ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
(Nana
Syaodih Sukmadinata)
Pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi internal
perkembangan dan karakteristik peserta didik dan tuntutan eksternal
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dan tuntutan masyarakat lokal, nasional
maupun global. Dengan demikian ada empat fakor yang perlu dianalisis dalam
pengembangan kurikulum, pertama faktor perkembangan kemampuan dan karakteristik
peserta didik, kedua faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketiga
faktor perkembangan dan tuntutan masyarakat lokal, dan keempat faktor tuntutan
nasional dan global.
- Kondisi dan Perkembangan Peserta
Didik.
Peserta didik adalah manusia, yang pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah berusia antara 4 sampai 18 tahun, sedang pada jenjang perguruan tinggi
berusia antara 18 sampai 22 tahun, bahkan untuk program pascasarjana sampai
usia 30-40 tahun bahkan lebih. Pada dasarnya kurikulum dirancang untuk membantu
perkembangan peserta didik sebagai individu, dan sebagai makhluk sosial. Baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, tetapi pada dasarnya dia adalah
manusia. Manusia berbeda dengan benda mati ataupun binatang, karena manusia memiliki
segi-segi mental, segi kerohanian, segi psikologis yang sangat kompleks. Segi
psikologis manusia ini bersifat unik dan dinamis. Para guru, dosen dan
pengembang kurikulum perlu memahami keunikan dan dinamika perkembangan individu
manusia peserta didik.
Aspek-Aspek Perkembangan
Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian individu peserta
didik, karena kepribadian individu membentuk satu kesatuan yang terintegrasi.
Kesatupaduan kepribadian ini sebenarnya sukar dipisah-pisahkan, tetapi untuk
sekedar membantu mempermudah mempelajari dan memahaminya, pembahasan aspek demi
aspek biasa dilakukan.
Secara sederhana kita dapat membedakan beberapa aspek utama kepribadian,
yaitu aspek: fisik dan motorik, intelektual, sosial, dan afektif. Aspek-aspek ini
adalah aspek besar yang terbagi lagi atas sub aspek dan sub-sub aspek yang
lebih kecil. Kalau sudah sampai kepada rincian aspek yang kecil-kecil,
seringkali kita sukar membedakan apakah sub-sub aspek ini masih murni rincian
dari sesuatu aspek atau telah berpadu dengan sub-sub dari aspek yang lain.
Marilah kita lihat dari beberapa contoh di bawah ini. Kemampuan intelektual
atau kemampuan kognitif ada yang bersifat potensial seperti bakat, dan ada
kecakapan nyata atau kecakapan hasil belajar, seperti kecakapan dalam bidang
fisika, matematika, bahasa dsb. Kecakapan dalam bidang bahasa meliputi
kecakapan memahami isyarat dan bunyi, kecakapan menyampaikan buah pikiran atau
menerima pemikiran orang lain, dll. Kecakapan-kecakapan terakhir ini juga
merupakan rincian dari aspek kemampuan berbahasa.
Contoh lain, adalah dalam aspek sosial. Aspek ini meliputi kepercayaan
akan diri sendiri, berpandangan objektif, keberanian menghadapi orang lain dll.
Keberanian menghadapi orang menyangkut kematangan emosi, ketepatan sikap dll.
Kematangan emosi, ketepatan sikap merupakan bagian dari aspek emosi atau
afektif. Dari contoh-contoh tersebut terlihat bahwa antara suatu aspek dengan
aspek lainnya terdapat kaitan yang sangat erat. Sekali lagi, hal ini
menunjukkan keterpaduan kepribadian individu.
Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu sejajar,
perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek
lainnya. Pada awal kehidupannya, yaitu pada saat dalam kandungan dan
tahun-tahun pertama, perkembangan aspek fisik dan motorik sangat menonjol.
Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi berkembang dari
seperduaratus milimeter menjadi 50 cm panjangnya. Selama dua tahun pertama,
bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang
bisa duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan dan berlari, bisa
memegang, dan mempermainkan berbagai benda atau alat pada akhir tahun kedua.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik terus berjalan dan terjadi loncatan lagi pada
usia 13 -16 tahun yaitu masa remaja awal.
Perkembangan
aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5 tahun), agak pesat pada
masa anak sekolah (usia 11 - 12) dan sangat pesat pada masa remaja (usia 16-18
tahun). Aspek kognitif atau intelektual perkembangannya diawali dengan
perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah
sederhana, kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang
pelik. Aspek ini berkembang pesat pada masa mulai masuk sekolah dasar (usia 6 -
7 tahun), berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pada
masa sekolah menengah atas (usia 16 - 17 tahun). Walaupun individu semakin
pandai setelah belajar di Perguruan Tinggi atau Pascasarjana, namun para ahli
berpendapat bahwa setelah usia 17 atau 18 tahun tidak ada peningkatan kecerdasan
lagi yang ada hanyalah aktualisasi, pengayaan, pendalaman dan perluasan
wawasan.
Aspek bahasa
berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan meraban. Perkembangan selanjutnya
berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial. Bahasa
merupakan alat untuk berpikir. Berpikir merupakan suatu proses memahami dan
melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik tanpa
alat bantu, yaitu bahasa. Perkembangan kedua aspek ini saling menunjang. Bahasa
juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi
berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan
kemampuan berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan
perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa berjalan pesat pada awal
masa sekolah dasar, dan mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.
Perkembangan
aspek afektif atau perasaan berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal
(usia 13 - 14 tahun) dan remaja tengah (usia
15 - 16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan
keceriaan dalam hidupnya, diselang-seling dengan rasa bingung menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa
senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan
kesedihan,rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini
berakhir pada masa remaja akhir (usia 18 - 21 tahun). Kalau pada masa remaja
tengah anak terombang-ambing dalam sikap mendua, ambivalensi, maka pada masa
remaja akhir anak telah memiliki pendirian, sikap yang relatif mapan.
Aspek moral dan keagamaan juga berkembang sejak kecil. Peranan lingkungan
terutama lingkungan keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada
mulanya anak melakukan perbuatan bermoral atau keagamaan karena meniru, baru
kemudian menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiri
ini pun, pada mulanya dilakukan karena ada kontrol atau pengawasan dari luar,
kemudian berkembang karena kontrol dari dalam atau dari dirinya sendiri.
Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan sesuatu perbuatan
bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa harapan akan
sesuatu imbalan atau pujian. Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai
oleh individu pada akhir masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan
lingkungan individu sangat berpengaruh terhadap pencapaiannya.
Secara umum terdapat pola-pola perkembangan, baik untuk setiap aspek
maupun keseluruhan aspek perkembangan, tetapi kenyataannya dalam perkembangan
tiap individu seringkali ditemukan kekhususan-kekhususan. Di samping pola-pola
umum juga ada pola khusus untuk setiap individu. Terbentuknya pola khusus ini
berkaitan erat dengan perpaduan antara faktor-faktor yang ada dalam diri
individu dengan faktor luar.
Tahap-Tahap
Perkembangan
Telah diuraikan di muka bahwa perkembangan dimulai sejak masa konsepsi
dan berakhir menjelang kematiannya. Perkembangan yang begitu panjang ini, oleh para
ahli dibagi-bagi atas fase-fase atau tahap perkembangan. Penentuan fase atau
tahap-tahap tersebut didasarkan atas karakteristik utama yang menonjol pada
periode waktu tertentu. Umpamanya fase bayi ditandai oleh
perkembangan fisik dan gerak, fase remaja ditandai oleh ciri-ciri keremajaan
dst. Sesuai dengan konsep-konsep yang mendasarinya serta aspek dan
karakteristik perkembangan yang diutamakan, para ahli mengemukakan pembagian
fase atau tahap perkembangan yang tidak selalu sama.
Pembagian tahap perkembangan yang paling tua, dikemukakan oleh
Aristoteles seorang filosof Yunani yang hidup antara tahun 384 sampai 322
sebelum Masehi. Aristoteles membagi masa perkembangan ini atas tiga tahap,
yaitu: masa kanak-kanak (0 - 7 tahun), masa anak (7 - 14 tahun), masa remaja
(14- 21 tahun) setelah itu adalah masa dewasa. Jean Jacques Rousseau seorang
filosof dan negarawan Perancis, juga mengemukakan tentang tahap-tahap
perkembangan anak. Menurut Rousseau ada empat tahap perkembangan, yaitu: masa
bayi (0 - 2 tahun) anak hidup sebagai binatang, masa kanak-kanak (2 - 12 tahun)
anak hidup sebagai manusia biadab, masa remaja awal (12 - 15 tahun) anak hidup
sebagai petualang: perkembangan intelek dan pertimbangan, dan masa remaja yang
sesungguhnya (15 - 24 tahun) individu hidup sebagai manusia beradab:
pertumbuhan kelamin, sosial dan katahati.
Ahli psikologi perkembangan yang lain, yaitu Stanley Hall juga membagi
perkembangan anak ini atas empat tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0 - 4 tahun)
sebagai binatang melata dan berjalan, masa anak (4 - 8 tahun) sebagai manusia
pemburu, masa puber atau remaja awal (8 - 12 tahun) sebagai manusia
biadab/liar, dan masa adolesen atau remaja sesungguhnya (12/13 sampai dewasa)
dimulai dengan masa gejolak perasaan, konflik nilai dan berakhir sebagai
manusia berperadaban modern.
Beberapa ahli lain mengemukakan pembagian tahap-tahap perkembangan yang
berbeda pula. Sigmund Freud seorang ahli psikologi Jerman, beraliran
Psikoanalisis mengemukakan tahap-tahap perkembangan individu berdasarkan dorongan
erotisme (rangsangan yang bersifat seksual). Menurut dia perkembangan erotisme telah
dimulai pada masa bayi yang disebutnya sebagai tahap oral (oral stage) usia 0 - 2 tahun. Pada masa ini bayi telah merasakan
adanya rasa senang kalau ada rangsangan benda, makanan dsb pada mulut. Tahap
berikutnya adalah masa anal (anal stage) usia
2 - 4 tahun, bayi merasakan kesenangan kalau buang air besar, karena ada
sesuatu rangsangan pada dubur (anal). Masa
falik (phalic stage) merupakan tahap berikutnya yaitu
usia 4 - 6 tahun, anak merasakan kesenangan bila ada rangsangan atau sentuhan
pada kelaminnya. Masa latensi (latency stage)usia 6 - 12 tahun,
dorongan erotisnya tidak nampak sebab tersembunyi dalam berbagai aktivitas dan
hubungan sosial. Masa genital (genital stage) usia 12 tahun sampai
dewasa, merupakan masa kematangan kehidupan seksual. Individu pada akhir masa
ini telah slap untuk melahirkan keturunan dan melaksanakan fungsi-fungsi
sebagai ayah dan ibu.
Erikson
mengemukakan tahap-tahap perkembangan kepribadian anak yang lebih bersifat menyeluruh. Ia membagi seluruh masa perkembangan
atas tahap bayi usia 0 - 1 tahun yang ditandai oleh kepercayaan-ketidakpercayaan
(trust-mistrust) terutama kepada
orang tuanya; bayi tertawa bila didekati
oleh orang tua dan saudara dekatnya, tetapi menangis bila didekati orang yang
asing baginya. Tahap
kanak-kanak, usia 1 - 3 tahun ditandai oleh adanya otonomi di satu pihak dan
rasa malu di lain pihak (autonomy – shame), anak kecil sudah dapat melakukan sesuatu tetapi
karena belum sempurna maka dia merasa malu. Tahap prasekolah usia 3 - 6
tahun ditandai oleh inisiatif dan rasa bersalah (initiative - guilt), anak memiliki keinginan dan dorongan untuk
melakukan sesuatu, tetapi karena seringkali salah atau tidak sempurna maka di
merasa bersalah. Pada tahap anak sekolah usia 6 - 12 tahun ditandai oleh
kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan rasa rendah diri (industry - inferiority), anak sudah dapat membuat atau menghasilkan sesuatu
karya gambar, tulisan, gambar, dll., tetapi karena belum sempurna maka dia
merasarendah diri. Oleh karena itu orang dewasa dan guru, jangan mencela
perbuatan dan hasil karya anak, rasa malu, rasa bersalah dan rendah dirinya
akan bertambah. Pada tahap remaja usia 12 - 18 tahun ditandai oleh
integritas diri dan kebingunan (identity - identity confusion), para remaja sedang mencari identitas dirinya sebagai
orang yang sedang menginjak dewasa, tetapi karena belum ada keseimbangan baik
secara fisik maupun kerohanian, maka dia sering merasa bingung. Mereka
membutuhkan bantuan, contoh, layanan untuk mengatasi kebingungannya..
Jean Piaget
seorang ahli Psikologi berkebangsaan Perancis, berdasarkan penelitiannya yang
cukup lama tentang perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir pada anak
menyimpulkan, lima tahap perkembangan kognitif, yaitu: tahap sensori motor (sensorymotor
stage) usia 0 - 2 tahun, pada masa ini bayi bisa membedakan dan
mengetahui nama-nama benda; tahap pra-operasional (preoperasional stage) usia 2
- 7 tahun. Tahap ini terbagi lagi atas tahap prakonseptual (preconceptual stage) usia
2 - 4 tahun masa awal perkembangan bahasa dengan pemikiran yang sederhana, dan
tahap pemikiran intuitif (intuitive thought) usia 4 - 7 tahun,
merupakan masa berpikir khayal. Pada tahap praoperasional ini anak belum mampu
berpikir abstrak, jangkauan waktu dan tempatnya masih pendek. Tahap selanjutnya
adalah masa operasional kongkrit (concrete operational) usia 7 - 11
tahun, kemampuan berpikir anak telah lebih tinggi, tetapi masih terbatas kepada
hal-hal yang kongkrit, la sudah menguasai operasi-operasi hitungan seperti
menambah, mengurangi, melipat, membagi, menyusun, mengurutkan dll. Tahap
selanjutnya adalah operasional formal (formal operational) usia 11 tahun ke
atas. Pada tahap ini kemampuan berpikir anak telah sempurna, ia telah dapat
berpikir abstrak, berpikir deduktif dan
Lawrence
Kohlberg berdasarkan penelitiannya selama kurang lebih lima tahun, menyimpulkan
adanya tiga tahap perkembangan moral kognitif, yaitu perbuatan baik-jahat
didasarkan pertimbangan akal. Masing-masing tahap terbagi lagi atas dua tingkat
sehingga seluruhnya ada enam tingkat perkembangan moral kognitif. Tahap-tahap
perkembangan moral ini berurut dari bawah:
III. Pasca konvensi
6. Hati nurani
5. Perjanjian masyarakat
II. Konvensi 4.
Kepatuhan akan peraturan-hukum
3. Agar dinilai baik atau mendapat pujian
I.Pra
konvensi 2. Sebagai alat
untuk mencapai tujuan pribadi
1.
Menghindari hukuman dan mendapatkan
ganjaran
Kohlberg
sebenarnya tidak memberikan pembagian jenjang waktu, tetapi beberapa ahli lain
mencoba menghubungkannya dengan tahapan-tahapan waktu perkembangan, seperti
yang diberikan oleh Donald B. Helm dan Jeffrey S. Turner (1981). Tahap
menghindari hukuman dan mencari rasa senang menurut Helms dan Turner berkembang
pada masa kanak-kanak dan anak (usia SD). Tahap berbuat baik hanya sebagai alat
memenuhi kebutuhan berkembang pada masa anak, tahap berbuat baik hanya agar
dikenal dan dipuji serta tahap berbuat baik karena patuh akan peraturan
berkembang pada masa anak dan remaja awal (usia SLTP). Dua tahapan yang
tertinggi, yaitu berbuat baik karena telah merupakan persetujuan masyarakat dan
tahap berbuat baik karena timbul dari hati nurani berkembang pada masa remaja (usia
SLTA) dan dewasa. Menurut Kohlberg sendiri ada kemungkinan seseorang
perkembangan moralnya hanya sampai tahap lima atau empat atau lebih rendah dari
itu meskipun ia telah dewasa.
2. Kondisi dan Perkembangan Masyarakat
Proses pendidikan dengan intinya kurikulum, tidak berlangsung dalam ruang
hampa, tetapi selalu dilaksanakan pada suatu tempat dan waktu. Tiap tempat
memiliki kondisi dan karakteristik sosial-budaya tertentu.
Kondisi Sosial Budaya
Proses pendidikan diikuti oleh para peserta didik yang berasal dari
berbagai lingkungan sosial budaya, untuk menguasai ilmu, pengetahuan dan
kemampuan agar bisa hidup dan bekerja pada berbagai lingkungan sosial budaya
pula. Program pendidikan atau kurikulum perlu disusun dan diimplementasikan
dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan sosial budaya. Indonesia yang
memiliki penduduk yang multi ras, multi etnik, dan multi agama, yang tersebar
dalam daerah yang begitu luas dan banyak dipisahkan secara alami oleh laut dan
pulau-pulau, memiliki keragaman sosial budaya.
Kondisi alam berbagai daerah dan pulau berbeda-beda. Sejalan dengan
keragaman tersebut himbuhlah pola-pola hidup dan kehidupan, cara bekerja dan
berinteraksi, nilai-nilai sosial dan budaya yang sesuai dengan keadaan alamnya.
Interaksi dan komunikasi antar daerah, kepulauan, etnis , ras, agama,
penyampaian berbagai informasi melalui media cetak, gambar dan
elektronika, secara berangsur tetapi ada juga secara drastis mengubah pola-pola
kehidupan dan nilai-nilai sosial budaya. Perubahan tersebut ada kalanya
sejalan dengan nilai-nilai dasar vang ada, dan ada kalanya tidak sejalan, bisa
membawa dampak positif, tetapi juga bisa membawa dampak negatif.
Perkembangan Masyarakat
Kecepatan perkembangan tiap daerah tidak selalu merata, di kota-kota
besar umumnya lebih cepat dibandingkan dengan di kota kecil, apalagi dengan di
pedesaan, sehingga yang terjadi bukan saja adanya keragaman, tetapi juga bisa
terjadi adanya kesenjangan yang cukup jauh antar berbagai daerah dan lingkungan
masyarakat. Karena perkembangan media informasi dan komunikasi yang begitu cepat
dan kaya, maka perbauran nilai-nilai dan perubahan pola-pola kehidupan
seringkali berjalan sangat cepat. Letak geografis yang berjauhan dan tingkat
perkembangan yang beda-beda, maka tidak jarang menimbulkan perbedaan yang cukup
jauh antara suatu daerah atau kelompok masyarakat dengan daerah atau kelompok
masyarakat lainnya.
Perkembangan kondisi dan nilai-nilai sosial budaya, bukan sesutu yang
berdiri sendiri tetapi juga selalu terkait dan dipengaruhi oleh bidang-bidang
lain, seperti ekonomi, politik, hukum, bahkan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum
dan politik yang stabil, menjadi pijakan bagi pertumbuhan eknomi yang cepat,
dan ekonorni yang tumbuh pesat menjadi landasan bagi pertumbuhan atau
pengalihan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum dan politik yang stabil,
pertumbuhan ekonomi yang pesat akan berpengaruh pula pada kemapanan kondisi sosial dan nilai-nilai
masyarakat. Sebaliknya ketidakmapanan hukum dan gejolak politik, yang
menimbulkan berbagai hambatan pertumbuhan ekonomi, akan menimbulkan berbagai
kerawanan sosial dan konflik nilai.
Para pengembang kurikulum harus rnemperhatikan keragaman kondisi, kendetungan
dan kecepatan peubahan serta
gejolak-gejolak sosial budaya yang ada dan terjadi di masyarakat. Pembangunan
selalu terkait dengan aspek-aspek sosial budaya. Aspek-aspek sosial budaya ini
dapat menjadi isi kurikulum, bahan kajian yang melatarbelakangi berbagai segi
pembangunan, perencanaan serta pemecahan masalah-masalah pembangunan.
3. Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Sejak lama pendidikan berkaitan dengan pelestarian dan pewarisan ilmu
pengetahuan dan penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi beberapa waktu yang
lalu sepertinya terabaikan, karena
adanya persepsi yang kurang tepat tentang teknologi. Banyak yang memandang bhwa
teknologi hanva berkenaan dengan teknologi perangkat keras (hardware) dan
teknologi tinggi. Teknologi juga mencakup teknologi perangkat lunak atau
teknologi sistem (sofiware technology
or system technology) dan teknologi perangkat keras (hardware technology). Teknologi bisa
dan telah diajarkan sejak di sekolah dasar.
Proses pendidikan dengan intinya kurikulum sangat terkait dengan i1mu dan
teknologi. Ilmu dan teknologi menjadi isi dari kurikulum, tetapi juga penunjang
proses pendidikan dan pembelajaran. Isi kurikulum subyek akademis atau
kurikulum berbasis ilmu (KBI) adalah ilmu terutama ilmu yang bersifat teoretis,
sedang isi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kompetensi yang merupakan
penguasaan tel:nologi dan kemampuan menerapkan ilmu. Perencanaan program
pendidikan atau penyusunan desain kurikulum yang balk harus didasarkan atas
kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip ilmu atau menggunakan model teknologi
(sistem) tertentu, seh.ingga program atau desain tersebut tersusun sistematis,
relevan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Implementasi
program pendidikan atau dasain kurikulum, juga hatus memperhatikan kaidah dan
prinsip-prinsip ilmu serta didukung oleh teknologi yang sesuai, sehingga dapat
terlaksana secara efisien dan efektif. Dukungan ilmu dan teknologi juga
diperlukan pada tahap evaluasi program pendidikan atau kurikulum. Agar
diperoleh hasil evaluasi yang obyektif, valid dan reliabel, maka diperlukan
prosedur dan alat evaluasi yang tepat, yang dikembangkan dengan mengacu kepada ilmu
dan teknolgi yang sesuai.
4. Perkembangan Nasional dan Global
Pendidikan dengan intinya kurikulkum
juga harus memperhatikan tuntutan dan perkembangan nasional dan global.
Kurikulum harus memperhatikan dan memiliki keseimbangan antara aspek-aspek lokal,
nasional dan global. Dengan media informasi dan komunikasi yang begitu kaya dan
cepat saat ini, sedikit sekali daerah-daerah yang tidak terjangkau dengan media
informasi dan komunikasi. Dengan media-media tersebut hampir semua daerah di
Indonesia dan hampir semua negara di dunia menjadi terbuka. Keterbukaan
tersebut bukan sekedar penyampaian dan penerimaan informasi, sehingga orang
menjadi lebih melek informasi, tetapi juga membuka peluang untuk memafaatkan
informasi, untuk belajar meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, mempersiapkan
dan membuka usaha sesuai dengan tuntutan dan peluang yang ada.
Kurikulum dapat berisi muatan local,
nasional dan global. Kurikulum muatan local, dapat memberikan keistimewaan-keistimewaan
dan keunggulan-keunggulan local, tetapi juga pengembangan kebutuhan dan
perkembangan potensi local. Muatan nasional dapat memberikan perkembangan,
kebutuhan dan tuntutan nasional, baik dalam segi ilmu dan teknologi, ekonomi,
sosial-budaya, dan nilai-nilai moral-agama secara nasional. Kurikulum juga
harus memberikan landasan-landasan bagi penguasaan pengetahuan,
kecakapan-ketrampilan, sikap dan nilai untuk menghadapi tantangan global.
Pendidikan dengan kurikulum sebagai
intinya harus mampu menyiapkan generasi muda bagi kehidupan di masa yang akan
dating yang penuh tantangan, tuntutan dan bvahkan ancaman. Para lulusan
pendidikan kita, tidak boleh hidup hanya hanyut dalam arus perkembangan global yang multi kompleks,
tetapi harus mampu berselancar di atasnya. Pendidikan harus mempersiapkan generasi
muda agar memiliki pengetahuan, kecakapan-ketrampan, sikap hidup, pegangan
nilai-norma-agama sehingga mampu menghadapi, memanfaatkan, mendapatkan
keuntungan, kemajuan dan tuntuan dan peluang yang ada dalamn era globalisasi
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar