A.
Latar
Belakang
Belanda
memiliki daerah yang luasnya kira- kira 42.000 kilometer persegi,
berpenduduk kira- kira 15.807.641 jiwa (word
almanac 2000) dan merupakan salah satu negara kecil diantara negara-negara
masyarakat eropa dan termasuk yang terpadat penduduknya di dunia. Posisi
geografisnya dan keadaan tanahnya menyebabkan perdagangan, perkapalan,
pertanian dan peternakan menjadi dasar perekonomian Belanda sejak lama.
Negara
Belanda terbagi dalam 12 propinsi, sebagian besar penduduknya tinggal di tiga propinsi
barat, yaitu: Holland utara, Holland selatan dan Utrecth. Negeri Belanda berada
di bawah permukaan laut dan umumnya datar; sebagian besar terdiri dari daerah
delta sungai rhine, sungai Maas dan sungai Schedt dan berbatas di sebelah utara
dan barat dengan laut utara, di Timur dengan republik Jerman dan di selatan
dengan Belgia. Bahasa nasionalnya adalah bahasa Belanda, tetapi di bagian utara
propinsi Friesland, bahasa Frisia juga dipakai, terutama dalam interaksi lisan.
Pada
tahun 1953, Dewan sosial dan ekonomi Belanda telah menyusun tujuan utama
sosio-ekonomi sebagai berikut:
- Pendapatan negara yang lebih tinggi
- Kebijakan pendapatan yang proporsional dan yang akseptabel
- Tidak ada pengangguran
- Stabilitas harga
- Penggajian yang stabil dan adil
Negara
Belanda berbentuk sebuah republik sampai tahun 1813 yang kemudian berubah
menjadi kerajaan, yaitu monarki konstitusional, dan pada tahun 1848 berubah
lagi menjadi negara demokrasi parlementer. Undang-undang Dasar tahun 1848 yang
masih berlaku menetapkan bahwa anggota balai rendah (lower house), dean propinsi dan anggota dewan kotamadya – kabupaten
dipilih secara langsung. Anggota balai tinggi (upper house) dipilih oleh dewan propinsi.
Di
negara Belanda, prinsip bahwa orang tua boleh memilih pendidikan untuk
anak-anaknya sehingga dapat mengikuti pandangan dan persepsi mereka tentang
kehidupan tetap dipertahankan dan didukung. Majelis atau Dewan Pendidikan
(school boards) diizinkan atas hak-hak sebagai berikut:
- Kebebasan mendirikan, yaitu kebeasan mendirikan sekolah berdasarkan
ideologi atau keperluan masyrakat apa saja
- Kebebasan ideologi, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompeten pada
sekolah yang diasuh oleh denominasi agama untuk menyelenggarakan
pendidikan berdasarkan prinsip penentuan sendiri jenis ideologi yang
dianut
- Kebebasan struktur, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompeten untuk
menentukan isi dan metode pendidikan. Kebebasan ini dibatasi oleh negara
dengan memberikan persyaratan kualitatif
B.
Politik
dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan
merupakan “sebuah cerminan dari suatu
negara” ( Kartini Kartono, DR : 1986 ) Negeri Belanda mengalami sebuah pola
pembumian dua kekuatan yaitu garis politik dan garis agama terhadap kekuasaan
dan berimplikasi terhadap masyarakat memasuki dekade abad ke 19 dan awal abad
ke-20. Sistem tersebut membawa dampak sosial yang berarti bagi masyarakat.
Kondisi tersebut berlangsung sampai memasuki tahun 1960-an yang meliputi
berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Justru di aspek pendidikan yang tidak
mengalami sebuah perubahan ataupun dampak pola pengkristalan aspek agama maupun
politik. Ketidak pengaruhan pada ranah
pendidikan disebabkan adanya kebebasan yang terakomodir/termaktub dalam sistem
konstitusi negara.
Di dalam
Undang – undang Dasar 1848 pemerintah mempunyai tugas untuk mewujudkan
pendidikan yang memadai dan bermutu, kebebasan untuk memberi pendidikan. Di
samping itu dalam pasal 23 / pasal 1 Undang – undang Dasar Belanda sistem
pendidikannya tidak mengenal diskriminasi. Sistem ketata negaraan belanda
menganut pola “ demokrasi perwakilan “
Kebebasan yang
termaktub dalam konstitusi tersebut ada tiga kebebasan fudamental yaitu :
1.
Kebebasan untuk
mendirikan lembaga pendidikan,
2.
Kebebasan dalam
mengorganisasikannya
3.
Sebuah otonomi dalam
hal ideologi teologis
Ke
tiga unsur tersebut membawa dampak multi
disipliner pendidikan di Belanda yang bermunculan, baik dari segi pengelolaan
dimana dari rasio dua dari tiga sekolah adalah sekolah swasta, hal ini membawa
sinyalemen bahwa sekolah peran masyarakat mempunyai peran dominan dalam hal
pengelolaan lembaga pendidikan. Disamping itu aspek institusi keagamaan dalam
hal ini katolik dan protestan mempunyai peran dalam hal pendidikan sebagaimana
tersirat dalam kontitusi negera Belanda dan mayoriti pemeluknya.
Tujuan
pendidikan Belanda secara tersirat dalam konstitusi dan teraflikasi dalam
realita membawa adanya kesamaan terhadap kesempatan berpendidikan terhadap
warga negaranya, di samping itu perbaikan sistem pendidikan dan peran
partisipatory masyarakat lebih di utanamakan dalam rangka pengembanan tanggung
jawab bersama, hal ini di jadikan sebagai tujuan umum pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan
belanda secara khusus berorientasi pada
:
a.
Melaksanakan keadilan
terhadap berbagai ideologi yang terdapat dalam
masyarakat.
b.
Meningkatkan persamaan
kesempatan balajar bagi berbagai kelompok masyarakat berbeda-beda.
c.
Meningkatkan pertukaran kultural.
d.
Meningkatkan mobilitas
dan integrasi sosial
e.
Mempertahankan dan
mengembangan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
f.
Mendidik ahli-ahli dan
mengembangkan keahliannya pada level-level yang berbeda.
g.
Meningkatkan
desentralisasi administrasi dan manajemen
C.
Struktur
dan Jenis Pendidikan
1.
Pendidikan Formal (Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan
Khusus, dan Pendidikan Tinggi)
Sistem pendidikan
formal Belanda terdiri dari tiga tingkat, yaitu:
a.
Pendidikan Dasar
b.
Pendidikan Menengah Pertama dan Kejuruan, dan Menengah
Atas Umum
c.
Akademi – Akademi Kejuruan dan Universitas
Ketiga level
ini didahului dengan pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-Kanak.
Pendidikan
dasar diatur dengan undang-undang tahun 1920 dan undang-undang tentang Taman
Kanak-kanak ditetapkan tahun 1955.
Parlemen menyetujui undang-undang baru tentang TK dan SD digabungkan menjadi satu sehingga
merupakan satu format pendidikan dasar baru bagi anak-anak mulai usaia 4 tahun
sampai 12 tahun. Pendidikan adalah wajib mulai usia 5 – 17 tahun yang
ditetapkan dengan undang-undang wajib belajar tahun 1975. Sekolah-sekolah di
Belanda terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:
Ø Sekolah
pemerintah/ negeri (dengan jumlah murid 31 % dari keseluruhan murid SD)
Ø Sekolah
swasta yang bukan bersifat keagamaan (5 %)
Ø Sekolah
katolik Roma (32 %)
Ø Sekolah
Protestan (32 %)
Pada tahun
1990, terdapat lebih kurang 3,585 “schoolboards” (competent authorities),
selama 3 tahun pertama anak-anak harus belajar selama 2,240 jam dengan minimum
480 jam.
Di Belanda
pendidikan khusus tercatat 20 macam, mulai dari sekolah bagi anak-anak yang
mengalami ketidakmampuan belajar sampai pada anak-anak dengan cacat ganda.
Pendidikan khusus ini melayani anak-anak dari usia 3 tahun yang membutuhkan
pertolongan lebih banyak dari anak-anak biasa, baik yang berada di sekolah
dasar maupun di sekolah menengah. Pada prinsipnya sekolah khusus disediakan
bagi anak-anak pada kelompok umur yang sama. Usia yang dapat diterima pada
sekolah khusus bervariasi tergantung pada jenis sekolah, dan biasanya antara
usia 3 dan 6 tahun. Pada sekolah menengah umur 12 tahun keatas dengan batas
maksimum 20 tahun. Pengecualian hanya dilakukan terhadap kasus-kasus luar
biasa. “Schoolboards” (competent authorities) memutuskan
menerima atau tidak menerima seorang anak pada sekolah khusus ini didasarkan
pertimbangan dan nasihat dari kelompok ahli setelah diperiksa dan diseleksi.
Anak-anak yang telah diterima diuji kembali setiap dua tahun. Jumlah dan jenis
sekolah khusus terus bertambah. Jenis yang ada pada sekolah dasar dan menengah
bervariasi yang masing-masingnya sesuai dengan kelainan yang dialami anak-anak.
Ada sekolah khusus bagi anak tuli, setengah tuli, kelainan bicara, buta setengah
buta (rabun),cacat fisik, rawatan rumah sakit, sakit kronis, cacat mental,
cacat mental yang sangat berat, kelainan tingkah laku yang luar biasa, dan yang
mengalami cacat ganda. Walaupun jumlah anak-anak cacat yang ditampung masih
kecil, namun dibandingkan dengan jumlah anak-anak biasa pada usia yang sama,
jumlah itu relatif meningkat. Yang patut menjadi perhatian adalah jumlah anak
cacat laki-laki lebih besar dari jumlah anak-anak cacat wanita, lebih dari dua
kali lipat. Dalam tahun 1991, tercatat 1,004 buah sekolah khusus menampung
anak-anak 109,000 orang, pada tingkat prasekolah dasar 3,000 orang. Pada
sekolah dasar 74,000 orang, dan pada tingkat sekolah menengah 32,000 orang.
Rasio murid-guru adalah kira-kira 6:1. Jumlah anak-anak yang masuk sekolah
khusus ini terus meningkat dan diperkirakan akan terus meningakat. Anak-anak
cacat dari kelompok minoritas etnis juga meningkat, dan pada tahun 1991
mencapai 12% dari seluruh murid di sekolah khusus.
Kira-kira
60% anak-anak yang tamat dari sekolah khusus melanjutkan sekolahnya ke sekolah
menengah, 6% masuk ke sekolah dasar, dan selebihnya tidak meneruskan
pendidikannya. Bantuan untuk transisi dari sekolah khusus sampai mereka
mendapatkan pekerjaan dikelola pada tingkat lokal. Ada usaha yang sungguh-sungguh
untuk mengintegrasikan siswa-siswa cacat ke dalam kelas dan sekolah-sekolah
biasa. Pada tahun 1985, Undang-undang tenteng sekolah Khusus dikeluarkan.
Isinya banyak kesamaannya denga Undang-undang tentang Sekolah Dasar yang
bertujuan untuk mendorong transfer dari sekolah khusus ke sekolah biasa, tidak
hanya akademik, tetapi juga termasuk anggarannya.
Kurikulum
sekolah harus mencakup mata-mata pelajaran yang sama dengan mata pelajaran yang
diajarkan pada sekolah dasar biasa walaupun mungkin dimodifikasi bagi anak-anak
yang punya cacat ganda. Anak-anak di bawah usia 7 tahun harus diajar minimal
800 jam, dan anak-anak usia di atas 7 tahun minimal 1000 jam setiap tahun
ajaran. Pelajaran berlangsung sampai 5,5 jam sehari.
Struktur
sekolah menengah umum di rombak seluruhnya melalui Undang-undang tentang
Pendidikan Menengah ( Secondary Education
Act ) tahun 1968 yang disbut “Mammoth
Act”. semenjak itu, sekolah menengah umum terdiri dari empat jenis sekolah:
pendidikan prauniversitas (Secondary
grammar school); sekolah menengah kajuruan tingakat pertama dan tingkat
atas; akademi vokasional; dan sekolah menengah jenis lain-lain. Yang terakhir
ini sesungguhnya bukanlah pendidikan nonvokasional dan dimaksudkan bagi anak
muda yang pendidikan wajibnya tidak dapat diselesaikan sepenuhnya.
Juga
terdapat bentuk pendidikan vokasional khusus dengan pola pemagangan
(apprenticeships); siswa-siswa pengikut program menerima pendidikan teori di
sekolah atau pusat pendidikan vokasional, dan pendidikan praktek dilaksanakan
di perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan pola pemagangan ini, pendidikan
utama (teori) berlangsung selama dua tahun, sedangkan pendidikan praktek selama
satu tahun.
Dalam tahun
1982, pendidikan menengah pada umumnya diatur secara vertikal dengan asumsi
bahwa anak-anak usia 12 tahun dapat diseleksi dan diarahkan untuk berbagai tipe
pendidikan atas dasar kecenderungan atau bakat akademiknya (scholastic
aptitude).
Pendidikan
prauniversitas (VWO) berlangsung selama 6 tahun dan mempersiapkan anak-anak
untuk memasuki universitas atau akademi-akademi yang lebih bersifat profesional
(HBO). Sekolah menengah umum tingkat
atas (HAVO) berlangsung selama 5 tahun dan Sekolah menengah umum tingkat
pertama (MAVO) 4 tahun. HAVO disusun terutama untuk mempersiapkan murid-murid
memasuki pendidikan profesional. Setelah menamatkan MAVO siswa dapat memasuki
HAVO tahun ke empat, dapat juga masuk ke sekolah menengah kejuruan tingkat atas
(MBO), masuk ke program pemagangan, atau masuk ke pendidikan nonformal secara
paruh waktu.
Pendidikan
menengah kejuruan tingkat pertama (VBO) menyelenggarakan pendidikan selama 4
tahun sebagai pendidikan pravokasional.
Program
singkat MBO (2-3 tahun) dirancang bagi tamatan VBO dan MAVO (dengan sertifikat)
yang tidak mendapatkan pendidikan yang cocok di MBO atau pada program
pemagangan. Pelajaran disini memberikan kesempatan latihan kepada anak-anak
usia 16 tahun keatas untuk jabatan atau pekerjaan yunior.
Pendidikan
tinggi terdiri dari 3 jenis: sekolah tinggi profesional, universitas dan
universitas terbuka. Sekolah tinggi profesional (HBO) memberikan pendidikan
teori dan praktek untuk pekerjaan yang menuntut kualifikasi keterampilan
tinggi. Sekolah ini menerima lulusan dari berbagai sekolah menengah atas (HAVO,
VWO dan MBO). Dalam tahun 1960 dan 1970 an sekolah tinggi profesional yang
diatur dengan undang- undang pendidikan sekolah menengah, makin dianggap
sebagai bentuk pendidikan tinggi. Status seperti itu diakui pada tahun 1986,
dan pada tahun 1992 dengan undang- undang pendidikan.
Pendidikan
universitas merupakan pendidikan akademik yang didapat secara independen dan sebagai persiapan untuk
tugas- tugas dalam masyarakat yang menuntut gelar atau kualifikasi universitas.
Universitas memberikan hampir 100 macam bidang studi yang menawarkan gelar,
yang dapat dipilih dan disusun oleh mahasiswa, baik yang mata kuliahnya
bersifat wajib atau opsional. Oleh karena terbatasnya tempat, maka keputusan
dibuat setiap tahun, apakah jumlah penerimaan mahasiswa baru untuk bidang
tertentu perlu dibatasi atau tidak.
2.
Pendidikan Orang Dewasa dan Pendidikan Nonformal
Organisasi
pendidikan bagi orang dewasa dan pendidikan nonformal, baik negeri maupun
swasta merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Pendidikan orang dewasa
disediakan bagi orang- orang yang berusia 18 tahun keatas, dan terdiri dari:
-
Pendidikan dasar orang dewasa
-
Pendidikan menengah orang dewasa
-
Kursus- kursus kejuruan (vokasional)
-
Pendidikan orang dewasa nonformal.
Pendidikan
dasar orang dewasa merupakan rangkaian kegiatan yang memungkinkan mereka
mendapatkan ilmu dan keterampilan yang diperlukan yang dapat digunakan untuk keperluan etnis minoritas yang diajar
dalam konteks budaya mereka masing- masing. Pendidikan kejuruan orang dewasa
dimaksudkan untuk mempersiapkan mereka dengan kualifikasi agar mereka memperoleh
pekerjaan.
D.
Manajemen
Pendidikan
1.
Otorita
Sistem pendidikan Belanda didasarkan pada statuta
yang kuat dan berfungsi sebagai peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai
dasar peraturan yang rinci dalam bidang-bidang tertentu.
Parlemen dapat menentukan bahwa hasil pembicaraan di
dewan pendidikan harus terlebih dahulu disampaikan ke parlemen sebelum
peraturan itu dilaksanakan. Peraturan itu berkaitan terutama dengan pendanaan
dan organisasi pendidikan.
Bentuk system pendidikan Belanda ialah sentralisasi.
Pejabat propinsi bertanggung jawab terutama atas tugas pengawasan serta
mempunyai peran juga dalam hal pelaksanaan pendidikan orang dewasa, dan banyak
dilibatkan dalam tugas perencanaan dan penasihatan. Manajemen dan
pengadministrasian diatur pada tingkat lokal. Pejabat
Menteri pendidikan dan ilmu pengetahuan bertanggung
jawab mengkoordinasikan kebijakan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta
pengawasannya. Dan dibantu oleh sekretaris Negara dengan tanggung jawab khusus
atas pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan Inspektorat pendidikan tugasnya
mengawasi pembangunan, menjaga semua peraturan dan berjalan sebagaimana mestinya
dan melaporkan kepada menteri baik diminta taupun inisiatif sendiri, juga
bertanggung jawab menyampaikan laporannya yang independen tentang keadaan
pendidikan di parlemen.
Penyusunan kurikulum di buat oleh kepala sekolah dan
guru-guru, tetapi tujuan akhir program pendidikan hampir semua ujian akhir
tingkat sekolah menengah mengikuti standar nasional. Pejabat propinsi
mengerahkan waktunya untuk perencanaan daerah pendidikan.
Organisasi yang punya kepentingan menjalankan
pengaruhnya melalui badan-badan konsultatif.
2.
Pendanaan
Pendidikan dibiayai oleh kementerian pendidikan dan
ilmu pengetahuan kecuali pendidikan pertanian yang dibiayai Kementrian pertanian dan perikanan.
Sumber
dana diperoleh dari : Pajak, sekolah, kursus, dan uang sekolah.
Sedangkan
lembaga pendidikan tinggi dapat mengumpulkan uang dari pengajaran atau
penelitian yang dilaksanakan atas dasar kontrak. Pendidikan yang tidak didanai
oleh pemerintah juga merupakan sector yang cukup besar, yang dana seluruhnya
dibayar oleh peserta didik, atau orang tua, atau majikan yang menyekolahkan
stafnya. Pada tahun 1992 Kementrian Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan mengalokasikan
dana 21 % dari dana yang tersedia di
negeri itu. Akan tetapi tidak tetap, setiap tahun di sesuaikan dengan
kebutuhan.
3.
Personalia
Pendidikan
guru adalah bagian dari pendidikan tinggi. Guru sekolah dasar di didik pada
perguruan tinggi professional atau fakultas khusus, untuk pendidikan guru
sekolah dasar (PABO’s). Kuliah berlangsung selama 4 tahun, dan memprogramkan
agar guru yang mengajarkan semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
dasar.
Guru
sekolah menengah harus memiliki kualifikasi “Grade” 1 atau 2. Guru yang
berkualifikasi “Grade”2 boleh mengajar pada level tiga tahun pertama di VWO dan
HAVO, dan di sekolah MAVO, VBO, dan MBO. Guru berkualifikasi “Grade”1 boleh
mengajar pada semua kelompok umur pada semua jenis sekolah menengah. Kuliah penuh
untuk pendidikan guru “Grade”2 dalam mata pelajaran umum, diselengarakan pada
perguruan tinggi professional selama 4 tahun. Mahasiswa mengambil spesialisasi
satu mata pelajaran dan hanya boleh mengajar sesuai bidang keahliannya.
Guru
sekolah dasar normalnya bekerja 40 jam seminggu. Pada sekolah menengah, standar
beban mengajar guru adalah 29 jam pelajaran.
Guru yang dibebani tugas ekstra, dibebaskan dari tugas mengajar.
4.
Kurikulum dan
Metodologi Pengajaran
Kebebasan
pendidikan yang digariskan dalam
undang-undang memerlukan standar yang perlu ditetapkan oleh kementrian
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Standar ini mencakup mata pelajaran yang
diwajibkan untuk jenis sekolah tertentu, dan peraturan peraturan yang mengikat
lainnya mengenai isi ujian-ujian akhir sekolah. Mengenai target pencapaian
pendidikan masih belum ditetapkan bagi semua jenis sekolah. Kementrian dalam
hal ini berpendapat bahwa berdasarkan prinsip idiologi dan kurikulum, hasil
serta penilaian materi pengajaran seharusnya tidak di atur secara sentral.
Dalam hal ini dewan pendidikan setempat atau “School boards” beratanggung
jawab.
Pada
tingkat sekolah dasar rencana kerja merupakan instrumen utama bagi “school
board”. Isi program pendidikan ini sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, yang berisi
pilihan materi pelajaran, metode mengajar, cara atau bagaimana mengukur hasil
belajar, dinilai dan dilaporkan. Rencana kerja (workplan) sekolah dibahas oleh
inspektorat.
Pada
tingkat sekolah menengah, staf pengajar menyusun silabus dan rancangan pelajaran
yang juga diriviu oleh inspektorat.
Pengembangan
kurikulum baru terorganisasi secara sistematis semenjak tahun tahun 1960.
Lembaga Nasional Pengembangan Kurikulum (Nasional Institute for Curriculum
Development, SLO) dibentuk tahun 1975, dengan tugas utama menyusun proposal
kurikulum.
5.
Ujian, Kenaikan Kelas
dan Sertifikasi
Hampir semua sekolah dasar Belanda, murid naik
tingkat secara otomatis dari satu grade ke grade yang lebih tinggi. Umumnya
ijazah pertama diperoleh murid pada usia 12 tahun berdasarkan tes yang disusun
oleh sebuah lembaga tes pusat (CITO).
Dalam tahun 1990, 58 % sekolah dasar di Belanda
menggunakan tes ini. Ujian-ujian eksternal hampir tidak pernah dilakukan lagi.
Pada tingkat pendidikan menengah, ujian akhir
sekolah terdiri dari dua bagian , Ujian sekolah dan ujian yang bersifat
nasional. Ujian nasional dilaksanakan serentak pada waktu yang sama untuk
setiap sekolah. Pada sekolah menengah kejuruan tingkat atas, program ujian
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan bersamaan dengan dilaksanakannya ujian
nasional.
Pada tingkat pendidikan tinggi, dilakukan ujian pada
akhir tahun pertama yang dinamakan “propaedeutic examination” untuk menentukan
apakah seorang mahasiswa dapat mengikuti kuliah 3 tahun berikutnya. Pada akhir
program yaitu setelah 4 tahun mahasiswa harus mengambil ujian akhir. “School board” atau dewan sekolah (pada HBO)
atau dewan Dosen (pada universitas) bertanggung jawab atas pengelolaan dan
kualitas ujian.
6.
Evaluasi dan Penelitian
Pendidkan
Ditingkat sekolah dasar setiap mata pelajaran
dievaluasi sekali dalam 8 tahun, dan hasilnya dapat membuat pemerintah
melakukan suatu intervensi. Sekolah juga dapat membandingkan hasil penilaian
itu dengan angka-angka penilaian nasional dan berdasarkan itu sekolah melakukan
perbaikan atau penyesuaian sendiri.
Sehubungan dengan meningkatnya otonomi pada lembaga
pendidikan tinggi, pemerintah lebih meningkatkan mutu pengajaran dan pnelitian.
Inspektorat saat ini makiin berkurang perannya sehingga tugas utamanya adalah
untuk mendorong terlaksananya control kualitas.
E.
Reformasi
dan Isu Pendidikan
Pada tahun 1975, menteri pendidikan dan ilmu pengetahuan memperkenalkan
system pendidikan komprehensif (middensholen), sebuah bentuk sekolah untuk
semua anak yang berusia antara 12 dan 16 tahun dan akhirnya setelah melalui
perdebatan dan diskusi yang cukup hebat, akhirnya dilaksanakan 15 buah
percobaan middenschoolen. Sampai tahun 1986 terjadi kemandekan dan saat itu
pula Dewan Penasihat kebijakan pemerintah menerbitkan sebuah laporan mengenai
“basic education” (basisvorming),
dimana laporan dewan ini mengalihkan persoalan dari struktur pendidikan ke isi
pendidikan. “Basic education”
dijalankan di sekolah menengah mulai tahun 1993.
.Struktur pendidikan tinggi juga
mengalami perubahan dalam tahun-tahun 1980-an. Sistem dua lapis di
perguruan tinggi (undergraduate-graduate)
dijalankan, dan pendidikan professional (diploma) kelihatannya lebih banyak
diminati. Penggabungan berbagai sekolah
juga dilakukan dengan pertimbangan efisiensi. Sebanyak 350 buah lembaga
pendidikan yang selama ini ada digabungkan menjadi 51 buah yang besar dan
bersifat multisektoral, sementara 34 yang lainnya tetap independent. Kebanyakan
yang digabungkan ini adalah lembaga pendidikan guru sekolah dasar. Penggabungan
ini dianggap perlu untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar dan untuk
keperluan inovasi-inovasi serta perbaikan kurikulum.
Dalam tahun 1982 dan 1986 tejadi dua reformasi di
tingkat pendidikan universitas. Yang pertama terjadi pemotongan anggaran
belanja sebesar 317 juta guilders, sementara pada waktu yang sama dilakukan
pula peninjauan kembali tugas-tugas pengajaran dan penelitian, dan bagaimana
keduanya diselenggarakan antar universitas. Sebagai hasilnya, sebanyak 53 buah
program studi ditutup. Reformasi kedua terjadi tahun 1986. Menteri Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan terpaksa melakukan tekanan dan terjadi penghematan
anggaran sebesar 129 juta guilders yang
70 juta guilders harus disalurkan kembali ke universitas untuk keperluan
inovasi.
Undang undang tentang Pendidikan Dasar tahun 1985
bertujuan untuk menghindari interupsi dalam proses perkembangan individual
anak, hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan. Hanya
35 % pekerjaan sekolah yang melakukan pengajaran individual berdasarkan
perbedaan-perbedaan yang tedapat pada anak-anak. Lebih jauh lagi, pendidikan
prasekolah tetap saja merupakan pendidikan yang terpisah. Banyak sekolah yang
belum efektif mengintegrasikan prasekolah ke dalam sekolah dasar. Pelaksanaan
pendidikan multicultural sulit dilakukan walaupun sudah disepakati bahwa itu
memang penting. Semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang datang dari kelompok
etnis minoritas maka langkah-langkah kearah pendidikan multicultural itu terasa
makin penting pula.
Kebijakan prioritas pendidikan (OVB) bertujuan untuk mengatasi
kelemahan- kelemahan yang dijumpai dalam praktek, yang fokusnya adalah pada
anak-anak yang berasal dari etnis dengan sosioekonomi rendah. Tambahan
anggararan belanja disediakan untuk maksud-maksud di atas melalui berbagai
program pendidikan dengan melibatkan berbagai organisasi kesejahteraan
masyarakat. Suatu evaluasi menunjukkan bahwa usaha ini cukup berhasil. Namun
demikian , sekolah-sekolah yang berbentuk “Black
schools”, karena kebanyak muridnya berasal dari kelompok etnis minoritas,
makin bertambah banyak muncul di bagian kota-kota besar. Untuk anak-anak etnis
minoritas ini pemerintah mengeluarkan dana tambahan yang disalurkan melalui
sekolah.
Masalah lain ialah makin banyak anak-anak yang meninggalkan pendidikan
menengah tanpa memperoleh ijazah. Sebagian ada yang meneruskan di sekolah lain
dengan belajar paruh waktu (part-time) sampai mereka memperoleh sertifikat.
Sangat sulit bagi mereka yang tidak menyelesaikan pendidikannya dan tidak
memiliki sertifikat untuk mendapatkan pekerjaan.
Di samping hal-hal di atas, banyak pula di antara siswa yang tamat dari
pendidikan menengah umum dan prauniversitas mengalami kesulitan di perguruan
tinggi disebabkan pilihan mata elajaran yang tidak cocok. Peralihan dari
pendidikan menengah ke universitas merupakan masalah sehingga mengakibatkan
banyaknya mahasiswa yang mengalami kegagalan. Sejumlah siswa di sekolah
menengah mengundurkan diri dan ini merupakan persoalan yang meminta perhatian
pemerintah.
Pada sector pendidikan guru masalah yang dihadapi adalah kekurangan
guru sekolah menengah dan staf pengajar di universitas untuk mata pelajaran
tertentu (matematika, ekonomi, ilmu eksakta, dan teknik). Mendidik kembali,
menambah tempat pendidikan guru, dan upaya-upaya untuk mendorong calon guru
mungkin dapat mengatasi masalah
kekurangan ini.
Transformasi
sistem pendidikan tinggi di Belanda
Restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa paling tidak
distimulasi oleh empat fenomena. Pertama, transformasi aktivitas industri
(sektor sekunder) menuju sektor tersier membutuhkan kualifikasi tenaga kerja
yang tidak saja terampil, namun harus mampu menguasai sistem teknologi baru
yang dipakai secara luas dalam dunia profesional. Penguasaan dan pemahaman
teknologi amat diperlukan, terutama untuk membantu mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan akurasi tinggi, guna meningkatkan pelayanan di
berbagai bidang jasa baru (Kjell Rubenson & Hans G, Schuetze, Transition to
the Knowledge Society, 2000).
Kedua, proses neoliberalisasi telah meningkatkan arus
mobilitas tenaga kerja yang berkualitas (highly educated). Hal ini terjadi
khususnya di antara negara-negara maju dengan tingkat pendapatan per kapita
serta kekuatan daya beli yang cukup tinggi. Gejala ini, seperti diungkap Saskia
Sassen (The Global City, 2000), telah membentuk gejala polarisasi
sosial/spasial baru berdasarkan brain power
Ketiga, bersatunya kekuatan ekonomi dan politik di Eropa
meningkatkan arus kerja sama antarnegara dalam berbagai bidang Pendidikan
tinggi dalam hal ini tetap merupakan tulang punggung riset yang mampu melakukan
inovasi-inovasi dalam pengembangan pendekatan- pendekatan sosial, ekonomi dan
politik; begitu juga dengan inovasi di bidang ilmu-ilmu dasar dan teknologi
sesuai perkembangan itu.
Keempat, proses neoliberalisasi, sebagaimana disampaikan
oleh Francis Fukuyama (The End of History and the Last Man, 1992) maupun Ulrich
Beck (World Risk Society, 1999), telah berdampak pada memudarnya nation-state.
Dinamika ini telah memberi konsekuensi pada berkurangnya investasi publik untuk
sektor-sektor strategis jangka panjang (welfare state system), seperti sektor
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sistem pensiun).
Perlahan-lahan institusi pendidikan tinggi di Eropa akan
(bahkan telah) memasuki proses privatisasi karena berkurangnya pendanaan negara
untuk sektor pendidikan. Proses inilah yang disebut Beck sebagai pudarnya
public realm yang menuju proses individualisasi. Gejala privatisasi ini membawa
pengaruh pada restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa yang semakin
hari menuju pada proses komodifikasi ketimbang mempertahankan esensi bahwa
pendidikan merupakan bagian sistem kesejahteraan masyarakat untuk jangka
panjang.
Berbagai fenomena tersebut selanjutnya bisa dilihat
melalui proses restrukturisasi pendidikan tinggi di Belanda. Sistem pendidikan
tinggi di Belanda sebelum proses restrukturisasi berlangsung terdiri dari empat
lembaga pendidikan tinggi, yaitu universitas (wetenschappelijk onderwijs/WO),
lembaga pendidikan profesional/kejuruan (hogeschool/HBO), universitas terbuka
(vrij universiteit dan academie), serta institusi pendidikan internasional
(instelling voor internationaal onderwijs).
Universitas sendiri terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
pertama universitas untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi, dan politik
(universiteit). Kedua, untuk bidang ilmu dasar dan teknologi (technische
universiteit). Ketiga, universitas khusus di bidang pertanian (landbouw
universiteit). Masa studi di tingkat universitas pada awalnya diselesaikan
dalam waktu minimal lima tahun atau lebih dengan gelar Ir (ingenieur, dalam
bidang teknologi dan pertanian) atau Drs (doctorandus, untuk bidang sosial).
Sementara itu, untuk pendidikan kejuruan yang lebih menekankan dunia
profesional (hogescholen), waktu studi berkisar tiga hingga empat tahun, dengan
gelar Ing (ingenieur, untuk bidang teknologi) dan baccalaureus (untuk bidang
studi sosial dan ekonomi).
Sistem pendidikan tinggi itu dalam dua tahun terakhir
mengalami perubahan. Pendidikan sarjana di tingkat universitas saat ini bisa
dicapai hanya dalam tiga tahun dengan gelar yang sama. Setelah itu, mahasiswa
memiliki pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat master (dua tahun).
Perubahan ini membawa dampak lanjutan pada lembaga pendidikan seperti
hogescholen yang juga dapat ditempuh dalam tiga tahun. Dengan waktu yang sama,
lulusan universitas akan jauh lebih diminati ketimbang lulusan hogescholen.
Karena itu, untuk menjaga kuantitas siswa di lembaga-lembaga seperti
hogescholen, mereka mulai melakukan diversifikasi dan kerja sama dengan
universitas-universitas dari luar Belanda, dengan tujuan menciptakan keunggulan
komparatif.
Sementara itu, universitas yang mulai mengubah sistem
dari lima tahun menjadi tiga tahun, ditambah dua tahun pendidikan master, kini
juga mulai menerapkan bahasa Inggris sebagai pengantar di tingkat master. Hal
ini bertujuan agar universitas di Belanda bisa mulai membuka pasaran pendidikan
untuk level internasional. Dengan demikian, peluang siswa asing untuk
melanjutkan studi di Belanda jauh lebih besar karena bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah Inggris. Meski demikian, tidak semua negara melakukan hal
serupa. Jerman meski melakukan restrukturisasi serupa, namun bahasa
pengantarnya tetap Jerman. Hal ini cukup beralasan mengingat Jerman tetap sebuah
bahasa yang digunakan secara luas, baik di Eropa Barat maupun Eropa Timur.
Antara
komodifikasi dan kesejahteraan publik
Restrukturisasi pendidikan tinggi ini juga dilandasi
strategi untuk tetap menjaga keunggulan kompetitif dan komparatif kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang dimiliki masing- masing negara di Eropa. Hal ini
menjadi penting di tengah situasi bersatunya kekuatan ekonomi dan politik di
Eropa. terutama kompetisi dalam menarik arus modal asing amat ditentukan
kualitas SDM yang dimiliki setiap negara (Luigi Orsenigo, Innovation,
Organizational Capabilities and Competitiveness in a Global Economy, 2000).
Ketersediaan SDM berkualifikasi tinggi mencerminkan tingkat pendapatan yang
tinggi serta kuatnya daya beli pasar. Hal ini tentu menjadi salah satu daya
tarik investasi dalam memanfaatkan gaya hidup kelas menengah baru yang
tercermin pada pola konsumsi mereka yang amat dinamis (Pascal Petit, Employment
in a Knowledge-Based Economy, 2000).
Lebih jauh, studi aktual yang dilakukan universitas di
Utrecht telah mengindikasikan kawasan metropolitan Belanda barat (Randstad:
Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, dan Utrecht) sedang terjadi krisis kualitas
maupun kuantitas SDM. Jika hal ini terus berlanjut, Randstad akan kehilangan
daya tariknya dibandingkan dengan London dan Frankfurt Metropolitan Area.
Hilangnya daya tarik SDM itu berarti akan membawa pertumbuhan negatif. Situasi
ini secara langsung memberi implikasi terhadap munculnya kompleksitas baru
serta risiko sosial yang tinggi, sebagaimana diungkapkan pemikir Jerman, Ulrich
Beck, dalam buku Risikogesellschaft und Gegengifte (1986).
Secara singkat, proses neoliberalisasi yang mendorong
restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa merupakan hal menarik untuk
dicermati. Bukan saja karena situasi ini merupakan bagian dari proses
rasionalisasi yang harus dilakukan tanpa pilihan, melainkan ekses yang
ditimbulkan menjadi sedemikian kompleks serta mengindikasikan fenomena
individualisasi yang mengandung risiko tinggi.
Restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa semakin
hari terus mengarah proses komodifikasi. Hal ini tentu kian jauh dari esensi
dan komitmen sosial dalam tradisi Eropa, yang selalu menempatkan pendidikan
tinggi dalam konteks kesejahteraan publik (public welfare). Situasi dilematis ini
bagai telur di ujung tanduk karena memiliki risiko yang amat signifikan dalam
konteks pembangunan jangka panjang.
Daftar Pustaka
Syah Nur, Agustiar (2001). Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara,
http://ppibelanda.org/index.php?Itemid=52&id=43&option=com_content&task=view
http://neso.nuffic.nl/indonesia/indonesian-students/informasi-dalam-bahasa/sistem-pendidikan-belanda
http://neso.nuffic.nl/indonesia/home/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar