Kamis, 19 Mei 2022

SISTEM PENDIDIKAN NEGARA BELANDA

 

A.      Latar Belakang

 

            Belanda memiliki daerah yang luasnya kira- kira 42.000 kilometer persegi, berpenduduk kira- kira 15.807.641 jiwa (word almanac 2000) dan merupakan salah satu negara kecil diantara negara-negara masyarakat eropa dan termasuk yang terpadat penduduknya di dunia. Posisi geografisnya dan keadaan tanahnya menyebabkan perdagangan, perkapalan, pertanian dan peternakan menjadi dasar perekonomian Belanda sejak lama.

            Negara Belanda terbagi dalam 12 propinsi, sebagian besar penduduknya tinggal di tiga propinsi barat, yaitu: Holland utara, Holland selatan dan Utrecth. Negeri Belanda berada di bawah permukaan laut dan umumnya datar; sebagian besar terdiri dari daerah delta sungai rhine, sungai Maas dan sungai Schedt dan berbatas di sebelah utara dan barat dengan laut utara, di Timur dengan republik Jerman dan di selatan dengan Belgia. Bahasa nasionalnya adalah bahasa Belanda, tetapi di bagian utara propinsi Friesland, bahasa Frisia juga dipakai, terutama dalam interaksi lisan.

            Pada tahun 1953, Dewan sosial dan ekonomi Belanda telah menyusun tujuan utama sosio-ekonomi sebagai berikut:

  1. Pendapatan negara yang lebih tinggi
  2. Kebijakan pendapatan yang proporsional dan yang akseptabel
  3. Tidak ada pengangguran
  4. Stabilitas harga
  5. Penggajian yang stabil dan adil

 

            Negara Belanda berbentuk sebuah republik sampai tahun 1813 yang kemudian berubah menjadi kerajaan, yaitu monarki konstitusional, dan pada tahun 1848 berubah lagi menjadi negara demokrasi parlementer. Undang-undang Dasar tahun 1848 yang masih berlaku menetapkan bahwa anggota balai rendah (lower house), dean propinsi dan anggota dewan kotamadya – kabupaten dipilih secara langsung. Anggota balai tinggi (upper house) dipilih oleh dewan propinsi.

            Di negara Belanda, prinsip bahwa orang tua boleh memilih pendidikan untuk anak-anaknya sehingga dapat mengikuti pandangan dan persepsi mereka tentang kehidupan tetap dipertahankan dan didukung. Majelis atau Dewan Pendidikan (school boards) diizinkan atas hak-hak sebagai berikut:

  1. Kebebasan mendirikan, yaitu kebeasan mendirikan sekolah berdasarkan ideologi atau keperluan masyrakat apa saja
  2. Kebebasan ideologi, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompeten pada sekolah yang diasuh oleh denominasi agama untuk menyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip penentuan sendiri jenis ideologi yang dianut
  3. Kebebasan struktur, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompeten untuk menentukan isi dan metode pendidikan. Kebebasan ini dibatasi oleh negara dengan memberikan persyaratan kualitatif

 

B.      Politik dan Tujuan Pendidikan

 

Pendidikan merupakan “sebuah cerminan dari suatu negara” ( Kartini Kartono, DR : 1986 ) Negeri Belanda mengalami sebuah pola pembumian dua kekuatan yaitu garis politik dan garis agama terhadap kekuasaan dan berimplikasi terhadap masyarakat memasuki dekade abad ke 19 dan awal abad ke-20. Sistem tersebut membawa dampak sosial yang berarti bagi masyarakat. Kondisi tersebut berlangsung sampai memasuki tahun 1960-an yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Justru di aspek pendidikan yang tidak mengalami sebuah perubahan ataupun dampak pola pengkristalan aspek agama maupun politik.  Ketidak pengaruhan pada ranah pendidikan disebabkan adanya kebebasan yang terakomodir/termaktub dalam sistem konstitusi negara.

Di dalam Undang – undang Dasar 1848 pemerintah mempunyai tugas untuk mewujudkan pendidikan yang memadai dan bermutu, kebebasan untuk memberi pendidikan. Di samping itu dalam pasal 23 / pasal 1 Undang – undang Dasar Belanda sistem pendidikannya tidak mengenal diskriminasi. Sistem ketata negaraan belanda menganut pola “ demokrasi perwakilan “

Kebebasan yang termaktub dalam konstitusi tersebut ada tiga kebebasan fudamental yaitu :

1.       Kebebasan untuk mendirikan lembaga pendidikan,

2.       Kebebasan dalam mengorganisasikannya

3.       Sebuah otonomi dalam hal ideologi teologis

Ke tiga  unsur tersebut membawa dampak multi disipliner pendidikan di Belanda yang bermunculan, baik dari segi pengelolaan dimana dari rasio dua dari tiga sekolah adalah sekolah swasta, hal ini membawa sinyalemen bahwa sekolah peran masyarakat mempunyai peran dominan dalam hal pengelolaan lembaga pendidikan. Disamping itu aspek institusi keagamaan dalam hal ini katolik dan protestan mempunyai peran dalam hal pendidikan sebagaimana tersirat dalam kontitusi negera Belanda dan mayoriti pemeluknya.

Tujuan pendidikan Belanda secara tersirat dalam konstitusi dan teraflikasi dalam realita membawa adanya kesamaan terhadap kesempatan berpendidikan terhadap warga negaranya, di samping itu perbaikan sistem pendidikan dan peran partisipatory masyarakat lebih di utanamakan dalam rangka pengembanan tanggung jawab bersama, hal ini di jadikan sebagai tujuan umum pendidikan Belanda.

Sistem pendidikan belanda secara khusus berorientasi  pada :

a.       Melaksanakan keadilan terhadap berbagai ideologi yang terdapat dalam  masyarakat.

b.       Meningkatkan persamaan kesempatan balajar bagi berbagai kelompok masyarakat berbeda-beda.

c.        Meningkatkan pertukaran kultural.

d.       Meningkatkan mobilitas dan integrasi sosial

e.       Mempertahankan dan mengembangan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

f.         Mendidik ahli-ahli dan mengembangkan keahliannya pada level-level yang berbeda.

g.       Meningkatkan desentralisasi administrasi dan manajemen

 

C.      Struktur dan Jenis Pendidikan

 

1.             Pendidikan Formal (Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Tinggi)

Sistem pendidikan  formal Belanda terdiri dari tiga tingkat, yaitu:

a.         Pendidikan Dasar

b.         Pendidikan Menengah Pertama dan Kejuruan, dan Menengah Atas Umum

c.          Akademi – Akademi Kejuruan dan Universitas

Ketiga level ini didahului dengan pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-Kanak.

Pendidikan dasar diatur dengan undang-undang tahun 1920 dan undang-undang tentang Taman Kanak-kanak ditetapkan tahun 1955.  Parlemen menyetujui undang-undang baru tentang  TK dan SD digabungkan menjadi satu sehingga merupakan satu format pendidikan dasar baru bagi anak-anak mulai usaia 4 tahun sampai 12 tahun. Pendidikan adalah wajib mulai usia 5 – 17 tahun yang ditetapkan dengan undang-undang wajib belajar tahun 1975. Sekolah-sekolah di Belanda terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

Ø  Sekolah pemerintah/ negeri (dengan jumlah murid 31 % dari keseluruhan murid SD)

Ø  Sekolah swasta yang bukan bersifat keagamaan (5 %)

Ø  Sekolah katolik Roma (32 %)

Ø  Sekolah Protestan (32 %)

Pada tahun 1990, terdapat lebih kurang 3,585 “schoolboards” (competent authorities), selama 3 tahun pertama anak-anak harus belajar selama 2,240 jam dengan minimum 480 jam.

Di Belanda pendidikan khusus tercatat 20 macam, mulai dari sekolah bagi anak-anak yang mengalami ketidakmampuan belajar sampai pada anak-anak dengan cacat ganda. Pendidikan khusus ini melayani anak-anak dari usia 3 tahun yang membutuhkan pertolongan lebih banyak dari anak-anak biasa, baik yang berada di sekolah dasar maupun di sekolah menengah. Pada prinsipnya sekolah khusus disediakan bagi anak-anak pada kelompok umur yang sama. Usia yang dapat diterima pada sekolah khusus bervariasi tergantung pada jenis sekolah, dan biasanya antara usia 3 dan 6 tahun. Pada sekolah menengah umur 12 tahun keatas dengan batas maksimum 20 tahun. Pengecualian hanya dilakukan terhadap kasus-kasus luar biasa. “Schoolboards” (competent authorities) memutuskan menerima atau tidak menerima seorang anak pada sekolah khusus ini didasarkan pertimbangan dan nasihat dari kelompok ahli setelah diperiksa dan diseleksi. Anak-anak yang telah diterima diuji kembali setiap dua tahun. Jumlah dan jenis sekolah khusus terus bertambah. Jenis yang ada pada sekolah dasar dan menengah bervariasi yang masing-masingnya sesuai dengan kelainan yang dialami anak-anak. Ada sekolah khusus bagi anak tuli, setengah tuli, kelainan bicara, buta setengah buta (rabun),cacat fisik, rawatan rumah sakit, sakit kronis, cacat mental, cacat mental yang sangat berat, kelainan tingkah laku yang luar biasa, dan yang mengalami cacat ganda. Walaupun jumlah anak-anak cacat yang ditampung masih kecil, namun dibandingkan dengan jumlah anak-anak biasa pada usia yang sama, jumlah itu relatif meningkat. Yang patut menjadi perhatian adalah jumlah anak cacat laki-laki lebih besar dari jumlah anak-anak cacat wanita, lebih dari dua kali lipat. Dalam tahun 1991, tercatat 1,004 buah sekolah khusus menampung anak-anak 109,000 orang, pada tingkat prasekolah dasar 3,000 orang. Pada sekolah dasar 74,000 orang, dan pada tingkat sekolah menengah 32,000 orang. Rasio murid-guru adalah kira-kira 6:1. Jumlah anak-anak yang masuk sekolah khusus ini terus meningkat dan diperkirakan akan terus meningakat. Anak-anak cacat dari kelompok minoritas etnis juga meningkat, dan pada tahun 1991 mencapai 12% dari seluruh murid di sekolah khusus.

Kira-kira 60% anak-anak yang tamat dari sekolah khusus melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah, 6% masuk ke sekolah dasar, dan selebihnya tidak meneruskan pendidikannya. Bantuan untuk transisi dari sekolah khusus sampai mereka mendapatkan pekerjaan dikelola pada tingkat lokal. Ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengintegrasikan siswa-siswa cacat ke dalam kelas dan sekolah-sekolah biasa. Pada tahun 1985, Undang-undang tenteng sekolah Khusus dikeluarkan. Isinya banyak kesamaannya denga Undang-undang tentang Sekolah Dasar yang bertujuan untuk mendorong transfer dari sekolah khusus ke sekolah biasa, tidak hanya akademik, tetapi juga termasuk anggarannya.

Kurikulum sekolah harus mencakup mata-mata pelajaran yang sama dengan mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah dasar biasa walaupun mungkin dimodifikasi bagi anak-anak yang punya cacat ganda. Anak-anak di bawah usia 7 tahun harus diajar minimal 800 jam, dan anak-anak usia di atas 7 tahun minimal 1000 jam setiap tahun ajaran. Pelajaran berlangsung sampai 5,5 jam sehari.

Struktur sekolah menengah umum di rombak seluruhnya melalui Undang-undang tentang Pendidikan Menengah ( Secondary Education Act ) tahun 1968 yang disbut “Mammoth Act”. semenjak itu, sekolah menengah umum terdiri dari empat jenis sekolah: pendidikan prauniversitas (Secondary grammar school); sekolah menengah kajuruan tingakat pertama dan tingkat atas; akademi vokasional; dan sekolah menengah jenis lain-lain. Yang terakhir ini sesungguhnya bukanlah pendidikan nonvokasional dan dimaksudkan bagi anak muda yang pendidikan wajibnya tidak dapat diselesaikan sepenuhnya.

Juga terdapat bentuk pendidikan vokasional khusus dengan pola pemagangan (apprenticeships); siswa-siswa pengikut program menerima pendidikan teori di sekolah atau pusat pendidikan vokasional, dan pendidikan praktek dilaksanakan di perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan pola pemagangan ini, pendidikan utama (teori) berlangsung selama dua tahun, sedangkan pendidikan praktek selama satu tahun.

Dalam tahun 1982, pendidikan menengah pada umumnya diatur secara vertikal dengan asumsi bahwa anak-anak usia 12 tahun dapat diseleksi dan diarahkan untuk berbagai tipe pendidikan atas dasar kecenderungan atau bakat akademiknya (scholastic aptitude).

Pendidikan prauniversitas (VWO) berlangsung selama 6 tahun dan mempersiapkan anak-anak untuk memasuki universitas atau akademi-akademi yang lebih bersifat profesional (HBO).  Sekolah menengah umum tingkat atas (HAVO) berlangsung selama 5 tahun dan Sekolah menengah umum tingkat pertama (MAVO) 4 tahun. HAVO disusun terutama untuk mempersiapkan murid-murid memasuki pendidikan profesional. Setelah menamatkan MAVO siswa dapat memasuki HAVO tahun ke empat, dapat juga masuk ke sekolah menengah kejuruan tingkat atas (MBO), masuk ke program pemagangan, atau masuk ke pendidikan nonformal secara paruh waktu.

Pendidikan menengah kejuruan tingkat pertama (VBO) menyelenggarakan pendidikan selama 4 tahun sebagai pendidikan pravokasional.

Program singkat MBO (2-3 tahun) dirancang bagi tamatan VBO dan MAVO (dengan sertifikat) yang tidak mendapatkan pendidikan yang cocok di MBO atau pada program pemagangan. Pelajaran disini memberikan kesempatan latihan kepada anak-anak usia 16 tahun keatas untuk jabatan atau pekerjaan yunior.

Pendidikan tinggi terdiri dari 3 jenis: sekolah tinggi profesional, universitas dan universitas terbuka. Sekolah tinggi profesional (HBO) memberikan pendidikan teori dan praktek untuk pekerjaan yang menuntut kualifikasi keterampilan tinggi. Sekolah ini menerima lulusan dari berbagai sekolah menengah atas (HAVO, VWO dan MBO). Dalam tahun 1960 dan 1970 an sekolah tinggi profesional yang diatur dengan undang- undang pendidikan sekolah menengah, makin dianggap sebagai bentuk pendidikan tinggi. Status seperti itu diakui pada tahun 1986, dan pada tahun 1992 dengan undang- undang pendidikan.

Pendidikan universitas merupakan pendidikan akademik yang didapat  secara independen dan sebagai persiapan untuk tugas- tugas dalam masyarakat yang menuntut gelar atau kualifikasi universitas. Universitas memberikan hampir 100 macam bidang studi yang menawarkan gelar, yang dapat dipilih dan disusun oleh mahasiswa, baik yang mata kuliahnya bersifat wajib atau opsional. Oleh karena terbatasnya tempat, maka keputusan dibuat setiap tahun, apakah jumlah penerimaan mahasiswa baru untuk bidang tertentu perlu dibatasi atau tidak.

 

2.              Pendidikan Orang Dewasa dan Pendidikan Nonformal

Organisasi pendidikan bagi orang dewasa dan pendidikan nonformal, baik negeri maupun swasta merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Pendidikan orang dewasa disediakan bagi orang- orang yang berusia 18 tahun keatas, dan terdiri dari:

-          Pendidikan dasar orang dewasa

-          Pendidikan menengah orang dewasa

-          Kursus- kursus kejuruan (vokasional)

-          Pendidikan orang dewasa nonformal.

Pendidikan dasar orang dewasa merupakan rangkaian kegiatan yang memungkinkan mereka mendapatkan ilmu dan keterampilan yang diperlukan yang dapat digunakan  untuk keperluan etnis minoritas yang diajar dalam konteks budaya mereka masing- masing. Pendidikan kejuruan orang dewasa dimaksudkan untuk mempersiapkan mereka dengan kualifikasi agar mereka memperoleh pekerjaan.

 

D.      Manajemen Pendidikan

 

1.       Otorita

Sistem pendidikan Belanda didasarkan pada statuta yang kuat dan berfungsi sebagai peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai dasar peraturan yang rinci dalam bidang-bidang tertentu.

Parlemen dapat menentukan bahwa hasil pembicaraan di dewan pendidikan harus terlebih dahulu disampaikan ke parlemen sebelum peraturan itu dilaksanakan. Peraturan itu berkaitan terutama dengan pendanaan dan organisasi pendidikan.

 

Bentuk system pendidikan Belanda ialah sentralisasi. Pejabat propinsi bertanggung jawab terutama atas tugas pengawasan serta mempunyai peran juga dalam hal pelaksanaan pendidikan orang dewasa, dan banyak dilibatkan dalam tugas perencanaan dan penasihatan. Manajemen dan pengadministrasian diatur pada tingkat lokal. Pejabat kota praja bertanggung jawab atas sekolah-sekolah negeri dan yayasan atau organisasi yang punya fungsi yang sama pada sekolah swasta.

Menteri pendidikan dan ilmu pengetahuan bertanggung jawab mengkoordinasikan kebijakan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta pengawasannya. Dan dibantu oleh sekretaris Negara dengan tanggung jawab khusus atas pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan Inspektorat pendidikan tugasnya mengawasi pembangunan, menjaga semua peraturan dan berjalan sebagaimana mestinya dan melaporkan kepada menteri baik diminta taupun inisiatif sendiri, juga bertanggung jawab menyampaikan laporannya yang independen tentang keadaan pendidikan di parlemen.

Penyusunan kurikulum di buat oleh kepala sekolah dan guru-guru, tetapi tujuan akhir program pendidikan hampir semua ujian akhir tingkat sekolah menengah mengikuti standar nasional. Pejabat propinsi mengerahkan waktunya untuk perencanaan daerah pendidikan.

Organisasi yang punya kepentingan menjalankan pengaruhnya melalui badan-badan konsultatif. Ada 4 organisasi besar yang memayungi pendidikan di Belanda, yaitu : Katholik, protestan, swasta nondenominasi, dan sekolah negeri.

     

2.       Pendanaan

Pendidikan dibiayai oleh kementerian pendidikan dan ilmu pengetahuan kecuali pendidikan pertanian yang  dibiayai Kementrian pertanian dan perikanan.

Sumber dana diperoleh dari : Pajak, sekolah, kursus, dan uang sekolah.

Sedangkan lembaga pendidikan tinggi dapat mengumpulkan uang dari pengajaran atau penelitian yang dilaksanakan atas dasar kontrak. Pendidikan yang tidak didanai oleh pemerintah juga merupakan sector yang cukup besar, yang dana seluruhnya dibayar oleh peserta didik, atau orang tua, atau majikan yang menyekolahkan stafnya. Pada tahun 1992 Kementrian Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan mengalokasikan dana 21 % dari dana yang  tersedia di negeri itu. Akan tetapi tidak tetap, setiap tahun di sesuaikan dengan kebutuhan.

 

3.       Personalia

Pendidikan guru adalah bagian dari pendidikan tinggi. Guru sekolah dasar di didik pada perguruan tinggi professional atau fakultas khusus, untuk pendidikan guru sekolah dasar (PABO’s). Kuliah berlangsung selama 4 tahun, dan memprogramkan agar guru yang mengajarkan semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar.

Guru sekolah menengah harus memiliki kualifikasi “Grade” 1 atau 2. Guru yang berkualifikasi “Grade”2 boleh mengajar pada level tiga tahun pertama di VWO dan HAVO, dan di sekolah MAVO, VBO, dan MBO. Guru berkualifikasi “Grade”1 boleh mengajar pada semua kelompok umur pada semua jenis sekolah menengah. Kuliah penuh untuk pendidikan guru “Grade”2 dalam mata pelajaran umum, diselengarakan pada perguruan tinggi professional selama 4 tahun. Mahasiswa mengambil spesialisasi satu mata pelajaran dan hanya boleh mengajar sesuai bidang keahliannya.

Guru sekolah dasar normalnya bekerja 40 jam seminggu. Pada sekolah menengah, standar beban mengajar guru adalah 29 jam pelajaran.  Guru yang dibebani tugas ekstra, dibebaskan dari tugas mengajar.

      

4.       Kurikulum dan Metodologi Pengajaran

Kebebasan pendidikan yang  digariskan dalam undang-undang memerlukan standar yang perlu ditetapkan oleh kementrian pendidikan dan ilmu pengetahuan. Standar ini mencakup mata pelajaran yang diwajibkan untuk jenis sekolah tertentu, dan peraturan peraturan yang mengikat lainnya mengenai isi ujian-ujian akhir sekolah. Mengenai target pencapaian pendidikan masih belum ditetapkan bagi semua jenis sekolah. Kementrian dalam hal ini berpendapat bahwa berdasarkan prinsip idiologi dan kurikulum, hasil serta penilaian materi pengajaran seharusnya tidak di atur secara sentral. Dalam hal ini dewan pendidikan setempat atau “School boards” beratanggung jawab.

Pada tingkat sekolah dasar rencana kerja merupakan instrumen utama bagi “school board”. Isi program pendidikan ini sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, yang berisi pilihan materi pelajaran, metode mengajar, cara atau bagaimana mengukur hasil belajar, dinilai dan dilaporkan. Rencana kerja (workplan) sekolah dibahas oleh inspektorat.

Pada tingkat sekolah menengah, staf pengajar menyusun silabus dan rancangan pelajaran yang juga diriviu oleh inspektorat.

Pengembangan kurikulum baru terorganisasi secara sistematis semenjak tahun tahun 1960. Lembaga Nasional Pengembangan Kurikulum (Nasional Institute for Curriculum Development, SLO) dibentuk tahun 1975, dengan tugas utama menyusun proposal kurikulum.          

  

5.       Ujian, Kenaikan Kelas dan Sertifikasi

Hampir semua sekolah dasar Belanda, murid naik tingkat secara otomatis dari satu grade ke grade yang lebih tinggi. Umumnya ijazah pertama diperoleh murid pada usia 12 tahun berdasarkan tes yang disusun oleh sebuah lembaga tes pusat (CITO).

Dalam tahun 1990, 58 % sekolah dasar di Belanda menggunakan tes ini. Ujian-ujian eksternal hampir tidak pernah dilakukan lagi.

Pada tingkat pendidikan menengah, ujian akhir sekolah terdiri dari dua bagian , Ujian sekolah dan ujian yang bersifat nasional. Ujian nasional dilaksanakan serentak pada waktu yang sama untuk setiap sekolah. Pada sekolah menengah kejuruan tingkat atas, program ujian ditetapkan oleh Menteri Pendidikan bersamaan dengan dilaksanakannya ujian nasional.

Pada tingkat pendidikan tinggi, dilakukan ujian pada akhir tahun pertama yang dinamakan “propaedeutic examination” untuk menentukan apakah seorang mahasiswa dapat mengikuti kuliah 3 tahun berikutnya. Pada akhir program yaitu setelah 4 tahun mahasiswa harus mengambil ujian akhir.  “School board” atau dewan sekolah (pada HBO) atau dewan Dosen (pada universitas) bertanggung jawab atas pengelolaan dan kualitas ujian.

 

6.       Evaluasi dan Penelitian Pendidkan

Ditingkat sekolah dasar setiap mata pelajaran dievaluasi sekali dalam 8 tahun, dan hasilnya dapat membuat pemerintah melakukan suatu intervensi. Sekolah juga dapat membandingkan hasil penilaian itu dengan angka-angka penilaian nasional dan berdasarkan itu sekolah melakukan perbaikan atau penyesuaian sendiri.

Sehubungan dengan meningkatnya otonomi pada lembaga pendidikan tinggi, pemerintah lebih meningkatkan mutu pengajaran dan pnelitian. Inspektorat saat ini makiin berkurang perannya sehingga tugas utamanya adalah untuk mendorong terlaksananya control kualitas.

 

E.      Reformasi dan Isu Pendidikan

 

            Pada tahun 1975, menteri pendidikan dan ilmu pengetahuan memperkenalkan system pendidikan komprehensif (middensholen), sebuah bentuk sekolah untuk semua anak yang berusia antara 12 dan 16 tahun dan akhirnya setelah melalui perdebatan dan diskusi yang cukup hebat, akhirnya dilaksanakan 15 buah percobaan middenschoolen. Sampai tahun 1986 terjadi kemandekan dan saat itu pula Dewan Penasihat kebijakan pemerintah menerbitkan sebuah laporan mengenai “basic education” (basisvorming), dimana laporan dewan ini mengalihkan persoalan dari struktur pendidikan ke isi pendidikan. “Basic education” dijalankan di sekolah menengah mulai tahun 1993.

.Struktur pendidikan tinggi juga  mengalami perubahan dalam tahun-tahun 1980-an. Sistem dua lapis di perguruan tinggi (undergraduate-graduate) dijalankan, dan pendidikan professional (diploma) kelihatannya lebih banyak diminati.  Penggabungan berbagai sekolah juga dilakukan dengan pertimbangan efisiensi. Sebanyak 350 buah lembaga pendidikan yang selama ini ada digabungkan menjadi 51 buah yang besar dan bersifat multisektoral, sementara 34 yang lainnya tetap independent. Kebanyakan yang digabungkan ini adalah lembaga pendidikan guru sekolah dasar. Penggabungan ini dianggap perlu untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar dan untuk keperluan inovasi-inovasi serta perbaikan kurikulum.

Dalam tahun 1982 dan 1986 tejadi dua reformasi di tingkat pendidikan universitas. Yang pertama terjadi pemotongan anggaran belanja sebesar 317 juta guilders, sementara pada waktu yang sama dilakukan pula peninjauan kembali tugas-tugas pengajaran dan penelitian, dan bagaimana keduanya diselenggarakan antar universitas. Sebagai hasilnya, sebanyak 53 buah program studi ditutup. Reformasi kedua terjadi tahun 1986. Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan terpaksa melakukan tekanan dan terjadi penghematan anggaran  sebesar 129 juta guilders yang 70 juta guilders harus disalurkan kembali ke universitas untuk keperluan inovasi.

Undang undang tentang Pendidikan Dasar tahun 1985 bertujuan untuk menghindari interupsi dalam proses perkembangan individual anak, hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan. Hanya 35 % pekerjaan sekolah yang melakukan pengajaran individual berdasarkan perbedaan-perbedaan yang tedapat pada anak-anak. Lebih jauh lagi, pendidikan prasekolah tetap saja merupakan pendidikan yang terpisah. Banyak sekolah yang belum efektif mengintegrasikan prasekolah ke dalam sekolah dasar. Pelaksanaan pendidikan multicultural sulit dilakukan walaupun sudah disepakati bahwa itu memang penting. Semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang datang dari kelompok etnis minoritas maka langkah-langkah kearah pendidikan multicultural itu terasa makin penting pula.

Kebijakan prioritas pendidikan (OVB) bertujuan untuk mengatasi kelemahan- kelemahan yang dijumpai dalam praktek, yang fokusnya adalah pada anak-anak yang berasal dari etnis dengan sosioekonomi rendah. Tambahan anggararan belanja disediakan untuk maksud-maksud di atas melalui berbagai program pendidikan dengan melibatkan berbagai organisasi kesejahteraan masyarakat. Suatu evaluasi menunjukkan bahwa usaha ini cukup berhasil. Namun demikian , sekolah-sekolah yang berbentuk “Black schools”, karena kebanyak muridnya berasal dari kelompok etnis minoritas, makin bertambah banyak muncul di bagian kota-kota besar. Untuk anak-anak etnis minoritas ini pemerintah mengeluarkan dana tambahan yang disalurkan melalui sekolah.

Masalah lain ialah makin banyak anak-anak yang meninggalkan pendidikan menengah tanpa memperoleh ijazah. Sebagian ada yang meneruskan di sekolah lain dengan belajar paruh waktu (part-time) sampai mereka memperoleh sertifikat. Sangat sulit bagi mereka yang tidak menyelesaikan pendidikannya dan tidak memiliki sertifikat untuk mendapatkan pekerjaan.

Di samping hal-hal di atas, banyak pula di antara siswa yang tamat dari pendidikan menengah umum dan prauniversitas mengalami kesulitan di perguruan tinggi disebabkan pilihan mata elajaran yang tidak cocok. Peralihan dari pendidikan menengah ke universitas merupakan masalah sehingga mengakibatkan banyaknya mahasiswa yang mengalami kegagalan. Sejumlah siswa di sekolah menengah mengundurkan diri dan ini merupakan persoalan yang meminta perhatian pemerintah.

Pada sector pendidikan guru masalah yang dihadapi adalah kekurangan guru sekolah menengah dan staf pengajar di universitas untuk mata pelajaran tertentu (matematika, ekonomi, ilmu eksakta, dan teknik). Mendidik kembali, menambah tempat pendidikan guru, dan upaya-upaya untuk mendorong calon guru mungkin dapat mengatasi   masalah kekurangan ini.

 

Transformasi sistem pendidikan tinggi di Belanda

Restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa paling tidak distimulasi oleh empat fenomena. Pertama, transformasi aktivitas industri (sektor sekunder) menuju sektor tersier membutuhkan kualifikasi tenaga kerja yang tidak saja terampil, namun harus mampu menguasai sistem teknologi baru yang dipakai secara luas dalam dunia profesional. Penguasaan dan pemahaman teknologi amat diperlukan, terutama untuk membantu mempercepat proses pengambilan keputusan dengan akurasi tinggi, guna meningkatkan pelayanan di berbagai bidang jasa baru (Kjell Rubenson & Hans G, Schuetze, Transition to the Knowledge Society, 2000).

Kedua, proses neoliberalisasi telah meningkatkan arus mobilitas tenaga kerja yang berkualitas (highly educated). Hal ini terjadi khususnya di antara negara-negara maju dengan tingkat pendapatan per kapita serta kekuatan daya beli yang cukup tinggi. Gejala ini, seperti diungkap Saskia Sassen (The Global City, 2000), telah membentuk gejala polarisasi sosial/spasial baru berdasarkan brain power

Ketiga, bersatunya kekuatan ekonomi dan politik di Eropa meningkatkan arus kerja sama antarnegara dalam berbagai bidang Pendidikan tinggi dalam hal ini tetap merupakan tulang punggung riset yang mampu melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan pendekatan- pendekatan sosial, ekonomi dan politik; begitu juga dengan inovasi di bidang ilmu-ilmu dasar dan teknologi sesuai perkembangan itu.

Keempat, proses neoliberalisasi, sebagaimana disampaikan oleh Francis Fukuyama (The End of History and the Last Man, 1992) maupun Ulrich Beck (World Risk Society, 1999), telah berdampak pada memudarnya nation-state. Dinamika ini telah memberi konsekuensi pada berkurangnya investasi publik untuk sektor-sektor strategis jangka panjang (welfare state system), seperti sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sistem pensiun).

Perlahan-lahan institusi pendidikan tinggi di Eropa akan (bahkan telah) memasuki proses privatisasi karena berkurangnya pendanaan negara untuk sektor pendidikan. Proses inilah yang disebut Beck sebagai pudarnya public realm yang menuju proses individualisasi. Gejala privatisasi ini membawa pengaruh pada restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa yang semakin hari menuju pada proses komodifikasi ketimbang mempertahankan esensi bahwa pendidikan merupakan bagian sistem kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang.

Berbagai fenomena tersebut selanjutnya bisa dilihat melalui proses restrukturisasi pendidikan tinggi di Belanda. Sistem pendidikan tinggi di Belanda sebelum proses restrukturisasi berlangsung terdiri dari empat lembaga pendidikan tinggi, yaitu universitas (wetenschappelijk onderwijs/WO), lembaga pendidikan profesional/kejuruan (hogeschool/HBO), universitas terbuka (vrij universiteit dan academie), serta institusi pendidikan internasional (instelling voor internationaal onderwijs).

Universitas sendiri terdiri dari tiga bagian utama, yaitu pertama universitas untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi, dan politik (universiteit). Kedua, untuk bidang ilmu dasar dan teknologi (technische universiteit). Ketiga, universitas khusus di bidang pertanian (landbouw universiteit). Masa studi di tingkat universitas pada awalnya diselesaikan dalam waktu minimal lima tahun atau lebih dengan gelar Ir (ingenieur, dalam bidang teknologi dan pertanian) atau Drs (doctorandus, untuk bidang sosial). Sementara itu, untuk pendidikan kejuruan yang lebih menekankan dunia profesional (hogescholen), waktu studi berkisar tiga hingga empat tahun, dengan gelar Ing (ingenieur, untuk bidang teknologi) dan baccalaureus (untuk bidang studi sosial dan ekonomi).

Sistem pendidikan tinggi itu dalam dua tahun terakhir mengalami perubahan. Pendidikan sarjana di tingkat universitas saat ini bisa dicapai hanya dalam tiga tahun dengan gelar yang sama. Setelah itu, mahasiswa memiliki pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat master (dua tahun). Perubahan ini membawa dampak lanjutan pada lembaga pendidikan seperti hogescholen yang juga dapat ditempuh dalam tiga tahun. Dengan waktu yang sama, lulusan universitas akan jauh lebih diminati ketimbang lulusan hogescholen. Karena itu, untuk menjaga kuantitas siswa di lembaga-lembaga seperti hogescholen, mereka mulai melakukan diversifikasi dan kerja sama dengan universitas-universitas dari luar Belanda, dengan tujuan menciptakan keunggulan komparatif.

Sementara itu, universitas yang mulai mengubah sistem dari lima tahun menjadi tiga tahun, ditambah dua tahun pendidikan master, kini juga mulai menerapkan bahasa Inggris sebagai pengantar di tingkat master. Hal ini bertujuan agar universitas di Belanda bisa mulai membuka pasaran pendidikan untuk level internasional. Dengan demikian, peluang siswa asing untuk melanjutkan studi di Belanda jauh lebih besar karena bahasa pengantar yang dipergunakan adalah Inggris. Meski demikian, tidak semua negara melakukan hal serupa. Jerman meski melakukan restrukturisasi serupa, namun bahasa pengantarnya tetap Jerman. Hal ini cukup beralasan mengingat Jerman tetap sebuah bahasa yang digunakan secara luas, baik di Eropa Barat maupun Eropa Timur.

Antara komodifikasi dan kesejahteraan publik

Restrukturisasi pendidikan tinggi ini juga dilandasi strategi untuk tetap menjaga keunggulan kompetitif dan komparatif kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki masing- masing negara di Eropa. Hal ini menjadi penting di tengah situasi bersatunya kekuatan ekonomi dan politik di Eropa. terutama kompetisi dalam menarik arus modal asing amat ditentukan kualitas SDM yang dimiliki setiap negara (Luigi Orsenigo, Innovation, Organizational Capabilities and Competitiveness in a Global Economy, 2000). Ketersediaan SDM berkualifikasi tinggi mencerminkan tingkat pendapatan yang tinggi serta kuatnya daya beli pasar. Hal ini tentu menjadi salah satu daya tarik investasi dalam memanfaatkan gaya hidup kelas menengah baru yang tercermin pada pola konsumsi mereka yang amat dinamis (Pascal Petit, Employment in a Knowledge-Based Economy, 2000).

Lebih jauh, studi aktual yang dilakukan universitas di Utrecht telah mengindikasikan kawasan metropolitan Belanda barat (Randstad: Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, dan Utrecht) sedang terjadi krisis kualitas maupun kuantitas SDM. Jika hal ini terus berlanjut, Randstad akan kehilangan daya tariknya dibandingkan dengan London dan Frankfurt Metropolitan Area. Hilangnya daya tarik SDM itu berarti akan membawa pertumbuhan negatif. Situasi ini secara langsung memberi implikasi terhadap munculnya kompleksitas baru serta risiko sosial yang tinggi, sebagaimana diungkapkan pemikir Jerman, Ulrich Beck, dalam buku Risikogesellschaft und Gegengifte (1986).

Secara singkat, proses neoliberalisasi yang mendorong restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa merupakan hal menarik untuk dicermati. Bukan saja karena situasi ini merupakan bagian dari proses rasionalisasi yang harus dilakukan tanpa pilihan, melainkan ekses yang ditimbulkan menjadi sedemikian kompleks serta mengindikasikan fenomena individualisasi yang mengandung risiko tinggi.

Restrukturisasi sistem pendidikan tinggi di Eropa semakin hari terus mengarah proses komodifikasi. Hal ini tentu kian jauh dari esensi dan komitmen sosial dalam tradisi Eropa, yang selalu menempatkan pendidikan tinggi dalam konteks kesejahteraan publik (public welfare). Situasi dilematis ini bagai telur di ujung tanduk karena memiliki risiko yang amat signifikan dalam konteks pembangunan jangka panjang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Syah Nur, Agustiar (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, Bandung: Lubuk Agung.         

http://ppibelanda.org/index.php?Itemid=52&id=43&option=com_content&task=view

http://neso.nuffic.nl/indonesia/indonesian-students/informasi-dalam-bahasa/sistem-pendidikan-belanda

http://neso.nuffic.nl/indonesia/home/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN