitu panjang ini, oleh para ahli dibagi-bagi atas fase-fase atau tahap perkembangan. Penentuan fase atau tahap-tahap tersebut didasarkan atas karakteristik utama yang menonjol pada periode waktu tertentu. Umpamanya fase bayi ditandai oleh perkembangan fisik dan gerak, fase remaja ditandai oleh ciri-ciri keremajaan dst. Sesuai dengan konsep-konsep yang mendasarinya serta aspek dan karakteristik perkembangan yang diutamakan, para ahli menge­mukakan pembagian fase atau tahap perkembangan yang tidak selalu sama.

Pembagian tahap perkembangan yang paling tua, dikemukakan oleh Aristoteles seorang filosof Yunani yang hidup antara tahun 384 sampai 322 sebelum Masehi. Aristoteles membagi masa per­kembangan ini atas tiga tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0 - 7 tahun), masa anak (7 - 14 tahun), masa remaja (14- 21 tahun) setelah itu adalah masa dewasa. Jean Jacques Rousseau seorang filosof dan negarawan Perancis, juga mengemukakan tentang tahap-tahap perkembangan anak. Menurut Rousseau ada empat tahap perkembangan, yaitu: masa bayi (0 - 2 tahun) anak hidup sebagai binatang, masa kanak-kanak (2 - 12 tahun) anak hidup sebagai manusia biadab, masa remaja awal (12 - 15 tahun) anak hidup sebagai petualang: perkembangan intelek dan pertimbangan, dan masa remaja yang sesungguhnya (15 - 24 tahun) individu hidup sebagai manusia beradab: pertumbuhan kelamin, sosial dan katahati.

Ahli psikologi perkembangan yang lain, yaitu Stanley Hall juga membagi perkembangan anak ini atas empat tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0 - 4 tahun) sebagai binatang melata dan berjalan, masa anak (4 - 8 tahun) sebagai manusia pemburu, masa puber atau remaja awal (8 - 12 tahun) sebagai manusia biadab/liar, dan masa adolesen atau remaja sesungguhnya (12/13 sampai dewasa) dimulai dengan masa gejolak perasaan, konflik nilai dan berakhir sebagai manusia berperadaban modern.

Beberapa ahli lain mengemukakan pembagian tahap-tahap perkembangan yang berbeda pula. Sigmund Freud seorang ahli psikologi Jerman, beraliran Psikoanalisis mengemukakan tahap-­tahap perkembangan individu berdasarkan dorongan erotisme (rangsangan yang bersifat seksual). Menurut dia perkembangan erotisme telah dimulai pada masa bayi yang disebutnya sebagai tahap oral (oral stage) usia 0 - 2 tahun. Pada masa ini bayi telah merasakan adanya rasa senang kalau ada rangsangan benda, makanan dsb pada mulut. Tahap berikutnya adalah masa anal (anal stage) usia 2 - 4 tahun, bayi merasakan kesenangan kalau buang air besar, karena ada sesuatu rangsangan pada dubur (anal). Masa falik (phalic stage) merupakan tahap berikutnya yaitu usia 4 - 6 tahun, anak merasakan kese­nangan bila ada rangsangan atau sentuhan pada kelaminnya. Masa latensi (latency stage)usia 6 - 12 tahun, dorongan erotisnya tidak nampak sebab tersembunyi dalam berbagai aktivitas dan hubungan sosial. Masa genital (genital stage) usia 12 tahun sampai dewasa, merupakan masa kematangan kehidupan seksual. Individu pada akhir masa ini telah slap untuk melahirkan keturunan dan melaksanakan fungsi-fungsi sebagai ayah dan ibu.

Erikson mengemukakan tahap-tahap perkembangan kepribadian anak yang lebih bersifat menyeluruh. Ia membagi seluruh masa per­kembangan atas tahap bayi usia 0 - 1 tahun yang ditandai oleh ke­percayaan-ketidakpercayaan (trust-mistrust) terutama kepada orang tuanya; bayi tertawa bila didekati oleh orang tua dan saudara dekatnya, tetapi menangis bila didekati orang yang asing baginya. Tahap kanak-kanak, usia 1 - 3 tahun ditandai oleh adanya otonomi di satu pihak dan rasa malu di lain pihak (autonomy – shame), anak kecil sudah dapat melakukan sesuatu tetapi karena belum sempurna maka dia merasa malu. Tahap prasekolah usia 3 - 6 tahun ditandai oleh inisiatif dan rasa ber­salah (initiative - guilt), anak memiliki keinginan dan dorongan untuk melakukan sesuatu, tetapi karena seringkali salah atau tidak sempurna maka di merasa bersalah. Pada tahap anak sekolah usia 6 - 12 tahun ditandai oleh kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan rasa rendah diri (industry - inferiority), anak sudah dapat membuat atau menghasilkan sesuatu karya gambar, tulisan, gambar, dll., tetapi karena belum sempurna maka dia merasarendah diri. Oleh karena itu orang dewasa dan guru, jangan mencela perbuatan dan hasil karya anak, rasa malu, rasa bersalah dan rendah dirinya akan bertambah. Pada tahap remaja usia 12 - 18 tahun ditandai oleh integritas diri dan kebingunan (identity - identity confusion), para remaja sedang mencari identitas dirinya sebagai orang yang sedang menginjak dewasa, tetapi karena belum ada keseimbangan baik secara fisik maupun kerohanian, maka dia sering merasa bingung. Mereka membutuhkan bantuan, contoh, layanan untuk mengatasi kebingungannya..

Jean Piaget seorang ahli Psikologi berkebangsaan Perancis, berdasarkan penelitiannya yang cukup lama tentang perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir pada anak menyimpulkan, lima tahap perkembangan kognitif, yaitu: tahap sensori motor (sensory­motor stage) usia 0 - 2 tahun, pada masa ini bayi bisa membedakan dan mengetahui nama-nama benda; tahap pra-operasional (pre­operasional stage) usia 2 - 7 tahun. Tahap ini terbagi lagi atas tahap prakonseptual (preconceptual stage) usia 2 - 4 tahun masa awal per­kembangan bahasa dengan pemikiran yang sederhana, dan tahap pemikiran intuitif (intuitive thought) usia 4 - 7 tahun, merupakan masa berpikir khayal. Pada tahap praoperasional ini anak belum mampu berpikir abstrak, jangkauan waktu dan tempatnya masih pendek. Tahap selanjutnya adalah masa operasional kongkrit (concrete operational) usia 7 - 11 tahun, kemampuan berpikir anak telah lebih tinggi, tetapi masih terbatas kepada hal-hal yang kongkrit, la sudah menguasai operasi-operasi hitungan seperti menambah, mengura­ngi, melipat, membagi, menyusun, mengurutkan dll. Tahap selanjutnya adalah operasional formal (formal operational) usia 11 tahun ke atas. Pada tahap ini kemampuan berpikir anak telah sempurna, ia telah dapat berpikir abstrak, berpikir deduktif dan

Lawrence Kohlberg berdasarkan penelitiannya selama kurang lebih lima tahun, menyimpulkan adanya tiga tahap perkembangan moral kognitif, yaitu perbuatan baik-jahat didasarkan pertimbangan akal. Masing-masing tahap terbagi lagi atas dua tingkat sehingga seluruhnya ada enam tingkat perkembangan moral kognitif. Tahap-tahap perkembangan moral ini berurut dari bawah: 

 

 

 

 

      III. Pasca konvensi                                                          6. Hati nurani

                                                              5. Perjanjian masyarakat

      II.  Konvensi                                          4. Kepatuhan akan peraturan-hukum

­                                                         3. Agar dinilai baik atau mendapat pujian

      I.Pra konvensi              2. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi

­                                       1. Menghindari hukuman dan  mendapatkan ganjaran

 

 

Kohlberg sebenarnya tidak memberikan pembagian jenjang waktu, tetapi beberapa ahli lain mencoba menghubungkannya dengan tahapan-tahapan waktu perkembangan, seperti yang diberikan oleh Donald B. Helm dan Jeffrey S. Turner (1981). Tahap menghindari hukuman dan mencari rasa senang menurut Helms dan Turner berkembang pada masa kanak-kanak dan anak (usia SD). Tahap berbuat baik hanya sebagai alat memenuhi kebutuhan berkembang pada masa anak, tahap berbuat baik hanya agar dikenal dan dipuji serta tahap berbuat baik karena patuh akan peraturan berkembang pada masa anak dan remaja awal (usia SLTP). Dua tahapan yang tertinggi, yaitu berbuat baik karena telah merupakan persetujuan masyarakat dan tahap berbuat baik karena timbul dari hati nurani berkembang pada masa remaja (usia SLTA) dan dewasa. Menurut Kohlberg sendiri ada kemungkinan seseorang perkembangan moralnya hanya sampai tahap lima atau empat atau lebih rendah dari itu meskipun ia telah dewasa.

 

2. Kondisi dan Perkembangan Masyarakat

Proses pendidikan dengan intinya kurikulum, tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu dilaksanakan pada suatu tempat dan waktu. Tiap tempat memiliki kondisi dan karakteristik sosial-budaya tertentu.

 

Kondisi Sosial Budaya

Proses pendidikan diikuti oleh para peserta didik yang berasal dari berbagai lingkungan sosial budaya, untuk menguasai ilmu, pengetahuan dan kemampuan agar bisa hidup dan bekerja pada berbagai lingkungan sosial budaya pula. Program pendidikan atau kurikulum perlu disusun dan diimplementasikan dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan sosial budaya. Indonesia yang memiliki penduduk yang multi ras, multi etnik, dan multi agama, yang tersebar dalam daerah yang begitu luas dan banyak dipisahkan secara alami oleh laut dan pulau-pulau, memiliki keragaman sosial budaya.

Kondisi alam berbagai daerah dan pulau berbeda-beda. Sejalan dengan keragaman tersebut himbuhlah pola-pola hidup dan kehidupan, cara bekerja dan berinteraksi, nilai-nilai sosial dan budaya yang sesuai dengan keadaan alamnya. Interaksi dan komunikasi antar daerah, kepulauan, etnis , ras, agama, penyampaian berbagai informasi melalui media cetak, gambar dan elektronika, secara berangsur tetapi ada juga secara drastis mengubah pola-pola kehidupan dan nilai­-nilai sosial budaya. Perubahan tersebut ada kalanya sejalan dengan nilai-nilai dasar vang ada, dan ada kalanya tidak sejalan, bisa membawa dampak positif, tetapi juga bisa membawa dampak negatif.

 

            Perkembangan Masyarakat

Kecepatan perkembangan tiap daerah tidak selalu merata, di kota-kota besar umumnya lebih cepat dibandingkan dengan di kota kecil, apalagi dengan di pedesaan, sehingga yang terjadi bukan saja adanya keragaman, tetapi juga bisa terjadi adanya kesenjangan yang cukup jauh antar berbagai daerah dan lingkungan masyarakat. Karena perkembangan media informasi dan komunikasi yang begitu cepat dan kaya, maka perbauran nilai-nilai dan perubahan pola-pola kehidupan seringkali berjalan sangat cepat. Letak geografis yang berjauhan dan tingkat perkembangan yang beda-beda, maka tidak jarang menimbulkan perbedaan yang cukup jauh antara suatu daerah atau kelompok masyarakat dengan daerah atau kelompok masyarakat lainnya.

Perkembangan kondisi dan nilai-nilai sosial budaya, bukan sesutu yang berdiri sendiri tetapi juga selalu terkait dan dipengaruhi oleh bidang-bidang lain, seperti ekonomi, politik, hukum, bahkan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum dan politik yang stabil, menjadi pijakan bagi pertumbuhan eknomi yang cepat, dan ekonorni yang tumbuh pesat menjadi landasan bagi pertumbuhan atau pengalihan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum dan politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang pesat akan berpengaruh  pula pada kemapanan kondisi sosial dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya ketidakmapanan hukum dan gejolak politik, yang menimbulkan berbagai hambatan pertumbuhan ekonomi, akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial dan konflik nilai.

Para pengembang kurikulum harus rnemperhatikan keragaman kondisi, kendetungan  dan kecepatan peubahan serta gejolak-gejolak sosial budaya yang ada dan terjadi di masyarakat. Pembangunan selalu terkait dengan aspek-aspek sosial budaya. Aspek-aspek sosial budaya ini dapat menjadi isi kurikulum, bahan kajian yang melatarbelakangi berbagai segi pembangunan, perencanaan serta pemecahan masalah-masalah pembangunan.

 

3. Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Sejak lama pendidikan berkaitan dengan pelestarian dan pewarisan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi beberapa waktu yang lalu  sepertinya terabaikan, karena adanya persepsi yang kurang tepat tentang teknologi. Banyak yang memandang bhwa teknologi hanva berkenaan dengan teknologi perangkat keras (hardware) dan teknologi tinggi. Teknologi juga mencakup teknologi perangkat lunak atau teknologi sistem (sofiware technology or system technology) dan teknologi perangkat keras (hardware technology). Teknologi bisa dan telah diajarkan sejak di sekolah dasar.

Proses pendidikan dengan intinya kurikulum sangat terkait dengan i1mu dan teknologi. Ilmu dan teknologi menjadi isi dari kurikulum, tetapi juga penunjang proses pendidikan dan pembelajaran. Isi kurikulum subyek akademis atau kurikulum berbasis ilmu (KBI) adalah ilmu terutama ilmu yang bersifat teoretis, sedang isi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kompetensi yang merupakan penguasaan tel:nologi dan kemampuan menerapkan ilmu. Perencanaan program pendidikan atau penyusunan desain kurikulum yang balk harus didasarkan atas kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip ilmu atau menggunakan model teknologi (sistem) tertentu, seh.ingga program atau desain tersebut tersusun sistematis, relevan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.

Implementasi program pendidikan atau dasain kurikulum, juga hatus memperhatikan kaidah dan prinsip-prinsip ilmu serta didukung oleh teknologi yang sesuai, sehingga dapat terlaksana secara efisien dan efektif. Dukungan ilmu dan teknologi juga diperlukan pada tahap evaluasi program pendidikan atau kurikulum. Agar diperoleh hasil evaluasi yang obyektif, valid dan reliabel, maka diperlukan prosedur dan alat evaluasi yang tepat, yang dikembangkan dengan mengacu kepada ilmu dan teknolgi yang sesuai.

 

4. Perkembangan Nasional dan Global

            Pendidikan dengan intinya kurikulkum juga harus memperhatikan tuntutan dan perkembangan nasional dan global. Kurikulum harus memperhatikan dan memiliki keseimbangan antara aspek-aspek lokal, nasional dan global. Dengan media informasi dan komunikasi yang begitu kaya dan cepat saat ini, sedikit sekali daerah-daerah yang tidak terjangkau dengan media informasi dan komunikasi. Dengan media-media tersebut hampir semua daerah di Indonesia dan hampir semua negara di dunia menjadi terbuka. Keterbukaan tersebut bukan sekedar penyampaian dan penerimaan informasi, sehingga orang menjadi lebih melek informasi, tetapi juga membuka peluang untuk memafaatkan informasi, untuk belajar meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, mempersiapkan dan membuka usaha sesuai dengan tuntutan dan peluang yang ada.

            Kurikulum dapat berisi muatan local, nasional dan global. Kurikulum muatan local, dapat memberikan keistimewaan-keistimewaan dan keunggulan-keunggulan local, tetapi juga pengembangan kebutuhan dan perkembangan potensi local. Muatan nasional dapat memberikan perkembangan, kebutuhan dan tuntutan nasional, baik dalam segi ilmu dan teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan nilai-nilai moral-agama secara nasional. Kurikulum juga harus memberikan landasan-landasan bagi penguasaan pengetahuan, kecakapan-ketrampilan, sikap dan nilai untuk menghadapi tantangan global.

            Pendidikan dengan kurikulum sebagai intinya harus mampu menyiapkan generasi muda bagi kehidupan di masa yang akan dating yang penuh tantangan, tuntutan dan bvahkan ancaman. Para lulusan pendidikan kita, tidak boleh hidup hanya hanyut dalam  arus perkembangan global yang multi kompleks, tetapi harus mampu berselancar di atasnya. Pendidikan harus mempersiapkan generasi muda agar memiliki pengetahuan, kecakapan-ketrampan, sikap hidup, pegangan nilai-norma-agama sehingga mampu menghadapi, memanfaatkan, mendapatkan keuntungan, kemajuan dan tuntuan dan peluang yang ada dalamn era globalisasi tersebut.   

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN