Kamis, 19 Mei 2022

Pengembangan Kemitraan (Partnership) antara LPTK dengan Sekolah-Sekolah dalam Konteks Pembelajaran

 

 Pengembangan Kemitraan (Partnership) antara LPTK

dengan Sekolah-Sekolah dalam Konteks Pembelajaran

 

Oleh : Dr. H. Azis Mahfuddin, M.Pd.

 

Isu Pokok : Output LPTK Kurang Relevan Dengan Kebutuhan Lapangan

 

Pendahuluan

Tantangan kebutuhan adalah salah satu tantangan utama bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).  Kesempatan belajar di perguruan tinggi selama ini cenderung digunakan sebagai tujuan untuk mencapai status kredensial (memperoleh gelar kesarjanaan) ketimbang tujuan untuk menguasai suatu bidang keahlian yang sesuai.  Karena itu tidak mengherankan jika perluasan kesempatan ini lebih menonjol pada program-program pendidikan tinggi yang kurang dibutuhkan secara langsung dalam proses industrialisasi dan teknologi di era globalisasi ini. Sementara lulusan pendidikan tinggi yang lebih dibutuhkan dalam proses itu cenderung masih jarang.

 

Masalah tersebut di atas telah terjadi juga dalam tingkat yang sangat mendasar pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Penyelenggaraan LPTK saat ini agaknya lebih mendasarkan diri pada tumbuh pesatnya permintaan sosial (social demand) akan pendidikan tinggi dari pada didasarkan pada perencanaan yang cermat akan kebutuhan guru.

 

Kecenderungan ini banyak dibuktikan dengan berbagai ketimpangan antara persediaan dan kebutuhan tenaga guru yang telah berlangsung sejak lama. Dugaan sementara fihak, menunjukkan bahwa LPTK jauh lebih banyak menghasilkan tenaga guru yang sebenarnya kurang dibutuhkan. Sementara itu guru yang banyak dibutuhkan oleh pemakai, telah dihasilkan oleh LPTK dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Apabila ketimpangan ini dibiarkan terus menerus, maka sistem pendidikan di Indonesia akan berlangsung dengan sangat tidak efisien.

 

Tentu saja masalah tersebut merupakan salah satu tantangan bagi LPTK, karena tugas utama LPTK adalah menghasilkan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pemakai dalam jumlah, jenis keahlian dan sebarannya. (SPTK-21, 2002).  Pemakai tenaga guru adalah sistem pendidikan nasional yang memiliki tugas berat dalam pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam proses globalisasi.

 

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kuantitas, kualitas dan relevansi tenaga guru masih merupakan masalah yang cukup rumit, sehingga dapat mempengaruhi menurunnya mutu dan kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan berbagai sektor pembangunan. Dengan demikian tugas utama LPTK selain menghasilkan guru dan tenaga kependidikan lainnya, juga melaksanakan perencanaan kebutuhan dan persediaan guru, agar guru dan tenaga kependidikan lainnya dapat didayagunakan oleh pemakai secara efisien.

 

Permasalahan   

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam kiprahnya banyak menghadapi masalah. Masalah yang dihadapi tentu saja memerlukan pemecahan secara baik dan terarah, agar lembaga tersebut memiliki kehandalan dalam menghasilkan calon-calon guru atau calon-calon tenaga kependidikan lainnya.

 

Adanya isu atau masalah “kurang relevannya output LPTK dengan kebutuhan lapangan”, menimbulkan pertanyaan  “mengapa hal itu terjadi?”

Isu itu muncul, mungkin disebabkan oleh adanya indikator-indikator sebagai berikut:

1) Masih banyak guru (lulusan LPTK) yang mengajar bukan pada bidangnya;

2) Adanya ketidak-selarasan antara nama-nama mata kuliah dalam kurikulum LPTK dengan nama-nama  mata pelajaran dalam kurikulum  sekolah (misalnya di SMA); 

3) Tidak adanya  keterkaitan kurikulum secara berjenjang dari mulai SLTP,  SLTA sampai  dengan kurikulum perguruan tinggi LPTK.

4) Tidak adanya tindakan awal berupa studi kelayakan  (needs analysis) di lapangan dalam menyusun kurikulum LPTK  dan kurikulum  sekolah; 

5) Kurang terjalinnya kerja sama atau kolaborasi antara lembaga Pendidikan Tinggi dengan lembaga Pendidikan Dasar Menengah;  dan

6) Kurang optimalnya program kerjasama (partnership) antara  lembaga pendidikan  tenaga kependidikan dengan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga lain yang terkait.

 

Tulisan ini khusus membahas masalah yang berkenaan dengan pengembangan partnership (kemitraan) dengan sekolah-sekolah sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam mengatasi masalah pendidikan yang berkenaan dengan “kurang relevannya output LPTK dengan kebutuhan lapangan”. 

 

Pengertian Partnership (Kemitraan) dalam konteks kerjasama LPTK dengan sekolah

Banyak istilah yang pengertiannya senada atau mirip dengan istilah partnership, di antaranya adalah  kemitraan,  kerjasama, kolaborasi,  kooperatif, relationship dan lain-lain.

Partnership menurut makna kamus  adalah persekutuan, atau persekongkolan.  Kemitraan, yang kata dasarnya mitra maknanya adalah  teman, kawan kerja atau pasangan kerja, dan atau perihal hubungan (jalinan kerja)  sebagai mitra.  Sementara istilah kolaborasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perbuatan kerja sama dengan musuh. Tetapi makna yang berkembang saat ini adalah sesuatu yang positif sebagai bentuk jalinan kerjasama yang saling mengisi.   Sedangkan kooperatif maknanya juga berupa sikap kerjasama; dan relationship adalah (per) hubungan  atau pertalian sebagai salah satu indikator dari kerjasama atau partnership.

 

Dari makna kata atau istilah tersebut,   partnership (kemitraan) dapat didefinisikan sebagai berikut:

Partnership (kemitraan) merupakan bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka pertukaran informasi (shared information), saling menarik keuntungan (mutual interest benefit) dalam bidang tertentu melalui jalinan kesepahaman (MoU).

     

Sementara partnership atau kemitraan dengan sekolah-sekolah dalam konteks kemitraan LPTK adalah adanya jalinan kerjasama dalam hal tertentu (misalnya dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan latihan) untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian bersama, dan lain sebagainya.

Sedangkan pengembangan kemitraan merupakan upaya mencari atau menemukan model kerjasama yang dapat dilakukan, dan bermanfaat bagi semua fihak, misalnya kerjasama LPTK dengan sekolah-sekolah dalam bentuk Research for the Improvement of Instruction (RII) dan lain-lain. 

Atas dasar itu semua, kemitraan dengan sekolah-sekolah merupakan salah satu bentuk solusi (pemecahan) terhadap isu atau permasalahan KURANG RELEVANNYA OUTPT LPTK DENGAN KEBUTUHAN LAPANGAN.

 

Karakteristik Partnership (Kemitraan)

Partnership atau kemitraan merupakan bentuk kerjasama antar lembaga yang memiliki ciri atau karakteristik tertentu. Ciri atau karakteristik tertentu itu di antaranya adalah :

1) adanya kebersamaan, dalam pengertian senasib sepenanggungan. Keuntungan dan kerugian, baik secara moral maupun material ditanggung bersama tanpa merugikan salah satu pihak.

2) memiliki tujuan  atau visi yang sejalan. Kesejalanan ini memberikan kemudahan dalam menghadapi masalah bersama.

3) adanya jaringan (network) yang memudahkan saling tukar dan berbagi informasi dalam kiprah kerjasama yang telah disepakati

4) bersifat mutual interest benefit, yakni saling menguntungkan satu sama lain, baik secara finansial maupun secara kepentingan non-finansial dari masing-masing lembaga.

5) adanya sharing informasi atau tukar-bagi informasi yang bermanfaat dan berkenaan dengan bidang kerja sama yang telah disepakati.

6) memiliki kepentingan bersama

7) memiliki kedudukan setara atau diupayakan untuk setara agar tidak menghambat berlangsungnya kerjasama

8) memiliki hubungan kerja yang kontinu (berlangsung secara berproses dari awal sampai akhir) dan berkesinambungan

9) adanya tanggung jawab bersama (shared responsibility);  dan

10) ada bukti atau tanda tertulis bentuk kerjasama,  semacam  MoU.

 

Pentingnya Partnership (Kemitraan) dalam Dunia Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, masyarakat merupakan satu komunitas yang memberi inspirasi bagaimana dan kemana pendidikan itu diarahkan. Konteks pendidikan dan masyarakat pada dasarnya membentuk satu hubungan yang bersifat timbal balik. Dalam hubungan timbal balik tersebut, masyarakat atau lingkungan sosial mempengaruhi pendidikan; dan sebaliknya pendidikan pun mempengaruhi masyarakat. Peluang dan tantangan pendidikan timbul dalam dinamika hubungan keduanya, yakni masyarakat dan pendidikan.

 

Bersamaan dengan itu, globalisasi, teknologi informasi, industrialisasi dan lain-lain adalah konteks perubahan masyarakat sedunia. Semua konteks perubahan masyarakat tersebut dengan berbagai konsekuensi sosial (seperti demokratisasi, persaingan bebas, perubahan sikap, rasionalisasi dan lain sebagainya), mempengaruhi sistem pendidikan.

 

Satu kebijakan pendidikan yang dapat diambil dalam konteks perubahan masyarakat global itu adalah  partnership atau kemitraan antar lembaga pendidikan, industri dan dunia kerja. Dapat dipastikan, hampir tidak ada institusi pendidikan yang mampu menjawab secara reaktif atau proaktif mengenai kecenderungan perubahan masyarakat yang sangat kompleks tersebut, tanpa adanya kemitraan atau kerjasama dengan dunia luar.

 

Dalam konsep SPTK (Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan) abad 21, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sudah seharusnya menjalin kemitraan atau kerja sama dengan lembaga-lembaga lain, baik antar LPTK sendiri maupun dengan lembaga di luar LPTK. Kemitraan atau kerja sama ini didasari oleh adanya satu kebutuhan dalam mengemban misi kependidikan, yakni menghasilkan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya yang relevan dengan kebutuhan lapangan. Jaringan kemitraan ini perlu diprogramkan dan diperluas, dalam bentuk short term programs dan long term programs dengan prinsip  shared information program, yakni saling tukar informasi dan juga  mutual interest benefits (saling menarik keuntungan).

 

Karena itu bidang-bidang garapan yang menjadi perhatian dalam menjalin kemitraan dan perluasan jaringan kerjasama tersebut adalah bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat, sebagaimana yang diemban oleh Tri Dharma Perguruan Tinggi.

 

Dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang perlu mendapat perhatian adalah 1) pengembangan kurikulum;  2) pengembangan materi;  3) pengembangan/pertukaran staf  (staff development);  4) pertukaran mahasiswa;  5) praktek mengajar (PPL) atau Program Latihan Profesi (PLP);  6) bantuan layanan mahasiswa;  7) penugasan staf mengajar di sekolah (academic staff deployment); 8) peminjaman buku antar perpustakaan LPTK;  9) komperensi jarak jauh;  10) ELAQA (Entry Level Assessment and Quality Assurance; dan  11) Proses Belajar Mengajar (Teaching Learning Process).

 

Dalam bidang penelitian, dapat dikembangkan antara lain  1) RII (Research for Instructions Improvement);  2) PTK (Penelitian Tindakan Kelas);  3) Penelitian Kebijakan Pendidikan;  4) Penelitian Atas Dasar Kepentingan Bersama;  5) Publikasi Bersama,  dan lain-lain. 

 

Sedangkan dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, dikembangkan antara lain  1) pusat komunitas;  2) pengembangan karier;  3) bimbingan dan konseling;  4) pusat bahasa;  dan 5) pelayanan regional.   

 

 

 

Beberapa Contoh Pengembangan Kemitraan dengan Sekolah-sekolah

a. Pengembangan Kemitraan dalam bidang PPL atau PLP

PPL (Program Pengalaman Lapangan) atau PLP (Program Latihan Profesi) merupakan salah satu kegiatan dan pelatihan profesional tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan lainnya. Tujuannya adalah untuk melatih dan membina calon-calon guru atau tenaga kependidikan lainnya secara profesional, bertangung jawab, berdedikasi dan berdisiplin.  (Pedoman Akademik UPI, 2006).

Pelaksanaan kegiatan PPL dikoordinasikan oleh UPT PPL (dulu), bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang akan dijadikan tempat pelatihan atau praktik mengajar para calon guru. Tentu saja kerja sama antara LPTK dengan sekolah-sekolah tadi  didasari oleh adanya saling pengertian dan saling membantu dalam meningkatkan kualitas profesional calon guru yang dampaknya akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Bagaimana bentuk kerja sama itu dilakukan, sangat tergantung pada  kebijakaan yang diambil oleh LPTK itu sendiri; artinya kebijakan tersebut perlu didukung oleh prinsip mutual interest benefits.

 

Kerja sama LPTK dengan sekolah-sekolah seyogyanya terus dibina dan dikembangkan secara lebih erat melalui pembinaan hubungan kemitraan yang tidak saja dalam bentuk kesepakatan (MoU), tetapi juga secara periodik ditindak-lanjuti melalui kunjungan kerja  seorang pengambil kebijakan Perguruan Tinggi LPTK yang bersangkutan. Hal ini perlu dilakukan agar sekolah-sekolah dimaksud mendapat pengakuan formal dan memiliki ikatan batin yang kuat dengan lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang notabene menghasilkan guru-guru yang handal. Dengan demikian setiap kesempatan  praktek PPL atau PLP akan dilaksanakan, tidak mengalami hambatan yang berarti.   

 

Secara teknis, keterlibatan guru pamong (istilah saat ini dosen luar biasa) di sekolah sangat membantu pelaksanaan pelatihan atau PLP tersebut. Demikian juga keterlibatan dosen pembimbing PT  LPTK yang dalam kiprahnya memberikan teori-teori PBM yang digunakan sebagai bekal ketika para praktikan mengajar di lapangan. Dalam pelaksanaan praktek mengajar, kolaborasi antara guru pamong (dosen luar biasa) dengan dosen pembimbing praktek perlu dipertegas kembali agar terjadi kesesuaian antara apa yang diperoleh di bangku kuliah (dalam bentuk teori)  dengan apa yang terjadi di lapangan. 

 

Kemitraan atau kerja sama antara guru pamong (dosen luar biasa) dengan dosen pembimbing dalam memperbaiki sistem pembelajaran atau praktek di kelas, sangat membantu dan mempermudah transfer pengalaman praktikan.  Namun ini pun sangat tergantung pada kebijakan PT LPTK dalam memenuhi “kewajaran kebutuhan” secara finansial, baik bagi guru pamong (dosen luar biasa) maupun bagi dosen pembimbing praktek.

 

Pola kemitaran atau kerja sama di atas seyogyanya menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan LPTK untuk tetap komit terhadap misi dan visi lembaga, yakni menghasilkan guru atau tenaga kependidikan lainnya secara profesional, berdisiplin tinggi, dan bertanggung jawab.

 

b. Pengembangan kemitraan dalam bidang PTK (Penelitian Tindakan Kelas)

Upaya meningkatkan kompetensi dosen untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi saat melaksanakan tugasnya, dapat dilakukan melalui penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP) yang lazim dikenal dengan sebutan RII (Research for Instructional Improvement).  Upaya tersebut akan memberi dampak positif terhadap peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah pembelajaran yang mencakup kualitas isi, efisiensi dan efektivitas, proses dan hasil pembelajaran. Demikian pula upaya tersebut diharapkan memberi dampak pada peningkatan kepribadian dan profesionalisme pendidik.

 

Salah satu jenis RII tersebut adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang lazim disebut Classroom Action Research (CAR). Salah satu karakteristik CAR adalah bahwa masalah yang ingin dipecahkan, berkenaan dengan masalah pembelajaran nyata yang merisaukan dosen pengampu mata kuliah sebagai pertanggungjawaban profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.

 

CAR dilaksanakan melalui kolaborasi antara dosen dengan dosen atau antara dosen dengan mahasiswa untuk menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan.

 

Dalam konteks kemitraan dengan sekolah-sekolah,  CAR dilaksanakan oleh para dosen bekerja sama dengan guru di SMP/SMA/SMK secara kolaboratif.  Upaya kolaboratif ini didasarkan pada pemikiran bahwa dosen secara teoritis menguasai bidang keilmuan dan strategi ( pendekatan ) pembelajaran; sedangkan guru sebagai praktisi lebih menguasai praktek pembelajaran di dalam kelas. Bila dosen LPTK dan guru di sekolah mampu memadukan teori dan praktek, serta mampu menciptakan kerja sama dengan baik seperti ini, maka upaya kolaborasi dapat mendorong kemitraan LPTK dengan sekolah secara berkesinambungan.

 

Yang jadi persoalan di sini adalah bagaimana mekanisme kolaborasi dosen dan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas tersebut  agar  proses dan hasil pembelajaran dapat diperbaiki.

 

Dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, ada beberapa langkah kolaborasi dosen dan guru yang harus ditempuh, di antaranya persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut.

 

Pada langkah persiapan, dosen dan guru hendaknya menjalin hubungan lebih dulu secara baik dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK). Persyaratan yang meski dipenuhi, tentunya adalah adanya kesamaan visi dalam bidang  keahliannya; dan adanya kemauan untuk memperbaiki mutu proses dan hasil belajar siswa.

 

Pada langkah perencanaan, kolaborasi dosen dan guru berkenaan dengan pembicaraan atau diskusi yang diawali dengan pertanyaan dosen mengenai masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran, dan upaya-upaya yang pernah dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut. Dari hasil diskusi, mungkin dosen atau guru, atau secara bersama menentukan alternatif yang akan dipilih untuk PTK. Diharapkan dalam kolaborasi ini, peranan guru lebih dominan; sementara dosen berperan sebagai fasilitator atau konseptor perencanaan PTK. Pada tahap berikutnya guru dan dosen secara bersama mendiskusikan garis besar isi proposal, sebelum menyusunnya secara lengkap. Dalam menyusun proposal, sebaiknya guru tersebut tetap didampingi oleh dosen atau secara bersama-sama menyusunnya langkah demi langkah, agar guru memperoleh wawasan tentang penyusunan proposal penelitian.

 

Pada langkah pelaksanaan, guru adalah pelaksana utama penelitian tindakan kelas. Sementara dosen bertindak sebagai ketua peneliti sekaligus sebagai observer dalam pelaksanaan PTK, di samping sebagai penilai proses penelitian. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas biasanya terdiri atas beberapa siklus, tergantung kebutuhan. Pada akhir setiap siklus, guru (sebagai peneliti utama) melakukan analisis proses dan hasil PTK; kemudian melakukan refleksi untuk memperbaiki atau menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya. Sebelum pelaksanaan PTK, peneliti harus menyusun program pembelajaran dalam bentuk satpel (skepel) yang di dalamnya memuat  tujuan yang akan dicapai,  materi,  kegiatan pembelajaran yang berisi tindakan yang hendak dilaksanakan,  dan evaluasi  mengenai keberhasilan proses pembelajaran.

 

Alat evaluasi terdiri atas  tes yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menguasai materi; observasi untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran; dan catatan-catatan khusus mengenai kejadian atau fenomena yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung. Pada akhir PTK, tim peneliti (guru dan dosen) bersama-sama mendiskusikan dan menyimpulkan hasil PTK  dalam bentuk  a) program tindakan yang telah disempurnakan; b) bukti secara empiris yang menunjukkan keberhasilan tindakan yang telah dilaksanakan; dan c) rekomendasi mengenai bagaimana menggunakan tindakan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran di sekolah.  

  

Pada langkah tindak lanjut (setelah pelaksanaan PTK melalui kolaborasi dosen-guru), dilaksanakan sosialisasi hasil PTK kepada para guru di sekolah.  Tujuannya adalah untuk membudayakan PTK di kalangan para guru agar mampu melaksanakan PTK dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran. Hasil PTK juga dapat didiskusikan secara bersama dengan para guru untuk kemudian ditindak-lanjuti melalui penelitian-penelitian berikutnya dengan mata pelajaran yang berbeda.

 

Kemitraan antara dosen dan guru dalam kegiatan PTK tersebut memberikan kontribusi nyata dalam memperbaiki proses pembelajaran. Kemitraan juga akhirnya  berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa  khususnya dan kualitas pendidikan pada umumnya.  Dengan demikian kemitraan antara LPTK dengan sekolah-sekolah akan  terjalin baik apabila terjadi pemahaman yang sama tentang “betapa pentingnya KEMITRAAN dalam konteks pendidikan”.

 

   

Dr. H. Azis Mahfuddin, M.Pd. adalah dosen FPBS UPI dan dosen Pasca Sarjana UPI yang berlatar belakang pendidikan S1 bahasa Asing (Jerman), S2 Bimbingan dan Penyuluhan, dan S3 Pengembangan Kurikulum.

 

 

 

Daftar Pustaka

-Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia, 2004, Pedoman Akademik UPI,   Bandung.

-Departemen Pendidikan Nasional,  2002,  Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad 21.

-----------,  2005,  Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di LPTK  (Research for Instructional Improvement),  Jakarta

-----------,   2004,  Penelitian Untuk Perbaikan Kualitas Pembelajaran di LPTK (RII), DP3M, Ditjen Dikti,  Jakarta.

-Marzuek, Kas, dkk.,  2002,  Education in A Global Society,  A Comparative Perspective,  Allyn Bacon,  Needhams Hieghts.

   

 

 

  

   

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN