Pengembangan
Kemitraan (Partnership) antara LPTK
dengan Sekolah-Sekolah dalam
Konteks Pembelajaran
Oleh : Dr. H. Azis Mahfuddin, M.Pd.
Isu Pokok : Output LPTK Kurang Relevan Dengan Kebutuhan
Lapangan
Pendahuluan
Tantangan kebutuhan adalah salah satu tantangan utama bagi Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Kesempatan belajar di perguruan tinggi selama ini cenderung digunakan
sebagai tujuan untuk mencapai status kredensial
(memperoleh gelar kesarjanaan) ketimbang tujuan untuk menguasai suatu bidang
keahlian yang sesuai. Karena itu tidak
mengherankan jika perluasan kesempatan ini lebih menonjol pada program-program
pendidikan tinggi yang kurang dibutuhkan secara langsung dalam proses
industrialisasi dan teknologi di era globalisasi ini. Sementara lulusan
pendidikan tinggi yang lebih dibutuhkan dalam proses itu cenderung masih
jarang.
Masalah tersebut di atas telah terjadi juga dalam tingkat yang
sangat mendasar pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Penyelenggaraan LPTK saat ini agaknya lebih mendasarkan diri pada tumbuh
pesatnya permintaan sosial (social demand)
akan pendidikan tinggi dari pada didasarkan pada perencanaan yang cermat akan
kebutuhan guru.
Kecenderungan ini banyak dibuktikan dengan berbagai ketimpangan
antara persediaan dan kebutuhan tenaga guru yang telah berlangsung sejak lama.
Dugaan sementara fihak, menunjukkan bahwa LPTK jauh lebih banyak menghasilkan
tenaga guru yang sebenarnya kurang dibutuhkan. Sementara itu guru yang banyak
dibutuhkan oleh pemakai, telah dihasilkan oleh LPTK dalam jumlah yang relatif
lebih kecil. Apabila ketimpangan ini dibiarkan terus menerus, maka sistem
pendidikan di
Tentu saja masalah tersebut merupakan salah satu tantangan bagi LPTK,
karena tugas utama LPTK adalah menghasilkan tenaga guru dan tenaga kependidikan
lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pemakai dalam jumlah, jenis keahlian dan
sebarannya. (SPTK-21, 2002). Pemakai
tenaga guru adalah sistem pendidikan nasional yang memiliki tugas berat dalam
pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam proses globalisasi.
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kuantitas, kualitas dan
relevansi tenaga guru masih merupakan masalah yang cukup rumit, sehingga dapat
mempengaruhi menurunnya mutu dan kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan
berbagai sektor pembangunan. Dengan demikian tugas utama LPTK selain
menghasilkan guru dan tenaga kependidikan lainnya, juga melaksanakan
perencanaan kebutuhan dan persediaan guru, agar guru dan tenaga kependidikan
lainnya dapat didayagunakan oleh pemakai secara efisien.
Permasalahan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam kiprahnya banyak
menghadapi masalah. Masalah yang dihadapi tentu saja memerlukan pemecahan
secara baik dan terarah, agar lembaga tersebut memiliki kehandalan dalam
menghasilkan calon-calon guru atau calon-calon tenaga kependidikan lainnya.
Adanya isu atau masalah “kurang
relevannya output LPTK dengan kebutuhan lapangan”,
menimbulkan pertanyaan “mengapa hal itu
terjadi?”
Isu itu muncul, mungkin
disebabkan oleh adanya indikator-indikator sebagai berikut:
1) Masih banyak guru (lulusan LPTK) yang mengajar bukan pada
bidangnya;
2) Adanya ketidak-selarasan antara nama-nama mata kuliah dalam
kurikulum LPTK dengan nama-nama mata
pelajaran dalam kurikulum sekolah
(misalnya di SMA);
3) Tidak adanya keterkaitan kurikulum
secara berjenjang dari mulai SLTP, SLTA
sampai dengan kurikulum perguruan tinggi
LPTK.
4) Tidak adanya tindakan awal berupa studi kelayakan (needs analysis)
di lapangan dalam menyusun kurikulum LPTK
dan kurikulum sekolah;
5) Kurang terjalinnya kerja sama atau kolaborasi antara lembaga
Pendidikan Tinggi dengan lembaga Pendidikan Dasar Menengah; dan
6) Kurang optimalnya program kerjasama (partnership) antara lembaga
pendidikan tenaga kependidikan dengan
sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga lain yang terkait.
Tulisan ini khusus membahas masalah yang berkenaan dengan pengembangan
partnership (kemitraan) dengan
sekolah-sekolah sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam mengatasi
masalah pendidikan yang berkenaan dengan “kurang relevannya output LPTK dengan
kebutuhan lapangan”.
Pengertian Partnership (Kemitraan) dalam konteks
kerjasama LPTK dengan sekolah
Banyak istilah yang pengertiannya senada atau mirip dengan istilah partnership, di antaranya adalah kemitraan, kerjasama, kolaborasi, kooperatif, relationship dan lain-lain.
Partnership menurut makna kamus adalah
persekutuan, atau persekongkolan. Kemitraan, yang kata dasarnya mitra
maknanya adalah teman, kawan kerja atau
pasangan kerja, dan atau perihal hubungan (jalinan kerja) sebagai mitra. Sementara istilah kolaborasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perbuatan
kerja sama dengan musuh. Tetapi makna yang berkembang saat ini adalah sesuatu
yang positif sebagai bentuk jalinan kerjasama yang saling mengisi. Sedangkan kooperatif maknanya juga berupa sikap kerjasama; dan relationship adalah (per) hubungan atau pertalian sebagai salah satu indikator
dari kerjasama atau partnership.
Dari makna kata atau istilah tersebut, partnership
(kemitraan) dapat didefinisikan sebagai berikut:
Partnership (kemitraan) merupakan bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih
dalam rangka pertukaran informasi (shared
information), saling menarik keuntungan (mutual interest benefit) dalam bidang tertentu melalui jalinan
kesepahaman (MoU).
Sementara partnership atau
kemitraan dengan sekolah-sekolah dalam konteks kemitraan LPTK adalah adanya
jalinan kerjasama dalam hal tertentu (misalnya dalam bidang pendidikan,
pengajaran, dan latihan) untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti peningkatan
kualitas pembelajaran, penelitian bersama, dan lain sebagainya.
Sedangkan pengembangan kemitraan merupakan upaya mencari atau
menemukan model kerjasama yang dapat dilakukan, dan bermanfaat bagi semua
fihak, misalnya kerjasama LPTK dengan sekolah-sekolah dalam bentuk Research for the Improvement of Instruction
(RII) dan lain-lain.
Atas dasar itu semua, kemitraan dengan sekolah-sekolah
merupakan salah satu bentuk solusi (pemecahan) terhadap isu atau permasalahan KURANG RELEVANNYA OUTPT LPTK DENGAN
KEBUTUHAN LAPANGAN.
Karakteristik Partnership (Kemitraan)
Partnership atau kemitraan merupakan bentuk kerjasama antar lembaga yang
memiliki ciri atau karakteristik tertentu. Ciri atau karakteristik tertentu itu
di antaranya adalah :
1) adanya kebersamaan,
dalam pengertian senasib sepenanggungan. Keuntungan dan kerugian, baik secara moral maupun material ditanggung
bersama tanpa merugikan salah satu pihak.
2) memiliki tujuan atau visi
yang sejalan. Kesejalanan ini memberikan kemudahan dalam menghadapi masalah
bersama.
3) adanya jaringan
(network) yang memudahkan saling
tukar dan berbagi informasi dalam kiprah kerjasama yang telah disepakati
4) bersifat mutual
interest benefit, yakni saling menguntungkan satu sama lain, baik secara
finansial maupun secara kepentingan non-finansial dari masing-masing lembaga.
5) adanya sharing
informasi atau tukar-bagi informasi yang bermanfaat dan berkenaan dengan bidang
kerja sama yang telah disepakati.
6) memiliki kepentingan
bersama
7) memiliki kedudukan setara atau diupayakan untuk setara
agar tidak menghambat berlangsungnya kerjasama
8) memiliki hubungan
kerja yang kontinu (berlangsung secara berproses dari awal sampai akhir)
dan berkesinambungan
9) adanya tanggung
jawab bersama (shared responsibility); dan
10) ada bukti
atau tanda tertulis bentuk
kerjasama, semacam MoU.
Pentingnya Partnership (Kemitraan)
dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, masyarakat merupakan satu komunitas yang
memberi inspirasi bagaimana dan kemana pendidikan itu diarahkan. Konteks
pendidikan dan masyarakat pada dasarnya membentuk satu hubungan yang bersifat
timbal balik. Dalam hubungan timbal balik tersebut, masyarakat atau lingkungan
sosial mempengaruhi pendidikan; dan sebaliknya pendidikan pun mempengaruhi
masyarakat. Peluang dan tantangan pendidikan timbul dalam dinamika hubungan
keduanya, yakni masyarakat dan pendidikan.
Bersamaan dengan itu, globalisasi, teknologi informasi,
industrialisasi dan lain-lain adalah konteks perubahan masyarakat sedunia.
Semua konteks perubahan masyarakat tersebut dengan berbagai konsekuensi sosial
(seperti demokratisasi, persaingan bebas, perubahan sikap, rasionalisasi dan
lain sebagainya), mempengaruhi sistem pendidikan.
Satu kebijakan pendidikan yang dapat diambil dalam konteks perubahan
masyarakat global itu adalah partnership atau kemitraan antar lembaga pendidikan, industri dan dunia kerja. Dapat
dipastikan, hampir tidak ada institusi pendidikan yang mampu menjawab secara
reaktif atau proaktif mengenai kecenderungan perubahan masyarakat yang sangat
kompleks tersebut, tanpa adanya kemitraan
atau kerjasama dengan dunia luar.
Dalam konsep SPTK (Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan) abad 21, Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sudah seharusnya menjalin kemitraan atau
kerja sama dengan lembaga-lembaga lain, baik antar LPTK sendiri maupun dengan
lembaga di luar LPTK. Kemitraan atau kerja sama ini didasari oleh adanya satu
kebutuhan dalam mengemban misi kependidikan, yakni menghasilkan tenaga guru dan
tenaga kependidikan lainnya yang relevan dengan kebutuhan lapangan. Jaringan
kemitraan ini perlu diprogramkan dan diperluas, dalam bentuk short term programs dan long term programs dengan prinsip shared
information program, yakni saling tukar informasi dan juga mutual
interest benefits (saling menarik keuntungan).
Karena itu bidang-bidang garapan yang menjadi perhatian dalam
menjalin kemitraan dan perluasan jaringan kerjasama tersebut adalah bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat, sebagaimana yang diemban oleh Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang perlu mendapat perhatian
adalah 1) pengembangan kurikulum; 2)
pengembangan materi; 3) pengembangan/pertukaran
staf (staff development); 4)
pertukaran mahasiswa; 5) praktek
mengajar (PPL) atau Program Latihan Profesi (PLP); 6) bantuan layanan mahasiswa; 7) penugasan staf mengajar di sekolah (academic staff deployment); 8) peminjaman buku antar perpustakaan LPTK; 9) komperensi jarak jauh; 10) ELAQA (Entry Level Assessment and Quality Assurance; dan 11) Proses Belajar Mengajar (Teaching Learning Process).
Dalam bidang penelitian, dapat dikembangkan antara lain 1) RII (Research
for Instructions Improvement); 2) PTK (Penelitian Tindakan Kelas); 3) Penelitian Kebijakan Pendidikan; 4) Penelitian Atas Dasar Kepentingan
Bersama; 5) Publikasi Bersama, dan lain-lain.
Sedangkan dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, dikembangkan
antara lain 1) pusat komunitas; 2) pengembangan karier; 3) bimbingan dan konseling; 4) pusat bahasa; dan 5) pelayanan regional.
Beberapa Contoh
Pengembangan Kemitraan dengan Sekolah-sekolah
a. Pengembangan Kemitraan dalam bidang PPL atau PLP
PPL (Program Pengalaman Lapangan) atau PLP (Program Latihan Profesi)
merupakan salah satu kegiatan dan pelatihan profesional tenaga pendidik (guru)
dan tenaga kependidikan lainnya. Tujuannya adalah untuk melatih dan membina
calon-calon guru atau tenaga kependidikan lainnya secara profesional,
bertangung jawab, berdedikasi dan berdisiplin.
(Pedoman Akademik UPI, 2006).
Pelaksanaan kegiatan PPL dikoordinasikan oleh UPT PPL (dulu),
bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang akan dijadikan tempat pelatihan atau
praktik mengajar para calon guru. Tentu saja kerja sama antara LPTK dengan
sekolah-sekolah tadi didasari oleh adanya
saling pengertian dan saling membantu dalam meningkatkan kualitas profesional
calon guru yang dampaknya akan meningkatkan kualitas pendidikan secara
keseluruhan.
Bagaimana bentuk kerja sama itu dilakukan, sangat tergantung pada kebijakaan yang diambil oleh LPTK itu sendiri;
artinya kebijakan tersebut perlu didukung oleh prinsip mutual interest benefits.
Kerja sama LPTK dengan sekolah-sekolah seyogyanya terus dibina dan
dikembangkan secara lebih erat melalui pembinaan hubungan kemitraan yang tidak
saja dalam bentuk kesepakatan (MoU), tetapi juga secara periodik
ditindak-lanjuti melalui kunjungan kerja
seorang pengambil kebijakan Perguruan Tinggi LPTK yang bersangkutan. Hal
ini perlu dilakukan agar sekolah-sekolah dimaksud mendapat pengakuan formal dan
memiliki ikatan batin yang kuat dengan lembaga pendidikan tenaga kependidikan
yang notabene menghasilkan guru-guru yang handal. Dengan demikian setiap
kesempatan praktek PPL atau PLP akan
dilaksanakan, tidak mengalami hambatan yang berarti.
Secara teknis, keterlibatan guru pamong (istilah saat ini dosen luar
biasa) di sekolah sangat membantu pelaksanaan pelatihan atau PLP tersebut.
Demikian juga keterlibatan dosen pembimbing PT
LPTK yang dalam kiprahnya memberikan teori-teori PBM yang digunakan sebagai
bekal ketika para praktikan mengajar di lapangan. Dalam pelaksanaan praktek
mengajar, kolaborasi antara guru
pamong (dosen luar biasa) dengan dosen pembimbing praktek perlu dipertegas
kembali agar terjadi kesesuaian antara apa yang diperoleh di bangku kuliah
(dalam bentuk teori) dengan apa yang
terjadi di lapangan.
Kemitraan atau kerja sama antara guru pamong (dosen luar biasa) dengan
dosen pembimbing dalam memperbaiki sistem pembelajaran atau praktek di kelas,
sangat membantu dan mempermudah transfer pengalaman praktikan. Namun ini pun sangat tergantung pada kebijakan
PT LPTK dalam memenuhi “kewajaran kebutuhan” secara finansial, baik bagi guru
pamong (dosen luar biasa) maupun bagi dosen pembimbing praktek.
Pola kemitaran atau kerja sama di atas seyogyanya menjadi bahan
pemikiran dan pertimbangan LPTK untuk tetap komit terhadap misi dan visi
lembaga, yakni menghasilkan guru atau tenaga kependidikan lainnya secara
profesional, berdisiplin tinggi, dan bertanggung jawab.
b. Pengembangan kemitraan dalam bidang PTK (Penelitian Tindakan
Kelas)
Upaya meningkatkan kompetensi dosen untuk menyelesaikan masalah
pembelajaran yang dihadapi saat melaksanakan tugasnya, dapat dilakukan melalui
penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP) yang lazim dikenal
dengan sebutan RII (Research for Instructional Improvement). Upaya tersebut akan memberi dampak positif
terhadap peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah pembelajaran yang mencakup
kualitas isi, efisiensi dan efektivitas, proses dan hasil pembelajaran.
Demikian pula upaya tersebut diharapkan memberi dampak pada peningkatan
kepribadian dan profesionalisme pendidik.
Salah satu jenis RII tersebut adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
yang lazim disebut Classroom Action Research (CAR). Salah satu
karakteristik CAR adalah bahwa masalah yang ingin dipecahkan, berkenaan dengan
masalah pembelajaran nyata yang merisaukan dosen pengampu mata kuliah sebagai pertanggungjawaban profesional dan
komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
CAR dilaksanakan melalui kolaborasi antara dosen dengan dosen atau
antara dosen dengan mahasiswa untuk menyelenggarakan pembelajaran yang
berkualitas dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan.
Dalam konteks kemitraan dengan sekolah-sekolah, CAR dilaksanakan oleh para dosen bekerja sama
dengan guru di SMP/SMA/SMK secara kolaboratif. Upaya kolaboratif ini didasarkan pada
pemikiran bahwa dosen secara teoritis menguasai bidang keilmuan dan strategi (
pendekatan ) pembelajaran; sedangkan guru sebagai praktisi lebih menguasai
praktek pembelajaran di dalam kelas. Bila dosen LPTK dan guru di sekolah mampu memadukan
teori dan praktek, serta mampu menciptakan kerja sama dengan baik seperti ini,
maka upaya kolaborasi dapat mendorong kemitraan LPTK dengan sekolah secara
berkesinambungan.
Yang jadi persoalan di sini adalah bagaimana mekanisme kolaborasi
dosen dan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas tersebut agar
proses dan hasil pembelajaran dapat diperbaiki.
Dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, ada beberapa langkah
kolaborasi dosen dan guru yang harus ditempuh, di antaranya persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Pada langkah persiapan,
dosen dan guru hendaknya menjalin hubungan lebih dulu secara baik dalam rangka
persiapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK). Persyaratan yang meski
dipenuhi, tentunya adalah adanya kesamaan visi dalam bidang keahliannya; dan adanya kemauan untuk
memperbaiki mutu proses dan hasil belajar siswa.
Pada langkah perencanaan,
kolaborasi dosen dan guru berkenaan dengan pembicaraan atau diskusi yang
diawali dengan pertanyaan dosen mengenai masalah yang dihadapi guru dalam
proses pembelajaran, dan upaya-upaya yang pernah dilakukan dalam mengatasi
masalah tersebut. Dari hasil diskusi, mungkin dosen atau guru, atau secara
bersama menentukan alternatif yang akan dipilih untuk PTK. Diharapkan dalam
kolaborasi ini, peranan guru lebih dominan; sementara dosen berperan sebagai fasilitator
atau konseptor perencanaan PTK. Pada tahap berikutnya guru dan dosen secara
bersama mendiskusikan garis besar isi proposal, sebelum menyusunnya secara
lengkap. Dalam menyusun proposal, sebaiknya guru tersebut tetap didampingi oleh
dosen atau secara bersama-sama menyusunnya langkah demi langkah, agar guru
memperoleh wawasan tentang penyusunan proposal penelitian.
Pada langkah pelaksanaan,
guru adalah pelaksana utama penelitian tindakan kelas. Sementara dosen
bertindak sebagai ketua peneliti sekaligus sebagai observer dalam pelaksanaan PTK, di samping sebagai penilai proses
penelitian. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas biasanya terdiri atas
beberapa siklus, tergantung kebutuhan. Pada akhir setiap siklus, guru (sebagai peneliti
utama) melakukan analisis proses dan hasil PTK; kemudian melakukan refleksi
untuk memperbaiki atau menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya. Sebelum
pelaksanaan PTK, peneliti harus menyusun program pembelajaran dalam bentuk
satpel (skepel) yang di dalamnya memuat
tujuan yang akan dicapai, materi,
kegiatan pembelajaran yang berisi
tindakan yang hendak dilaksanakan, dan
evaluasi mengenai keberhasilan proses
pembelajaran.
Alat evaluasi terdiri atas tes
yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menguasai materi; observasi untuk mengetahui keberhasilan
proses pembelajaran; dan catatan-catatan
khusus mengenai kejadian atau fenomena yang terjadi ketika proses
pembelajaran berlangsung. Pada akhir PTK, tim peneliti (guru dan dosen)
bersama-sama mendiskusikan dan menyimpulkan hasil PTK dalam bentuk
a) program tindakan yang telah disempurnakan; b) bukti secara empiris
yang menunjukkan keberhasilan tindakan yang telah dilaksanakan; dan c)
rekomendasi mengenai bagaimana menggunakan tindakan dalam rangka perbaikan
proses pembelajaran di sekolah.
Pada langkah tindak lanjut
(setelah pelaksanaan PTK melalui kolaborasi dosen-guru), dilaksanakan
sosialisasi hasil PTK kepada para guru di sekolah. Tujuannya adalah untuk membudayakan PTK di
kalangan para guru agar mampu melaksanakan PTK dalam rangka memperbaiki proses
pembelajaran. Hasil PTK juga dapat didiskusikan secara bersama dengan para guru
untuk kemudian ditindak-lanjuti melalui penelitian-penelitian berikutnya dengan
mata pelajaran yang berbeda.
Kemitraan antara dosen dan guru dalam kegiatan PTK tersebut memberikan
kontribusi nyata dalam memperbaiki proses pembelajaran. Kemitraan juga akhirnya
berdampak pada peningkatan hasil belajar
siswa khususnya dan kualitas pendidikan
pada umumnya. Dengan demikian kemitraan
antara LPTK dengan sekolah-sekolah akan
terjalin baik apabila terjadi pemahaman yang sama tentang “betapa
pentingnya KEMITRAAN dalam konteks pendidikan”.
Dr. H. Azis Mahfuddin, M.Pd.
adalah dosen FPBS UPI dan dosen Pasca Sarjana UPI yang berlatar belakang
pendidikan S1 bahasa Asing (Jerman), S2 Bimbingan dan Penyuluhan, dan S3
Pengembangan Kurikulum.
Daftar Pustaka
-Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan
-Departemen Pendidikan Nasional,
2002, Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad 21.
-----------, 2005, Pedoman
Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di LPTK (Research for Instructional Improvement),
-----------, 2004, Penelitian
Untuk Perbaikan Kualitas Pembelajaran di LPTK (RII), DP3M, Ditjen
Dikti,
-Marzuek, Kas, dkk.,
2002, Education in A Global Society, A
Comparative Perspective, Allyn Bacon,
Needhams Hieghts.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar