Peran
Pengembang Kurikulum Sekolah
Otonomi
pendidikan memberikan peluang kepada pihak – pihak yang terkait dengan dunia
persekolahan untuk dapat berinteraksi dan berkontribusi secara lebih intensif.
Interaksi intensif ini menjadi sangat wajar karena keberadaan sekolah memang
tidak dapat dilepaskan dari dunia luar (masyarakat). Masyarakat adalah pengguna
jasa pendidikan. Mereka memiliki dan menaruh harapan pada sekolah untuk dapat
memberikan bekal pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Kurikulum
sesungguhnya ialah apa yang terjadi di kelas dalam interaksi siswa dengan guru
dan siswa dengan lainnya dan dengan lingkungan.
Di dalam
kelas, kurikulum adalah benda hidup yang dinamis. Bukan sekedar kumpulan
dokumen cetak belaka. Guru harus menerjemahkan kurikulum itu dalam bentuk
interaksi hidup antara guru dan siswa. Untuk melaksanakan kurikulum itu dan
juga dalam usaha untuk mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan anak dalam masyarakat tertentu diperlukan peserta lain. Mereka
adalah berbagai unsur yang setiap hari terlibat dalam kurikulum yakni guru,
murid, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dari Dinas Pendidikan.
Pemeran
utama dalam pengembangan KTSP adalah kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.
Pemerintah, perguruan tinggi, ahli kurikulum dan berbagai lapisan masyarakat
merupakan orang – orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Dengan kata
lain, pengembangan kurikulum sekolah dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
kelompok Intern (dari dalam) sekolah dan kelompok ekster (dari luar) sekolah.
PERAN KEPALA
SEKOLAH
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Secara umum,
peran dan fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, peran sebagai manajer. Sebagai manajer mengkepala sekolah
bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Kepala sekolah mengkordinasikan
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan
mengendalikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam aspek perencanaan, kepala sekolah merupakan pelaku yang selalu terlibat
bahkan sering menjadi tumpuan dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan
kurikulum. Dalam aspek pengorganisasian, kepala sekolah mengorganisasikan
unsure – unsure, baik unsur manusia maupun unsure nonmanusia.
Dalam aspek
pelaksanaan, kepala sekolah juga sebagai pelaksana lapangan. Ia adalah orang
yang mengkordinasikan pengembangan kurikulum, dan sekaligus menerjadikan atau
menerapkan kurikulum. Kepala sekolah bertugas sebagai pemimpin dan berperan
sebagai penanggung jawab atas pengembangan kurikulum.
Kedua, Peran sebagai Inovator, Sebagai tokoh penting di sekolah,
kepala sekolah harus mampu melahirkan ide – ide baru yang kreatif. Pengembangan
kurikulum sering kali bermula dari gagasan kepala sekolah. Kepala sekolah harus
mampu menghadirkan insiparsi dan ide pembaharuan, sehingga program sekolah
(kurikulum) yang dijalankan senantiasa actual/ mutakhir.
Ketiga, peran sebagai fasilitator, dalam pengembangan kurikulum,
pelaksana teknis pengembangan biasanya tidak langsung oleh kepala sekolah,
melainkan oleh tim khusus yang ditunjuk. Namun demikian, kepala sekolah terus
melakukan komunikasi dengan tim itu dan memfasilitasinya untuk mengatasi
berbagai persoalan yang muncul.
Kepala
sekolah mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan kurikulum. Sebagai
pemimpin professional, ia menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan,
termasuk generasi muda, ke dalam kurikulum. Dialah tokoh utama yang mendorong
guru agar senantiasa melakukan upaya – upaya pengembangan, baik bagi diri guru
maupun tugas keguruannya.
Masih banyak
pihak lain selain kepala sekolah yang dapat membantu pengembangan kurikulum.
Namun demikian, kepala sekolah dan guru merupakan pemeran utama yang perlu
menerima, mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam
kurikulum sekolah.
PERAN GURU
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
Apabila kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah, maka guru
merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan layanan pendidikan sekolah. Gurulah
pemeran uatama aktivitas sekolah. Karena itu tugas gur merupakan profesi yang
menuntut keahlian, bukan sekadar “tukang mengajar”. Karena tugas guru sehari –
hari terkait dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah, maka peran guru dalam
pengembangan kurikulum sekolah diantaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, guru sebagai pemberi pertimbangan. Keputusan mengenai kurikulum
sekolah secara institusional terletak pada tangan kepala sekolah. Dalam konteks
ini guru adalah pemberi pertimbangan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kedua, guru sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah. Konsep ini
dapat ditarik kedalam dua konteks. Kesatu, guru sebagai pelaksana proses
pengembangan kurikulum sekolah terlibat sebagai tim yang ditunjuk untuk membuat
kurikulum sekolah.
Selanjutnya, guru sebagai pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah.
Peran ini berkaitan dengan tugas pokok guru sebagai pengampu proses
pembelajaran mata pelajaran tertentu. Disini guru menjabarkan kurikulum sekolah
menjadi bentuk – bentuk program yang lebih rinci (silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran).
Dalam melakukan perubahan kurikulum, hendaknya diselidiki dan dipertimbangkan
sikap dan reaksi guru terhadap perubahan itu. Keberhasilan perubahan yang
terjadi bergantung pada kesusaiannya dengan nilai – nilai guru dan taraf
pertisipasinya dalam perubahan itu.
Penjelasan
diatas menunjukkan bahwa yang memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum ialah guru karena dialah yang paling bertanggung jawab
atas mutu pendidikan anak – didiknya. Terkadang guru terkendala karena masalah
profesionalitasmya, karena pembelajaran yang dilakukannya tidak berbeda dari
waktu kewaktu, hanya mengulang – ulang.
Profesionalisme
guru akan dapat berkembang, apabila ia membiasakan diri untuk : (1) berunding
dan bertukar pikiran dengan siswa, dan terbuka terhadap pendapat mereka, (2)
belajar terus dengan membaca literatur yang terkait dengan profesinya, (3)
bertukar pikiran dan penglaman dengan teman guru – guru lainnya atau dengan
kepala sekolah. Perkembangan profesionalisme akan terbantu bila sekolah
secara berkala mengadakan rapat atau diskusi khusus untuk membicarakan hal –
hal yang terkait dengan kurikulum serta perbaikannya.
PERAN KOMITE
SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan diberlakukannya otonomi
sekolah. Ini ditetapkan pada keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor
044/U/2002. Dalam keputusan ini, komite sekolah dimaksudkan sebagai sebuah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan
baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan
luar sekolah.
Pembentukan komite sekolah bertujuan : (1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi
dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program
pendidikan sekolah , (2) meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, serta (3) menciptakan suasana dan kondisi yang
transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan sekolah yang berkualitas.
Bertolak dari tujuan tersebut, komite sekolah memiliki peran sebagai berikut:
1. Advisory agency, yaitu pemberi
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekolah.
2. Suporting agency, yaitu pendukung
baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga, dalam
penyelengaraan pendidikan sekolah.
3. Controlling agency, yaitu pengontrol
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan sekolah; serta
4. Mediate agency, yaitu mediator
antara pemerintah dan masyarakat
Peran komite
sekolah dalam pengembangan kurikulum tidak terlepas dari keempat peran
tersebut. Keempat peran tersebut saling terkait satu sama lain dan berlangsung
secara simultan. Sebagai advisory agence, komite sekolah dapat
memberikan/menyampaikan gagasan, usulan–usulan, atau pertimbangan–pertimbangan
untuk penyempurnaan kurikulum yang ada menuju kurikulum sekolah yang lebih
baik.
Walaupun secara pokok sudah tersedia kurikulum tingkat nasional, namun masih
terbuka bagi pihak sekolah untuk melaksanakan eksplorasi, pengembangan, dan
penajaman-penajaman, serta dikemas dalam program inti atau program tambahan,
kegiatan intrakulikuler ataupun ekstrakulikuler. Dalam peran Advisory agence
ini pula komite sekolah terlibat dalam pengesahan kurikulum sekolah.
Terkait dengan peran sebagai advisory agence, maka komite sekolah berada
dalam komitmen lanjutan. Muncullah peran berikutnya, yaitu supporting
agence. Pengembangan kurikulum berkait dengan banyak persoalan baik
yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, yang bersifat manusia dan
non manusia. Dalam hal ini, dukungan komite sekolah dapat berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga.
Komite sekolah adalah sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun
jalur pendidikan luar sekolah.
Kurikulum pada dasarnya adalah rencana program pendidikan. Karenanya dalam
pengembangan kurikulum harus dipikirkan dan direncanakan segenap aspek
kurikulum. Dengan maksud mewadahi dan memaksimalkan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan, maka disinilah peran sebagai supporting
agence menjadi sangat menentukan.
Sebagai controlling agency, komite sekolah melakukan kontrol atas
penyelenggaraan program pendidikan. Transparansi dan akuntabelitas
penyelenggaraan dan hasil pendidikan sekolah harus diwujudkan.
Dalam konteks pengembangan kurikulum, peran kontrol komite sekolah ini bisa
pula diarahkan pada pengawasan, misalnya, apakah proses pengembangan yang
ditempuh sudah memenuhi norma/ketentuan sebagaimana harusnya, apakah
pengembangan kurikulum telah memperhatikan dan melibatkan pihak-pihak yang
terkait, apakah sudah terukur untuk kemajuan anak, dsb. Peran ini harus dapat
diterapkan agar pengembangan kurikulum benar-benar komprehensip.
Sebagai media agency, komite sekolah bertindak sebagai mediator
antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Dengan peran komite sekolah sebagai
mediator, maka pengembangan kurikulum sekolah menjadi lebih terbuka dalam
mengeksplorasi sumber daya yang ada disekitar sekolah. Program (kurikulum)
sekolah pun menjadi lebih dinamis.
Pada akhirnya, dengan bersinerginya kepala sekolah, guru, dan komite sekolah
dalam pengembangan kurikulum, hal itu akan menjadi penyelenggaraan pendidikan
di sekolah lebih dinamis dan semakin besar peluangnya untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Peran Siswa
dalam pengembangan kurikulum
Pada tingkat kegiatan kelas, bila guru bertanya, bagaimana pendapatnya tentang
pelajaran, apa yang ingin dipelajarinya tentang suatu topik, atau bila guru
mengajak siswa turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan belajar, pada
pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah progresif kepada
murid diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang apa yang mereka harapkan
dari pelajaran.
Strategi
Pengembangan
1.
Mengubah sistem pendidikan
Mengubah seluruh sistem pendidikan
hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Depdiknas, yang mempunyai
wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum secara total.
Pendekatan perubahan kurikulum
memiliki sejumlah kelemahan. Para pakar kurikulum yang dilibatkan
biasanya kurang mencerminkan keterwakilan pemikiran dan keahlian para pakar
yang tersebar di seluruh negara. Bila semua perubahan kurikulum hanya
datang dari pemerintah pusat, dalam jangka panjang akan mengekang dan membatasi
kreativitas para guru dalam mengembangkan kurikulum. Bagi para guru, perbaikan
atau perubahan kurikulum kerap hanya berperan sebagai penerima kebijakan
orang-orang yang secara resmi diberi status sebagai pemimpin urusan kurikulum.
2.
Mengubah kurikulum
tingkat lokal
Kurikulum yang nyata, yang riil,
hanya terdapat di tempat guru dan murid berada, yakni di sekolah. Di sinilah
masalah kurikulum yang sesungguhnya berada. Betapa pun ketat dan rincinya
sebuah kurikulum, guru selalu mendapat kesempatan untuk mencoba pikiran dan
kreativitasnya. Kelaslah yang menjadi garis depan serta basis perubahan
dan pengembangan kurikulum.
Perubahan kurikulum di sekolah tidak
berarti bahwa sekolah itu menyendiri dan melepaskan diri dari kurikulum resmi.
Sekolah itu tetap bergerak dalam kerangka kurikulum resmi yang berlaku,
akan tetapi sekolah berusaha menyesuaikan dan mengaitkannya dengan kebutuhan
anak dan lingkungan. Kurikulum seperti ini ada yang menyebutnya sebagai
“kurikulum plus”.
3.
Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan
staf
Kurikulum sekolah akan mengalami
pengembangan jika mutu guru ditingkatkan. In-service training dianggap
lebih formal, dengan rencana yang lebih ketat, diselenggarakan atas instruksi
pihak atasan. Pengembangan staf lebih baik tidak formal, sehingga lebih bebas
dan sesuai dengan kebutuhan guru.
4.
Supervisi
Supervisi adalah memberi pelayanan
kepada guru agar dapat melakukan pembelajaran lebih efektif. Tujuannya
ialah membantu guru mengadakan pengembangan dalam pengajaran.
5.
Reorganisasi sekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah
itu ingin merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan menerima cara
yang sama sekali baru. Hal ini antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan
menerapkan misalnya team teaching, non grading, metode unit, dan open
school. Hal serupa akan jarang terdapat di negara kita dewasa ini, kecuali
bila di adakan eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
6.
Eksperimentasi dan penelitian
Ciri kemajuan ialah perubahan dan
perbaikan. Penelitian atau riset pendidikan belum cukup banyak dilakukan di
negara kita. Hasil penelitian pun tidak langsung dapat diterapkan. Diperlukan
waktu yang cukup sebelum hasil penelitian itu dapat diterima oleh khalayak
luas.
Yang lebih mungkin dilaksanakan
ialah eksperimentasi, yakni mencobakan metode atau bahan baru. Pada dasarnya
setiap kurikulum baru harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan ke
semua sekolah.
Langkah-langkah
dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Agar usaha pengembangan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik, maka perlu
diperhatikan langkah-langkah pengembangan kurikulum di sekolah. Langkah-langkah
itu mencakup :
1. Selidiki berbagai kebutuhan sekolah,
antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan kebutuhan akan perubahan dan
perbaikan.
2. Mengidentifikasi masalah serta
merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang berbagai kebutuhan yang
disebut di atas, lalu memilih salah satu yang dianggap paling mendesak diatasi.
3. Mengajukan saran perbaikan, yang
dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang
berlaku, menilai maknanya bagi pengembangan sekolah, dan menjelaskan makna
serta implikasinya.
4. Menyiapkan desain perencanaan yang
mencakup tujuan, cara mengevaluasi, menentukan bahan pelajaran, metode
penyampaian, percobaaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan dan
seterusnya.
5. Memilih anggota panitia, sedapat
mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing.
6. Mengawasi pekerjaan panitia,
biasanya oleh kepala sekolah.
7. Melaksanakan hasil kerja panitia
oleh guru dalam kelas. Karena pekerjaan ini tidak mudah, kepala sekolah
hendaknya senantiasa menunjukkan penghargaannya terhadap pekerjaan semua pihak
yang terlibat dalam usaha pengembangan kurikulum.
8. Menerapkan cara-cara evaluasi,
apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan, karena apa yang indah di
atas kertas belum tentu dapat diwujudkan.
9. Memantapkan perbaikan, bila ternyata
usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman selanjutnya.
Pada taraf
permulaan hendaknya diambil suatu proyek yang sederhana, yang
memungkinkan untuk dapat dilaksanakan dengan baik. Ketidakberhasilan akan
menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan pengembangan di masa
mendatang. Jadi, jangan didesak melakukannya dengan tergesa-gesa. Ada
pengembangan kurikulum yang fundamental yang memakan waktu puluhan tahun.
Perubahan kurikulum senantiasa melibatkan perubahan manusia yang
melaksanakannya. Agar kurikulum berubah, maka guru sendiri harus berubah dan
didorong untuk berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar