Penentuan
kebutuhan pendidikan (need assessment) diawali oleh upaya mencermati seluruh
komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, seperti murid, guru, bangunan,
proses pembelajaran, perpustakaan, keuangan, menajemen, dst.nya. Hasilnya
berupa daftar kebutuhan terkait dengan pelaksanaan pendidikan, skope dan bidang
perencanaan pendidikan, perluasan isu pemecahan masalah, efektivitas analisis
masalah, dan kesadaran umum tentang bentuk penyelesaian masalah.
Seperangkat
prosedur dapat ditetapkan, antara lain sebagai berikut. (1) melaksanakan
penelitian, (2) menggunakan fakta empirik sebagai dasar menentukan kebijakan,
tujuan, program dan prosedur; (3) menetapkan standar tiap item butir dua; (4)
menggunakan standar; (5) menetapkan kondisi untuk penerapan, atau revisi, atau
menetapkan penyimpangan dan standar; (6) Mengatur distribusi fungsi untuk
meminimalisasi penyimpangan dan perbedaan, (7) menyederhanakan proses
tahap-tahap penentuan kebutuhan; (8) menetralisasi perhitungan dan mempelajari
masalah yang ditemukan; (9) memelihara hubungan teori dan praktek sebagaimana
diungkapkan “Theory and practice are not separate, there is the constant
interchange, a feedback system” (Banghart and Trull:93).
Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa berpikir tentang masa
depan dipengaruhi kekuatan luar dalam bentuk sejarah dan budaya yang secara
dinamik ada dan terus berkembang pada para perencana, dan menjadi modal utama munculnya visi.
Dan latar sejarah dan budaya tersebut, kemudian visi tersebut secara sinergi
berkembang spiral antara enam komponen (value-policy-planning-technique-means-end) yang terlibat di dalamnya.
Tiga partner
pendidikan harus selalu dicermati bagi suksesnya pendidikan, yakni (a) pelajar,
(b) orangtua dan anggota masyarakat; dan (c) para guru atau para pelaksana proses pendidikan.
Hubungan ketiga
unsur penting tersebut saling terkait antar satu dengan yang lainnya, saling
terikat mempengaruhi secara searah, yakni masyarakat mempengaruhi kebutuhan
pelajar, kemudian pelajar
mempengaruhi kebutuhan guru, dan guru mempengaruhi kebutuhan masyarakat. Namun
pada saat yang sama pelajar terikat pada keadaan masyarakat, masyarakatpun terikat pada keadaan guru, dan gurupun terikat pada keadaan
pelajar.
Beberapa hal yang
harus menjadi bagian analisis dari
ketiga unsur tersebut adalah:
(1) menggambarkan realitas tiap unsur;
(2) menggambarkan trend tiap unsur sesuai
persepsi mereka;
(3) menggambarkan persepsi tiap unsur terhadap
yang lainnya baik masa kini maupun masa
yang akan datang; menggambarkan keterkaitan dan ketidak terkaitan antar unsur
dalam persepsi masa kini
dan persepsi masa yang akan datang.
1. Model Penentuan Kebutuhan
Sedikitnya ada tiga jenis kebutuhan
prosedur penentuan kebutuhan yang ditemukan oleh Kaufman dan Hars, 1969 Yaitu
1.
model inductive (jenis 1)
2.
model deductive (jenis D)
3.
model klasikal (jenis C)
Model Induktif
secara beruntun dan bertahap mengikuti kegiatan sebagai berikut:
(1) mengidentifikasi
perilaku saat kini;
(2) mengkompilasi dan
mengklasifiksi perilaku path program dan bentukan perilaku;
(3) Bandingkan dengan
tujuan umum;
(4) mengga bungkan
kesenjangan;
(5) menyusun tujuan
secara ditil;
(6) mengembangkn program
pendidikan;
(7) mengimplemen tasikan
program pendidikan ;
(8) mengevaluasi hasil
pendidik an; dan
(9) revisi.
Model inductive adalah berasal
dari tujuan, harapan dan hasil
pendidikan yang diharapkan oleh anggota
masyarakat.program ini didasarkan pada data yang dimulai dari bagaimana prilaku
siswa saat ini dan pendekatan ini disampaikan oleh Shuck 1968 tehnik adalah
dengan dilihat dari karyawan yang
berasal dari berbagai lapisan masyarakat yang dapat menentukan
1.
apakah sekolah itu sudah
melaksanakan pembelajara dengan baik dan memuaskan
2.
apakah sekolah tidak
melaksanakan pekerjaaanya dengan baik?
Ini menandakan program yang ada disekolah dan prilaku siswa
dapat berubah kearah yang lebih baik. Tentunya tiap distrik mempunyai target
yang berbeda dalam pendidikan.
Model Deduktif
secara beruntun dan bertahap mengikuti kegiatan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan menyeleksi
tujuan pendidikan,
(2) mengem bangkan
ukuran-ukuran kriteria,
(3) menyusun syarat
perubahan,
(4) mengumpulkan data dan
mengukur kesenjangan,
(5) menyusun tujuan
secara ditil,
(6)mengembangkan program
pendidikan,
(7)mengimple mentasikan
program penddikan,
(8) mengevaluasi hasil
didik an,
(9) revisi.
Model deduktive dimulai dari melihat tujuan yang ada
dan hasil yang diharapkan juga melihat materi programnya, ketika anda menggunakan
model ini dimulai dengan mengidentifikasi dan memilih tujaun yang ada dalam pendidikan dimulai dari
edukator mensurvei rangkuman tujuan yang ada dan memilih satu kemudian dari 10
proposal tujuan pendidikan, kriteria dan standarnya dikembangkan untuk
mendapatkan kriteria yang diharapkan dilihat berhasil apabila yang ditargetkan
tercapai.
Model Klasik secara beruntun dimulai dari kegiatan sebagai berikut:
(1) Tujuan umum;
(2) mengembangkan
program;
(3) mengim plementasi
program pendidikan;
(4) mengevaluasi.
Perbedaan diantara 3 jenis itu yaitu
dalam menentukan awal dari tujuan dan sasaran dalam pendidikan.
2. Analisis Bentuk Kegiatan
Secara
komprehensif hal-hal yang terkait dengan setiap langkah kegiatan, hendaklah dirinci dalam bentuk sebagai berikut:
Pertama,
dideskripsikan secara persisi dengan melihat realitas kehidupan masyarakat dari berbagai aspek kehidupannya seperti
keagamaan masyarakat, sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik (Kaufman, C.III)
Kedua,
menguraikan bidang masalah perencanaan melalui analisis tujuan pendidikan.
Termasuk pada kegiatan ini
mempelajari bidang dan
bagian-bagianya, mengumpulkan,
tabulasi dan meramal data, yang kesemuanya mengarah kepada penyeleksian jenis
dan bentuk prioritas kegiatan.
Uraian masalah
pendidikan yang terkait dengan tujuan pendidikan, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(a) subsistem komponen
aktivitas pendidikan,
(b) subsistem komunikasi
pendidikan seperti gerakan, informasi dan energi,
(c) subsistem fasilitas,
dan
(d) subsistem operasional.
Ketiga,
mengkonsep dan merekayasa perencanaan. Termasuk ke dalam kegiatan ini adalah mengidentifikasi berbagai
kecenderungan arah masa depan dengan membuat ciri-cini rinci dari tiap kebutuhan
yang tersaring, menetapkan tujuan
dan sasaran, serta mendisain perencanaan;
Keempat,
mereacanakan penilaian melalui perencanaan simulasi, merencanakan evaluasi,
serta menyeleksi perencanaan. Dalam kaitan ini dilakukan identifikasi jenis dan jumlah persyaratan bagi pencapaian kebutuhan,
disamping membuat spesifikasi pemecahan masalah
yang mungkin timbul;
Kelima,
mengidentifikasi tahapan-tahapan hasil kegiatan serta menentukan cara pengawasannya. Diperlukan ukuran yang
jelas dan tegas mengenai hasil setiap kegiatan, sebab pada kegiatan yang
berkelanjutan, setiap kegiatan pada
dasarnya merupakan prasyarat bagi kegiatan
selanjutnya.
Keenam,
mengidentifikasi strategi alternatif yang mungkin serta menyempurnakan tiap
persyaratan untuk memenuhi tiap kebutuhan. Termasuk menginventanisasi
kemungkinan keuntungan atau kerugian
dan tiap tindakan yang direncanakan.
Kebutuhan pendidikan ada tiga analisa
atau tiga karakter:
1.
data harus mewakili
keadaan siswa yang berhubungan dengan orang-orang yang ada dan keberadaannya di
masa depan.
2.
jangan pernah merasa
cukup atau lengkap, kita
harus secara terus menerus menganalisa kebutuhan kita.
3.
hasil dari pendidikan
harus di bedakan, antara prodak dan perilaku bukan pada prosesnya.
Kita harus membedakan analisa tentang mitra dalam pendidikan yang
berfungsi untuk mencapai keberhasilan pendidikan, mitra itu yaitu:
1.
siswa
2.
orangtua, dan anggota
masyarakat,
3.
edukator (yang
mengimplementasikan proses pendidikan)
Menurut Harris poll beberapa
variabel yang harus di layani dalam
masyarakat oleh edukator:
1. Modelnya harus mengambil
dari pembelajaran preschool, yaitu mengimplementasikan secara alami dengan
kerja sama antara orang tua dan sekolah.
2. Sekolah, menanamkan disiplin lebih baik dibandingkan
kemampuan siswa.
Sistem perencanann pendidikan, di
mulai dari menananmkan nilai yang akan membawa keberhasilan individu. Analisis
mulai menenanamkan nilai termasuk hal-hal di bawah ini:
- menanamkan
nilai-nilai yang ada pada saat ini terhadap partner.
- menentukan
nilai-nilai yang di harapkan oleh partner mereka sendiri
- menentukan
persepsi dari masing-masing partner yang berfokus pada nilai partner itu
sendiri untuk sekarang dan yang akan datang.
- menentukan
mana yantg cocok dan tidak cocok dari perbedaan –perbedaan yang ada untuk
sekarang dan yang akan datang dan persepsi nilai sebagai analisis.
Cerminan siswa dapat di lihat dari
mana mereka berasal ciri-cirinya adalah:
1.
sekolah itu tidak maksimal
dalam pekerjaannya
2.
sekolah itu maksimal
dalam pekerjaannya.
.
.
.
Model sweigert yang berjudul tahap
pertama dalam pemecahan masalah pendidikan dan bermanfaat bagi siswa adalah
sebagai berikut
1.
berfokus pada kebutuhan
siswa
2.
menentukan target dari
kelompok siswa
3.
kriteria kemajuan
evaluasi harus sesuai dengan kebutuhan
4.
dibutuhkan
masukan-masukan
5.
tingkatan siswa
6.
pendanaan yang cukup
Sweigert juga menyarankan untuk bermitra
dengan
1.
pelayanan pendidikan
diberikan kepada siswa
2.
sekolah yang bagus banyak
muridnya
3.
siswa sebagai pemakai jasa sekolah.
Ada 8 kategori sebagai sebagai pribadi yang baik dalam masyarakat
Yaitu
1.
sayang,
2.
hormat,
3.
mampunayi keahlian,
4.
memehami,
5.
berpengaruh,
6.
baik dan melayani,
7.
bekerja maksimal, dan
8.
tanggung jawab.
Model
CIPP (kontex, input, proses, produk)
yaitu
1.
kontek evaluasi yaitu
sistem analisis dari demographi, budaya, sejarah, dan sosial ekonomi yang
berhubungan dengan masalah juga termasuk analisis lingkungan paparan dimana
terjadinya perubahan.
2.
analisis input yaitu
mempelajari tentang fasilitas, personal, pelayanan, dan apapun yang digunakan dalam program.
3.
proses evaluasi ,
prosedur staff, cakupannya apa saja, keadaan,
dan peran-peran komponen dalam program
4.
evaluasi produk hasil
yang diinginkan dan apakah sesuai dengan hasil yang diharapkan.
CIPP
model menekankan pada penentuan kontek dan input program sebelum
dimulai, termasuk elemen-elemen yang
digunakan pada program.
Ada
beberapa tahap yang dibutuhkan dalam penilaian
1.
membuat perencanaan
2.
mengidentifikasi masalah
yang ada pada sekolah
3.
menekankan pada
perencanaan apakah untuk sekolah distrik, satu sekolah, kelas atau siswa
4.
alat dan prosedur yang
digunakan dalam penilaian harus yang
terbaik, adanya kerjasama dengan siswa, anggota masyarakat, orang tua dan
edukator.
5.
menggambarkan kondisi
yang ada sekarang dan berfokus pada siswa,pisik siswa, jiwa siswa, dan
pengembangan karakter dan juga elelmem yan berubah termasuk masyarakat dan
edukator, dan kondisi yang ada prestasi
dapat terukur.
6.
menentukan kondisi yang
diharapkan kembali lagi berfokus kepada
siswa dan dapat terukur
7.
kerjasama yang diharapkan
antara siswa, sekolah, dan orang yang bergerak dalam pendidikan
8.
memilih yang
diprioritaskan dan menentukan mana yang akan dikerjakan.
9.
Meyakinkan bahwa proses
prosedur harus terus berlanjut dan rancangan kerja pendidikan harus terkini
menandakan dunia nyata siswa dan patner pendidikan.
B. TUJUAN PENDIDIKAN
Mendidik adalah kegiatan memberi pengajaran, membuat
seorang memahami, dan dengan pemahaman yang dimiliki peserta didik dapat
mengembangkan potensi diri dengan menerapkan apa yang dipelajari.
Proses itu dapat berlangsung seumur hidup dan
pencapaian tujuan pendidikan tidak akan berhenti saat kehidupan seseorang
berakhir. Dalam kurikulum terbaru yang dirilis pemerintah saat ini, (KTSP
-Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sekolah menjadi penyelenggara pendidikan
yang berhak menentukan sendiri indikator bagi setiap kompetensi dasar dari
semua mata pelajaran.
Tujuan pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang
imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun
memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada
mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang
lebih besar bagi kekekalan.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai
yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.
Didalam praktek pendidikan khususnya pada sistem
persekolahan, di dalam rentangan antara tujuan umum dan tujuan yang sangat
khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk
menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus.
Umumnya ada 4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat
tujuan antara , yaitu tujuan umum, tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan
tujuan instruksional.
1.
Tujuan umum pendidikan nasional
Indonesia adalah Pancasila.
2.
Tujuan institusional yaitu tujuan
yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
3.
Tujuan kurikuler, yaitu tujuan
bidang studi atau tujuan mata pelajaran.Tujuan instruksional , tujuan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan
materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
Tujuan
pendidikan secara umum dapat dilihat pada:
- UU No2
Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha
esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
- Tujuan
Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu Meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos
kerja profesional serta sehat
jasmani dan rohani. Pendidikan
nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta
tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial,
serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para
pahlawan, serta berorientasi masa depan.
- TAP MPR
No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah
membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila
dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila
dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan
tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang
luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan
ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945, Bab II (Pasal 2, 3, dan 4)
1.
Visi-Misi dan Tujuan
Pendidikan Nasional
Pendidilan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan
perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui
pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat.
Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi
rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan
bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.
Visi Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system
pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi Pendidikan Nasional
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional
mempunyai misi sebagai berikut:
1. mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks
Negara Kesatuan RI
3.Tujuan
Dalam Perencanaan Pendidikan.
Beberapa
Tipikal Tujuan
1. Tujuan
merupakan optimalisasi dalam bentuk
2.
Tujuan itu memuaska
3.
Tujuan itu bentuknya incremental
4. Tujuan itu bentuknya
bisa positip atau negatif
Tahapan Dalam Proses Penentuan Tujuan
1. Mendefinisikan
batasan kemungkinan atau contingrncy yang membentuk batas-batas perencanaan dan
porsi keputusan yang dipengaruhi oleh putusan perencanaan.
2.
Dari batasan tersebut, perencana
lalu mengurangi berbagai alternatif dengan menghilangkan yang tidak bermanfaat.
3.
Dengan membandingkan segi manfaat
(merit) dari alternatif tersebut.
4.
Perencana mengevaluasi manfaat
tujuan itu dengan membandingkan faktor-faktor lingkungan dengan tujuan dan
sasarannya.
5. Bila putusan
akhir telah dibuat dan tujuan serta sasaran telah ditetapkan, maka dibuatlah
pernyataan kebijakan atau statement of polycy yang berfungsi sebagai pedoman.
Beberapa Saran dari Tujuan Umum dalam Perencanaan
Pendidikan
1. Pendidikan
hendaknya membantu memecahkan masalah sosial, fiik dan keuangan.
2.
Pendidikan hendaknya menumbuh
kembangkan individualitas dengan memberikan kapasitas tertentu bagi individu
untuk membuat keputusan sendiri.
3.
Pendidikan hendaknya menyrdiakan
arena yang luas mengenai pemahaman dan menghargai orang dari berbagai lapisan.
4.
Pendidikan hendaknya melibatkan
individu daam semua aspek kehidupan.
5. Pendidikan
hendaknya mempersiapkan individu untuk dunia kerja.
.
C. PERENCANAAN PENDIDIKAN
Ada beberapa pengertian atau definisi dari perencanaan
yaitu:
• Seperangkat
tindakan untuk memecahkan berbagai permasalahan, khususnya masalah sosial dan
ekonomi pada satu periode rencana, yang berorientasi pada horison waktu ‘yang
akan datang’, pada jenis dan tingkatan perencanaan tertentu, di masa yang akan
datang (Alden, 1974: 1-2),
• Cara
berpikir tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, yang berorientasi pada
waktu yang akan datang, terkonsentrasi pada suatu tujuan dan keputusan bersama,
serta berusaha untuk mewujudkan program dan keputusan bersama (Friedmann,1964)
• Sebuah proses untuk menentukan tindakan-tindakan bagi masa depan yang
diinginkan melalui serangkaian pilihan-pilihan yang logis (Davidoff,1962 in
Faludi, 1983: 11)
• Sebuah
proses untuk mengarahkan aktivitas manusia dan kekuatan alam dengan mengacu
pada kondisi masa depan yang diinginkan (Branch, 1998: 2)
• Suatu
lingkaran proses yang berulang dari serangkaian tahapan-tahapan yang logis
(Meise and Volwahsen, 1980: 3-5)
Dari sekian banyak definisi atau pengertian tentang
perencanaan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
• Perancanaan
adalah seperangkat prosedur untuk memecahkan permasalahan fisik, sosial, dan
ekonomi, yang harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:– Seperangkat
tindakan – Upaya untuk memecahkan masalah – Memiliki dimensi waktu dan
berorientasi ke masa yang akan datang – Suatu proses berputar dengan adanya
umpan balik – Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan Dari
definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita
simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang
lebih baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai
rencana, terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi
pada kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh
karena itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu
tertentu agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan
baik.
Perencanaan
sendiri bertujuan untuk menjadi jembatan antara teori dengan praktek, dan
digunakan untuk mengontrol masa depan melalui apa-apa yang dilakukan pada masa
ini. Melalui perencanaan tersebut, seorang administrator juga dapat
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, dan membuat periodisasi
aksi dalam meraih tujuan organisasi. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh
Henri Fayol, Luther Gulick, dan Edward Banfield, maka perencanaan dapat
didefinisikan sebagai (hal 5) sebuah proses dalam memilih dan menghubungkan
antara teori dengan asumsi yang terkait dengan masa depan, dan bertujuan untuk
melakukan visualisasi dan formulasi tentang keluaran yang ingin dicapai;
perencanaan merupakan sebuah proses yang periodik dan dilakukan untuk mencapai
hasil tertentu serta untuk membatasi perilaku-perilaku yang dapat dilakukan
dalam proses pencapaian hasil tersebut.
Perencanaan, menurut WG
Cunningham, dikaitkan dengan pengukuran hasil kinerja sebuah organisasi, yaitu
sejauh mana hasil kinerja organisasi tersebut dapat memenuhi keinginan publik.
Tentunya proses perencanaan akan sangat menentukan hasil akhirnya, sehingga
kemampuan seorang administrator dalam memodifikasi perencanaan karena
terjadinya hal-hal yang tidak terduga, sangatlah penting. Tetapi,
bagaimanapun juga, perencanaan yang kurang tepat masih lebih baik
daripada tidak ada perencanaan sama sekali, karena rencana yang kurang tepat
tersebut masih dapat diperbaiki tentunya.
Ada dua model perencanaan yaitu
1.
perencanaan
reaktif
Perencanaan
reaktif, sesuai dengan definisinya secara linguistik, terjadi
bila ditemui masalah dalam selama perjalanan organisasi.
2.
perencanaan
proaktif.
Perencanaan proaktif adalah
perencanaan yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah. Kedua-duanya menuai
kritik sehingga akan jauh lebih baik bila dalam penerapannya dapat dilakukan
sinergi.
Meskipun
secara teori, tentunya perencanaan proaktif (walaupun menuntut inovasi dan
kreatifitas yang tinggi) jauh lebih baik daripada perencanaan reaktif yang
sifatnya hanya reaksioner.
Andreas Faludi menambahkan pernyataan bahwa
perencanaan yang fungsinya sangat penting bagi pertumbuhan seorang individu,
yaitu dalam menyediakan sebuah kesempatan untuk pengembangan dan pengaturan
individu. Secara umum, dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa
perencanaan memiliki banyak sekali manfaat bagi seorang administrator sehingga
lebih baik dilakukan jika tidak ingin kehilangan banyak kesempatan.
1. Proses Perencanaan
Perencanaan sendiri bukanlah merupakan sebuah proses
yang terjadi secara otomatis. Dan telah cukup banyak model dikembangkan untuk
mendapatkan sebuah perencanaan yang efektif. Ada beberapa paradigma yang harus
dibangun terkait dengan proses perencanaan, salah satunya adalah seperti yang
ditawarkan oleh Robinson (hal berikut ini: adanya tujuan yang jelas, ada
formulasi alternatif-alternatif, ada prediksi mengenai hasil akhir, ada
evaluasi dan seleksi terhadap pilihan-pilihan alternatif, dan yang terakhir
tentunya: ada implementasi dari keseluruhan proses perencanaan tersebut. Larson
(juga menambahkan bahwa antara teori dan praktek harus sesuai karena terkadang
banyak administrator yang menjadi ‘pemimpi’ sebab dituntut untuk menyelesaikan
sebuah perencanaan jangka panjang di atas kertas tetapi sangat jauh dari
implementasi. Alasan yang sering digunakan biasanya seragam, semisal: ‘masih
dalam proses implementasi’ atau ‘sumber daya manusia untuk mengimplementasikan
rencana tersebut masih sangat terbatas’. Administrator-administrator ‘nakal’
tersebut yang sering membuat perencanaan menjadi proses yang tidak efektif.
Sehingga, bagaimanapun bentuknya, perencanaan harus berorientasi aksi agar
dapat direalisasikan dalam bentuk yang nyata.
Bushnell mengungkapkan bahwa untuk mencapai
keberhasilan, inovasi tidak hanya harus dilakukan pada ‘apa yang harus diubah’
namun juga pada ‘bagaimana sebuah perubahan tersebut dilakukan’. Selain itu, ia
juga menyebut-nyebut bahwa perencanaan yang berorientasi aksi sebagai sebuah
pendekatan ‘baru’ yang dapat membangun proses perencanaan kedalam seluruh
sistem manajemen.
Teori Model perencanaan menurut Russell Ackoff, berdasarkan
pada 4 tahapan perencanaan sebagaimana berikut: akhir perencanaan yang
merupakan proses penentuan hasil (1), alat perencanaan yang merupakan metode
aksi (2), sumber daya perencanaan yang merupakan proses pemerolehan sumber daya
yang diperlukan seperti bahan mentah, dana, dst (3), dan perencanaan organisasi
atau proses pembentukan dan penyesuaian hubungan antar individu dan kelompok
(4). Ackoff juga mengklasifikasikan hasil perencanaan sebagai konsentrasi
strategis, sementara konsentrasi operasional atau taktis terdiri dari: alat,
sumber daya, dan perencanaan organisasi.
Perencanaan strategis diartikan sebagai suatu proses
penentuan tujuan organisasi baik dalam perubahannya maupun sumber daya yang
digunakan untuk mencapai tujuan. Kebijakan organisasi sendiri berfungsi sebagai
motor dalam meraih hasil, pendayagunaan, dan disposisi sumber penghasilan.
Tujuan-tujuan strategis dianggap mengacu pada keberlangsungan sebuah
organisasi, sumber masa depan yang potensial, fleksibel dan bisa beradaptasi
dengan setiap perubahan zaman. Tujuan strategis dinilai sebagai tujuan masa
depan yang berorientasi pada klien dan kebutuhan eksternal. Perencanaan
strategis menentukan karakter dan tujuan organisasi berdasarkan sistem dan
nilai.
Perencanaan operasional merupakan proses administrasi
yang memastikan bahwa sumber-sumber yang diperoleh berjalan efektif dan
effisien untuk menyempurnakan tujuan strategis. Perencanaan operasional harus
dipusatkan pada sumber daya yang ada, masalah-masalah operasional dan
stabilitas organisasi. Perencanaan operasional lebih mengacu pada tujuan yang
bisa diukur dan bisa dipertanggung jawabkan. Tujuan operasional pada umumnya
berhubungan dengan program, proyek, orientasi staf dan karyawan yang ditujukan
pada kebutuhan kegiatan internal dan hasil akhir. Perencanaan operasional
didesain untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan dengan efisiensi
penggunaan sumber-sumber daya yang ada secara terorganisir dan
tersosialisasikan dengan baik dan tidak menyimpang dari ranah kebijakan
organisasi.
2. Sistem Komunikasi Perencanaan Pendidikan
Dalam perencanaan pendidikan memerlukan
beberapa konsep mengenai perubahan lingkungan pendidikan, kebutuhan organisasi
pendidikan akan perencanaan akibat perubahan lingkungan, ciri-ciri sistem yang
akan dipakai dalam perencanaan, dan beberapa teori perencanaan.
Hudson menunjukkan 5 proses perencanaan yaitu
radical, advocacy, transactive, synoptic, dan incremental yang dikatakan
sebagai taxonomy.
Perencanaan partisipatori berarti perencanaan
yang melibatkan beberapa yang berkepentingan dalam merencanakan sesuatu yang
dipertentangkan dengan merencanakan yang hanya dibuat oleh seseorang atau
beberapa orang atas dasar wewenang kedudukan, seperti perencana di tingkat
pusat kepala-kepala kantor pendidikan di daerah. Perencanaan partisipatori
banyak melibatkan orang-orang daerah yang memiliki kepentingan atas obyek yang
direncanakan.
karena itu perencanaan partisipatori,
memerlukan informasi dari masyarakat dalam arti perlu pendekatan pada
masyarakat untuk melaksanakan perencanaan pendidikan pada satu tempat (daerah).
Dalam arti hubungan lembaga pendidikan dengan komunikasinya merupakan dasar
untuk memudahkan pelaksanaan perencanaan pendidikan partispatori seperti
kebiasaan lembaga pendidikan dan masyarakat bekerja sama membangun pendidikan.
Komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat merupakan realisasi
teori common sense dalam komunikasi, bukan teori kompetisi atau teori kontrol.
3. Misi, Tujuan, dan Program Perencanaan
Setiap perencanaan pada umumnya memiliki satu tujuan perencanaan yang mencakup
langkah keseluruhan perencanaan, mulai perencanaan strategi sampai
keperencanaan operasional. Dengan demikian proses perencanaan melalui
tahap-tahap seperti:
1.
Menentukan kebutuhan dasar antisipasi terhadap perubahan lingkungan atau
masalah yang muncul
2.
Melakukan forecasting, menentukan program, tujuan, misi perencanaan.
3.
Menspesifikasi tujuan.
4.
Menentukan standar performan.
5.
Menentukan alat/metode/alternatif pemecahan
6.
Melakukan implementasi dan menilai
7.
Mengadakan reviu.
Karena itu perencanaan pendidikan memerlukan akuntabilitas dan kontrol
agar sesuai dengan lapangan kerja dalam perencanaan pendidikan, sehubungan
dengan usaha menciptakan iklim organisasi pendidikan yang hangat. Dalam hal ini
diperlukan kerjasama dengan masyarakat. Sebab kegiatan perencanaan pendidikan
pada umumnya tidak pernah bisa dilepaskan dari masyarakat, terutama pada
masyarakat yang ada di sekitarnya.
Itu sebabnya mengapa perlu komunikasi dengan masyarakat, semua itu ada
hubungannya di mana saling memberi, saling mendukung, dan saling menguntungkan
antara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Karena masyarakat turut
bertanggungjawab terhadap kemajuan dan kelancaran proses pendidikan dalam
lembaga pendidikan. Karena masyarakat sudah menjadi bagian kegiatan yang penting
dalam mengendalikan roda perjalanan organisasi pendidikan. Sehingga masalah
yang muncul baik dari lembaga sendiri maupun di masyarakat dapat diselesaikan
dengan mudah dan lebih tuntas.
Khusus para perencana pendidikan lebih-lebih perencanaan yang bersifat
partisipatori yang perencanaan dilakukan bersama di antara pecinta pendidikan
yaitu lembaga pendidikan dan warga masyarakat. Mereka yang dapat mempengaruhi
pendidikan dan dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang di sebut stakeholder.
Adapun alasan-alasan perlunya suatu perencanaan pendidikan itu dilakukan menurut Tjokroamidjojo (1995) didasarkan
pada tiga hal yaitu pada:
1.
Penggunaan sumber-sumber penggunaan secara efisien dan efektif
2. Keperluan
mendobrak kearah perubahan ekonomi dan dan sosial masyarakat
3. Yang
terpenting adalah arah perkembangan untuk kepentingan keadilan sosial
Perencanaan pendidikan menurut Combs (1982) dalam Saud
et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional
dari analisa sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
para peserta didik dan masyarakat.
Perencanaan pendidikan menurut Saud et all (2005),
“Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal
menentukan kebijkanan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk
mengembangkan system pendidikan Negara dan peserta didik yang dilayani”.
Dari definisi diatas, ada beberapa unsur penting yang
terkandung dalam perencanaan pendidikan :
1.
Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan
pendidikan
2. Proses
pembangunan dan pengembangan pendidikan
3. Prinsip
efektif dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan pemikiran ekonomis
sangat menonjol.
4. Kebutuhan
dan tujuan peserta didik dan masyarakat, artinya perencanaan pendidikan
mencakup aspek internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan itu
sendiri.
Perencanaan pendidikan sudah pasti harus memperhatikan
faktor lingkungan, situasi perekonomian dan faktor kebutuhan sosial politik,
karena pendidikan pembentukan watak manusia.
Oleh karena itu perencanaan pendidikan yang dilakukan
harus menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional mencakup
berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Selain itu perencanaan pendidikan
juga harus menggunakan sumber data yang tepat.
Data dasar (base line data) untuk perencana pendidikan
mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan tidak mungkin
dapat menegembangkan perencanaan pendidikan dengan baik. Data dasar ini
mencakup berbagai aspek di dalam dan di luar yang mempunyai hubungan erat
dengan pendidikan. Menurut Saud et all (2005) data dasar yang diperlukan dapat
dikelompokkan :
1.
Kependudukan
2. Data
ekonomi
3. Kebijakan
nasional
4. Data
kependidikan
5. Data
ketenagakerjaan
6. Nilai dan
sosial budaya
Salah satu
pendekatan dalam perencanaan pendidikan adalah
analisis kebutuhan sosial. Dalam hal ini perencanaan pendidikan harus
memperhitungkan kebutuhan pada masa sekarang dan yang akan datang. Jenis
pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat pada Undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan formal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik. Di samping juga satuan pendidikan nonformal terdiri
atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis sangat
dibutuhkan keberadaannya. Disamping juga keberadaan pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan formal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Dalam rumusan tujuan perencanaan dalam bentuk yang
lebih konkrit didasari dengan informasi yang akurat bukan hanya mengenai
keadaan yang sekarang melainkan juga lebih dikembangkan proses perencanaan di
masa mendatang, (Muljana: 2001).
4. Metode
Perencanaan Pendidikan
Beberapa metode yang umum digunakan dalam perencanaan,
tetapi dapat diterapkan di bidang pendidikan ditemukan oleh Augus W. Smith
(1982), antara lain:
a. Metode mean-ways and analysis (analisis mengenai alat-cara-tujuan)
Metode ini digunakan
untuk meneliti sumber-sumber dan alternatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Tiga hal yang perlu dianalysi dalam metode ini, yaitu: means yang berkaitan
dengan sumber-sumber yang diperlukan, ways yang berhubungan dengan cara dan
alternative tindakan yang dirumuskan dan bakal dipilih dan ends yang
berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga aspek tersebut ditelaah
dan dikaji secara timbal balik.
b. Metode
input-output analysis.
Metode ini
dilakukan dengna mengadakan pengkajian terhadap interelasi dan interdependensi
berbagai komponen masukan dan keluaran dari suatu system. Metode ini dapat
digunakan untuk menilai alternative dalam proses transformasi.
c. Metode
econometric analysis.
Metode ini
menggunakan data empirik, teori ekonomi dan statistika dalam mengukur perubahan
dalam kaitan dengan ekonomi. Metode ekonometrik mengembangkan
persamaan-persamaan yang menggambarkan hubungan ketergantungan di antara
variable-variabel yang ada dalam suatu system
d. Metode
Cause-effect.
Metode ini
digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan sikuen hipotetik untuk
memperoleh gambaran tentang masa depan. Metode ini sangat cocok untuk
perencanaan yang bersifat strategic.
e. Metode
Delphi.
Metode ini
bertujuan untuk menentukan sejumlah alternative program. Mengeksplorasi
asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “Judgments” tertentu dengan mencari
informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu consensus. Biasa metode ini
dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang bersifat umum untuk
diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik. Partisipan dalam metode ini
biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin ilmu tertentu.
f. Metode
heuristic.
Metode ini
dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan untuk mengakomodasi
pandangan-pandangan yang bertentangan atau ketidakpastian. Metode ini
didasarkan atas seperangklat prinsip dan prosedur yang mensistematiskan
langkah-langkah dalam usaha pemecahan masalah.
g. Metode
life-cycle analysis.
Metode ini
digunakan terutama untuk mengalokasikan sumber-sumber dengan memperhatikan
siklus kehidupan menghenai produksi, proyek, program atau aktivitas. Dalam
kaitan ini seringkali digunakan bahan-bahan komperatif denga menganalogkan
data, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah:
1. Fase Konseptualisasi;
2. Fase
Spesifikasi;
3. Fase
Pengembangan Prototype;
4. Fase
Pengujian dan Evaluasi;
5. Fase
Operasi;
6. Fase
Produksi.
Metode ini
bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan terutama dalam mengalokasikan
sumber-sumber pendidikan dengan melihat kecenderungan-kecenderungan dari
berbagai aspek yang dapat dipertimbangkan untuk merumuskan rencana dan program.
h. Metode
value added analysis.
Metode ini
digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan produksi atau pelayanan.
Dengan demikian, kita dapat mendapatkan gambaran singklat tentang konstribusi
dari aspek tertentu terhadap aspek lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N. 2000. Pengantar
Analisis Kebijakan Publik. Gajahmada University Press: Yogyakarta.
Hartoto http://fatamorghana.wordpress.com/2009/04/11/tujuan-pendidikan/>
Kaufman, Roger A (1972) Educational
Sytem Planing. Prentice-Hall. INC.
Murtiningsih, Siti. 2006. Pendidikan
Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Resist Press:
Yogyakarta.
Philip H. Coombs, 1992, What is
Educational Planning?, edisi Indonesia: Apakah Perencanaan Pendidikan itu,
Bharata Karya Aksara dan UNESCO, Jakarta
Tilaar, HAR. 2004. Standarisasi
Nasional Pendidikan: Suatu Tinjauan Kritis. Bandung: Rineka Cipta.
Tim penyusun, 2007, Rencana Induk
Pembangunan PendidikanProvinsi Jawa Barat, Bapeda Provinsi Jawa Barat.
http://www.aryadevi.co.cc/2010/03/., perencanaan-pendidikan-dan-keidealannya. html Seyogyanya tentang Perencanaan Pendidikan
http://edu-articles.com/metode-perencanaan-pendidikan/#more-48
http://tunas63.wordpress.com., Berbagi Ilmu dan Persaudaraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar