MAKNA DAN PENDEKATAN
PERENCANAAN
A. Kedudukan Perencanaan Pendidikan
Tulisan ini dimaksudkan dapat
dibaca oleh mereka yang menaruh minat pada dunia (persiapan, proses, dan hasil)
pendidikan, yang menjadi tulang punggung pemba ngunan manusia. Bagaimanapun
berhasil atau gagalnya program pembangunan suatu Negara tergantung pada faktor
manusianya. Dalam pada itu tingkat mutu manusia, tinggi atau rendahnya
tergantung pada kegiatan pendidikan. Untuk keberhasilan pendidikan, langkah
awal yang sangat strategis adalah membuat perencanaan.
Melalui perencanaan
pendidikan, sesungguhnya kita menjadi bagian dari tangan Tuhan menentukan takdirNya. Taqdir Tuhan, menghendaki
manusia jadi khalifahNya di muka bumi
(QS 2:30)[1],
memakmurkan dunia (QS11:61), dan supaya manusia terlibat mempersi apkan masa
depan ummat manusia (QS59:19). Untuk itu Tuhan memberikan potensi dan
mempersilahkan manusia menggunakan segala macam sumber daya (resources) secara efisien dan efektif (QS2:29; 17:26,27;
3:191), supaya manusia memiliki integritas pribadi yang bermartabat (iman), mempunyai integritas social (amal soleh),
serta hidup dalam proses yang terus menerus berinteraksi dengan sesamanya
menuju kebenaran hakiki (QS103:1-3).Dalam kaitan inilah perencana pendidikan
dituntut untuk memusatkan pikiran pada pengembangan
sumber daya manusia sehingga mereka sebagai peserta didik tetap berada pada
posisi sentral, pusat penentu seluruh unsur yang terlibat dalam proses
pendidikan.
KEDUDUKAN PERENCANAAN •
AKTUALISASI TAQDIR KEKHALIFAHAN (2:30) •
MENENTUKAN MASA DEPAN (59:19) •
MEMAKMURKAN DUNIA (11:61) •
EFISIEN DAN EFEKTIF (3:191) SUBJEK DIDIK MANUSIA BERMARTABAT: INTEGRITAS KEPRIBADIAN; INTEGRITAS SOSIAL; KONSIST MENUJU KEBENARAN HAKIKI (Q103:1-4) kepedulian terhadap anak didik indikator utama kepiawaian
Perencana Pendidikan
Tingkat kepedulian terhadap anak didik
dalam perencanaan pendidikan merupakan indikator utama kepiawaian para Perencana Pendidikan. Pada mereka
terletak kunci tanggung jawab atas tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu
proses pendidikan. Mereka bertugas memikirkan dan merancang apa tujuan (pada
berbagai tingkatnya sesuai dengan kedudukan si perencana), apa materi
pendidikan (kurikulum nasional kurikulum lokal), bagaimana materi disampaikan,
instrumen atau fasilitas apa dengan jumlah dan mutu yang bagaimana yang harus
disiapkan, apa syarat dan siapa yang memenuhi syarat bagi tercapainya tujuan
pendidikan, gambaran masa depan apa yang harus dicanangkan saat kini, peran apa
yang harus dimainkan oleh setiap unsur yang terlibat pendidikan, target
sementara dan target akhir apa yang harus dicanangkan, bagaimana cara supaya
berhasil mengumpulkan dana, bagaimana cara pengelolaan serta alur
pertanggungjawabannya, bagaimana mengawasi proses pendidikannya, bagaimana
pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan pada tingkat lembaga,
tingkat pelaksana kebijakan, dst.nya.
B. Sejarah Rendik
Sejarah
perencanaan pendidikan dapat terlacak dengan mempelajari sejarah manusia.
Kegiatan bermasyarakat dan kegiatan terkait lingkungan fisik manusia, merupakan
sisi lain dari kegiatan perencanaan
pendidikan. Keduanya bersifat sinergis.
Lokasi kota dan sifat atau karakter penduduknya akan mencerminkan
perencanaan pendidikan. Karakter penduduk ditentukan oleh karakter keagamaan,
social, politik dan karakter pekerjaan. Kompleksitas karakter kota menunjukkan
kompleksitas interrelasi dan interaksi penduduknya, dalam berbagai bidang
kehidupan termasuk bidang pendidikan.
Kota
Mesir merupakan kota kuno
dengan peninggalan artefak sejak 3200 tahun sebelum masehi. Sikap keagamaan
yang menganggap raja sebagai Tuhan, dan karenanya raja merupakan pelindung
ekonomi, politik dan keamanan, mempengaruhi tata letak kerajaan, istana dan
astana (kuburan) yang kemudian member
pengaruh terhadap cara dan apa yang harus dipelajari penduduk supaya hidup
serasi dengan Tuhan.
Kota
Mesopotamia di lembah sungai
Tigris dan Euprat di Irak sekarang,
termasuk kota berkeadaban tinggi pada waktu yang sejaman dengan Mesir.
Risiko diapit dua sungai besar memaksa penduduknya untuk membuat rancang bangun
kota yang subur namun sering dilanda banjir yang kemudian menimbulkan penyakit
itu, juga suka dilanda kerusuhan lantaran datangnya para penjajah yang
berkehendak “mencicipi” kemakmuran negeri
tersebut. Dahulu oleh dinasti Khan, sekarang oleh gerombolan George W
Bush dari Amerika.
Kota
Assiria merupakan daerah terbuka
lantaran terletak di daerah yang terbentang luas tanpa hutan pepohonan. Para
pimpinannya merancang kota persegi empat untuk pertahaman dari berbagai arah,
dan mendidik penduduknya dengan kehidupan militer yang keras, kejam, dan suka
perang.
Kota Babilonia, dirancang oleh Nebukadnezar empat
persegi panjang dengan bangunan besar dan indah, dialiri sungai-sungai di
tengahnya dan jembatan-jembatan yang dibanguan pertama kali di dunia serta
taman-taman tergantung yang tersohor ke seluruh dunia sampai sekarang. Hal ini
kemudian diikuti oleh para pimpinan Persia dalam merekayasa kotanya.
Minos, seorang
pemimpin Cretan, tokoh di kepulauan Aegian, membangun
kerajaan laut dengan system feodalisme dan eksploitasi komunal. Kota dibangun
pada tanah terbatas landaian gunung, penuh estetika namun sangat eeffektif.
Pasar dikembangkan, dan setiap warga diberi kebebasan yang sama. Untuk menjaga
hak tersebut didirikan sekolah-sekolah. Perencana kota termasyhur saat ini
adalah Hippodamus, yang merancang kota dengan jalan-jalan besar dan lurus.
Perencanaan
pendidikan yang lebih teratur dan menonjol adalah pada kerajaan Roma. Bila di Yunani bangunannya sederhana dan anggun,
di Roma bangunan dirancang dengan melihat kepraktisan, kehebatan dan keagungan
kaisar Roma. Dalam mengejar kepraktisan, kota dapat cepat diubah atau
diperbaiki lagi. Pendidikan sangat dipentingkan. Dikerjakan secara tetap,
terdiri atas tiga tingkatan yakni primus magister
yang kurikulumnya membaca, menulis dan berhitung, grammar school yakni perluasan baca, tulis, hitung. Bila berhasil
dilanjutkan pada penddikan
khusus atau pendidikan guru. Untuk stabilitas pendidikan, Kaisar
dari sejak Yulius Caesar member dukungan baik,
khususnya pada jaman Antonius Pius yang membuat ketentuan bahwa di ibu
kota harus ada 5 Grammarians, kota besar empat dan kota kecil, tiga
Grammarians. Perencanaan disini berkembang seiring dengan perkembangan
kekaisaran.
Di bawah kaisar
Justinian kekaisaran Romawi,
Byzantine merupakan kota arsitek
yang sangat khusus dengan cirri-cirinya kubah dengan pahatan dan lempengan
serta warna warni yang sangat menarik. Salah satu bentuk bangunannya adalah
gereja Aya Sophia yang sekarang jadi masjid agung di Konstantinopel (sekarang: Ankara Istambul) Keindahan dan
besarnya ukuran gereja yang dibuat saat itu, lantaran gereja diberi tugas
melaksanakan pendidikan. Pada abad pertengahan, tanggung jawab dan pengawasan
pendidikan ini diserahkan kepada Dewan Kota.
Pada masa
Renaisance, pembangunan kota lebih tertata keindahannya, ada jalan lurus, taman
kota, dan bangunan-bangunan sebagai respon terhadap orang-orang yang peduli
terhadap pendidikan. Saat itu sudah ada kegiatan analisis kebutuhan
pembelajaran siswa secara individual, pengorganisasian sekolah, aspek
kemanusiaan dan social dalam kurikulum.
Pada masa abad
ke 19, kegiatan pendidikan sudah diawali dengan perencanaan yang komprehensif.
Pendidikan ditempatkan sebagai masalah publik yang harus didukung
pemerintah. Kebijakan demikian didorong
oleh sikap dasar yang menegaskan bahwa (a) setiap warga Negara harus dapat
hidup mandiri, tidak tergantung pada pihak lain; (b) mereka harus dapat
memberikan kontribuasi terhadap kesejahteraan masyarakat; dan (c) pendidikan
menentukan tingkat kesempurnaan seseorang.
Pertumbuhan
industi yang sangat cepat mendorong terkonsentrasinya jumlah penduduk terkait
urbanisasi pada beberapa titik kota, konglomerasi yang berorientasi kuantitas
dan abai terhadap kualitas, menciptakan di kota banyak daerah-daerah kumuh,
lantaran (a) abai terhadap topografi dan ekologi; (b) pembangunan pabrik dan
jalan-jalan kereta api di pusat-pusat kota. Gerakan pembangunan kota yang lebih
tertata apik, sebagai respon terhadap perubahan social yang didukung oleh
perkembangan teknologi. melahirkan penyelenggaraan sekolah jadi lebih baik.
Perkembangan
spektakuler dimunculkan melalui gagasan Sir Ebenezer pada awal abad ke 20
(1919) melalui konsep Taman Kota (The Garden City Concept) yakni kota yang
didisain dengan memperhatikan kesehatan, baik pada tempat tinggal, industry,
maupun perkampungan. Kota dipenuhi taman-taman sambil tetap memprediksi
kemungkinan masalah-masalah di perkotaan. Kemudian Howards mengembangkan konsep
ini dengan memasukkan fungsi-fungsi fisik, social, dan ekonomi, mempadukan pola
perkotaan dan perkampungan untuk meningkatkan kesejahteraan warga kota dan
warga kampong. Beberapa konsep taman kota adalah sebagai berikut.
a. Kota ukuran sedang untuk industry dan
perdagangan, lokasinya berdekatan dengan wilayah pedesaan dengan prasarana yang
baik dan menyatu dengan komunitas;
b. Dibuat akses antara tempat tinggal,
tempat bekerja, pertokoan, dan pusat-pusat kebudayaan;
c. Pembatasan jumlah penduduk (bukan
penyebaran penduduk) terkait penyediaan saran ataman-taman, tempat rekreasi,
dan lampu-lampu jalanan;
d. Pembangunan kantor-kantor yang didasari
keharmonisan bangunan dan letaknya di perkotaan;
e. Perencanaan system komunikasi internal
maupun eksternal;
f.
Penggabungan
kepemilikan melalui kombinasi kepemilikan individu dan kepemilikan perusahaan.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya
terkait konsep taman kota ini adalah adanya tanah-tanah milik publik untuk
pengembangan kota, kualitas dan keberlanjutan pembangunan kota.
Semakin panjang
jangka waktu pembangunan kota dan pembangunan pendidikan yang dirancangkan
semakin dituntut gambaran sinergis perencanaan dua bidang tersebut.
Pada jaman
Modern apresiasi dapat ditunjuk pada Uni Soviet, kemudian meluas sesudah Perang
Dunia II ke negeri Barat dan kemudian baru ke Negara-negara dunia ketiga.
Perencanaan pendidikan awalnya dalam bentuk praktek tanpa teori. Tapi praktek
kemudian menjadi pedoman belajar dan mengetahui yang menuntun pada teori,
konsep, pendekatan, dan metodologi yang kemudian berkembang melalui proses
trial and error. Kemudian teori-teori tersebut memperkaya praktek. Dalam kaitan
ini penting untuk diketahui perbedaan perkembangan perencanaan pendidikan
diantara Negara-negara sosialis, kapitalis, dan Negara-negara berkembang.
Kedudukan Perencanaan Pendidikan pada
setiap pemerintahan memiliki keragaman, sesuai dengan sistem sosial politik
negaranya. Walau para perencana pendidikan memiliki tugas dan tanggungjawab
yang kurang lebih sama, namun kedudukan Perencanaan Pendidikan pada setiap
pemerintahan berbeda-beda. Hal ini terkait dengan sistem sosial politik
negaranya. Di negara-negara sosialis tahun 80-an, seperti Rusia dan China,
Perencanaan Pendidikan merupakan bagian integral dari peran pemerintah
dalam memanajemen dan merencanakan sistem produksi. Pembangunan ekonomi,
mereka koresponden sikan dengan rancangan jenjang pendidikan yang mensuplai
tenaga kerja yang diperlukan. Hal ini berbeda jauh dengan masyarakat kapitalis
di negara-negara Amerika Utara dan Eropa Barat. Mereka memiliki perencanaan
pembangunan secara umum (general) dan Perencaan Pendidikan merupakan bagian
(particular) yang meng ikuti perencanaan umum tadi. Teorinya adalah perlunya
keseimbangan pasar yang ditentukan oleh supply and demand. Karena itu
manakala terjadi intervensi pada suatu bagian kenegaraan, bukan saja hal ini
dianggap berlebih-lebihan (redundant), tapi juga kontra
produktif. Namun demikian, akhir-akhir ini terdapat langkah positif perencanaan ekonomi dan
pendidikan di negara Barat, seperti Jerman dan negara-negara federal di AS.
Sementara Perancis masih meragukan perencanaan yang memperhadap-hadapkan masyarakat
dengan ekonomi.
Dalam banyak negara dunia
ketiga tahun 1970-an, perencanaan (pembangunan) umum dan perencanaan
pendidikan, baru berfungsi sebagai kegiatan yang menandakan diri sebagai negara
merdeka (independent government). Mereka mengadopsi perencanaan dari negara maju dalam
rangka memanfaatkan dua keadaan. Pertama, pemanfaaatan sumber daya seefektif
dan sesistimatik mungkin, dan kedua, meminta bantuan organisasi internasional
yang menilai dengan melihat perencanaan pendidikan dari sisi rasionalitas dan pertanggung jawaban. Baik
World Bank maupun Unesco keduanya
merupakan promotor utama bersama pemerintah Perancis dan Ford Foundation untuk
menetapkan IIEP (International Institute for Educational Planning) di Paris
sebagai sumber pelatihan dan sumber para ahli bagi para perencana negara
berkembang mengembangkan negerinya.
C. Tujuan dan Bentuk Perencanaan Pendidikan
Satu hal
yang sangat penting dalam perencanaan pendidikan, baik dilihat dari segi teori
maupun praktek adalah parameter dalam dan luar dari
perencanaan. Demikian juga berkenaan dengan identifikasi dan proyeksi pengembangan
pendidikan sebagai hasil dari keputusan politik yang sifatnya nasional dari
tujuan pendidikan. Suatu keputusan politik mengenai pemba ngunan pendidikan (pend.
dasar sembilan tahun umpamanya), akan memiliki beberapa implikasi. Dapat
dicontohkan umpamanya implikasi terhadap
pengangkat an jumlah guru dan jumlah bangunan yang diperlukan. Pada gilirannya
hal ini berkaitan dengan penentuan terhadap kebutuhan finansial dan sumber financial, yang untuk
pengadaannya kadangkala tidak dapat dipenuhi sekaligus dan karenanya harus disebar
kepada beberapa periode pembangunan tertentu.
Hal yang juga
sangat penting dalam perencanaan pendidikan adalah menegaskan hubungan antara
pengem bangan sistem pendidikan dengan pengembangan masyarakat secara
keseluruhan. Dalam konsep ini, tugas perencanaan pendidikan adalah membuat
proyeksi masa depan dari sistem pendidikan sebagai upaya merespon secara
optimal kondisi eksternal, tantangan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Hal
yang sangat penting dalam kaitan ini adalah penyusunan perencanaan pendidikan
yang didahului oleh proyeksi kebutuhan ekonomi dengan melatih SDMnya. Kemudian
sistem pendidikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi link and
match antara “para lulusan” dengan kebutuhan SDM baru.
Model perencanaan
ini membutuhkan persyaratan instrumen pendidikan yang terkait dengan ummat atau
masyarakat. Di sini memang perlu ditegaskana bahwa perencanaan pendidikan
berperan dan sesungguhnyalah
didefinisikan sebagai instrumen yang dapat membuat kontribusi khusus dan
maksimal bagi pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
D. Definisi Perencanaan Pendidikan
Pendefinisian suatu terminologi merupakan
suatu kegiatan yang kadang cukup membingungkan dan karena itu jadi melelahkan,
terlebih pada term-term yang kurang dikenal.
Ada kalanya jargon, issue, atau opini umum dijadikan definisi, dan
karenanya tidak memenuhi tugas dan fungsi suatu definisi sebagai upaya mendeskrip sikan suatu substansi
(barang, kegiatan atau institusi yang didefinisikan) secara persisi dan
representatif. Suatu definisi yang tidak memenuhi tugas dan fungsinya, akan
menjadikan komunikasi ilmiah (dan malah komunikasi sosial) kurang berjalan
dengan baik.
Karena itu definisi yang persisi merupakan
sesuatu yang penting. Sebagai pendidik, yang diperlukan adalah kewaspadaan atau
kehati-hatian, supaya tidak salah memahami langkah-langkah lanjutan dari suatu
pendefinisian. Karena melalui definisi, orang membuat konstruksi awal dari
berbagai tindakan selanjutnya. Dengan demikian akan terbuka peluang berbeda
atau malah berbenturan program dan agenda kegiatan manakala definisi awalnya
berbeda.
Namun manakala kita sadar sejak awal ada
definisi yang pada substansinya tidak berbeda (walau mungkin berbeda pada
tingkat formulasi kalimat), maka sedikitnya kita akan dapat meminimalisasi
perbedaan tahapan kegiatan atau perbenturan program/agenda kegiatan tersebut.
Pada umumnya terdapat dua macam
pendefinian, yakni definisi terminologi
dan definisi sosiologi atau operasional.
Pada definisi terminologi digambarkan
hakikat persisi dari maksud suatu peristilahan dengan melihat akar kata,
bukti-bukti otentik makna kata pada prasasti, buku, peraturan-peraturan, atau
penggunannya pada saat term atau istilah tersebut mulai digunakan.
Definisi sosiologi atau operasional adalah
definisi yang menggambarkan penggunaan term tersebut pada saat kegiatan (studi,
dialog, penelitian, atau pengajaran) dilakukan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan umpamanya term provokasi. Secara terminologi istilah tersebut tidak
harus selalu dimaknai negatip, sebab dapat berarti membangkit
Idealnya definisi terminologi dan definisi
operasional tersebut memiliki kaitan makna diantara keduanya sehingga para pembaca selanjutnya tidak kehilangan
asosiasi dalam menangkap ide atau konsep yang dikemukakan penulis/peneliti.
Definisi. Dalam hal
definisi perencanaan, Kaufman[3]
menyatakan Plan is a projection of what is
to be accomplished to reach valid and
valued goals, sedangkan
Koontz at all[4]
menegaskan the purpose of every plan and all derivative plans is to facilitate the
accomplishment of enterprise purpose and objective. Sudah barang tentu
manakala hal itu dibuat oleh suatu lembaga semisal lembaga pendidikan, hal itu
memerlukan keputusan penentu kebijakan. Inilah yang menjadi perhatian utama
Fakry Gaffar yang menyatakan bahwa perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai
keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk
mencapai tujuan yang ditentukan[5].
Dalam perencanaan diperlukan kemampuan berimajinasi orang per orang atau
kelompok tentang keberadaan masa depan, khususnya mengenai lingkungan
pendidikan dan komunitas manusia. Dalam kaitan inilah seorang perencana perlu
memahami nilai-nilai, tujuan-tujuan, dan struktur sosial komunitas yang akan
dijadikan sasaran perencanaanna. Senada
dengan ini diungkapkan Banghart and Trull yang menyatakan "it is
conceptual designing on which decisions and actions by groups may be made"
Banghart and Trull membedakan perencanaan dengan rencana. 'Preparing to do' is
called planning, and 'communicating what is to be done' is called a plan.
Sementara menurut Harvey S Perloff and Benyamin Handler, "planning as
blending of procedure and content", yang di dalamnya terliput saling
hubungan antar penduduk, objek phisik, dan kekuatan lingkungan, sehingga dapat
dikatakan bahwa "planning is concerned with the conservation of
resources" juga di dalamnya "must include such characteristics as
economics, politics, social factors, budgeting and patterns of living[6].
Dengan melihat beberapa
definisi dan kandungan yang tersirat di dalamnya, dapat dikatakan bahwa perencanaan
adalah keputusan menetapkan formulasi kegiatan yang baik, benar, argument jelas, sistimatis,
yang diproyeksikan untuk mencapai tujuan yang valid dan bermakna, sesuai kebutuhan subjek sasaran
perencanaan.
Dimensi. Menurut Banghart
and Trull[7],
terdapat sembilan dimensi bagi
terbentuknya perencanaan yang komprehensif dan efisien.
Pertama, signifikansi
(significance). Tingkatan signifikansi tergantung pada kepentingan
masyarakat menentukan tujuan, garis besar, dan kriteria evaluasi pendidikan.
Hal ini harus jelas supaya para pemerhati mudah mengobservasi keberhasilan atau
kegagalan suatu kegiatan pendidikaan.
Kedua, fisibility
(feasibility). Hal ini terkait dengan otoritas politik, peluang teknologi,
estimasi pembiayaan, serta aspek-aspek
lain berdasarkan pertimbangan yang realistik.
Ketiga, Relevan
(relevance). Karakter utama dari relevansi ini adalah kesesuaian dengan tujuan,
peluang untuk diteraplaksanakan, kecocokannya sebagai pemecahan masalah yang
dihadapi, disamping merupakan gambaran dari optimalisasi proses untuk mencapai
tujuan-tujuan yang spesifik.
Keempat, kepastian
(definitiveness). Hal ini terkait dengan sebanyak-banyaknya identifikasi
program berdasarkan pemikiran yang
paling argumentatif. Untuk memperolehnya dapat melalui simulasi, sehingga
perencanaan yang reelnya bertumpu kepada data yang dapat dipercaya.
Kelima, Hemat
(parsimoniousness). Prinsip perencanaan adalah "should be outlined in the
simplest manner". Penerapan prinsip ini adalah perencana harus memilih
yang paling efisien diantara berbagai macam solusi yang dimungkinkan.
Keenam, sesuai
(adaptability). Perencanaan pendidikan merupakan kegiatan yang dinamik, dan
karenanya harus dalam keadaan siap berubah sesuai dengan masukan informasi pada
sistem yang dikembangkan. Melalui kemungkinan berbagai macam proses, perencanaan yang fleksibel dapat dirancang
bangun.
Ketujuh, masa depan
(time). Terdapat beberapa faktor penting terkait dengan masa depan. Pertama,
watu merupakan silus alamiyah, kedua, kebutuhan untuk berubah sesuai dengan
berlalunya waktu, ketiga, ada batas target waktu yang harus ditentukan dalam
perencanaan, keempat, waktu juga mempengaruhi kemampuan menilai kebutuhan
pendidikan terkait dengan kehidupan masa depan.
Kedelapan, monitoring.
Kegiatan ini terkait dengan penilaian efektivitas pelaksanaan perencanaan.
Monitoring terkait kepada dua aspek. Pertama keperluan ruang, waktu dan biaya
manakala dikehendaki efektftasnya, kedua, manakala kegiatannya ingin lancar,
prosedur harus ditetapkan, dan tentu saja hal ini memerlukan argumen yang tegas
dan jelas.
Kesembilan, Materi utama
perencanaan (Subject Matter), terdiri atas:
(a) tujuan dan
sasaran, yakni output utama dari proses pendidikan dari seluruh bahan ajar.
(b) program dan
pelayanan, yakni bentuk pengorganisaasian aktivitas belajar dan daya dukungnya.
(c) Sumber Daya
Insani (SDI), yakni pengembangan kinerja, interaksi, spesialisasi, perilaku,
kompetensi, pertumbuhan dan kebahagiaannya.
(d) Sumber Daya Phisik,
yakni penggunaan fasilitas, bentuk distribusi, cara memperolehnya, serta
pemanfaatannya.
(e) Pembiayaan.
Hal ini terkait dengan pengeluaran dan rencana perolehannya terkait dengan
penggunaan SDI dan SDPhisik dalam system persekolahan.
(f) Struktur
pengorganisasian, yakni cara mengorganisasi dan mengatur kegiatan dan
pengawasan program dan aktivitas pendidikan, dan
(g) konteks
social, yakni sumber-sumber yang harus terlibat dalam system pendidikan. Perlu
ditegaskan di sini bahwa pendidikan merupakan miniature dari sistem sosial yang
melibatkan berbagai elemen social dalam suatu komunitas.
E. Kendala
Perencanaan
Kendala atau
rintangan yang muncul dalam kegiatan perencanaan pendidikan, pada umumnya terkait dengan politik, ekonomi, dan waktu.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa kendala proses perencanaan pendidikan pada
tingkat organisasi pemerintahan yang lebih bawah biasanya lebih besar dibanding
halangan yang dihadapi tingkat pemerintahan diatasnya. .Rintangan tersebut
kecenderungannya bersifat politis atau kebijakan hasil politisasi. Dalam kaitan
ini maka perencanaan pendidikan seharusnya memerankan pemberian alternatif
kebijakan atau menekan penentu kebijakan paling rendah atau paling awal untuk
mensupport kebijakan yang lebih umum. Sekilas seperti merupakan dua hal yang
bertentangan antara kebijakan dan perencanaan. Kebijakan biasanya sarat nilai
sedangkan perencanaan lebih ke tehnis.Tabrakan ini dapat dihindari manakala
perencanaan dan kebijakan diletakkan dalam garis kontinuitas. Maksudnya dalam janagka panjang
perencanaan yang bersifat teknis dan exsisting tersebut diletakkan dalam rangka
berangkat dan menuju pada kebijakan yang lahir dari nilai-nilai tersebut. Cara
meletakkan nya terdapat pada hirarki struktur dan penentuan administrasi yang
menunjang penentuan kebijakan.
Halangan lain
yang cukup besar adalah adanya keterlibatan orang-orang dari berbagai disiplin
ilmu. Selain akan memperbanyak pengeluaran biaya, hal ini juga akan
menghamburkan waktu cukup panjang. Dalam
kaitan ini, dalam rangka effektivitas pembiayaan dan waktu, maka koordinasi
terhadap setiap bagian yang terlibat harus diusahakan pada tiap level
organisasi perencanaan. Koordinasi ini jadi demikian penting, manakala diingat
bahwa perencanaan ini harus dapat diterap laksanakan secara fleksibel dan
berkelanjutan. Bila tidak, maka perencanaan akan brsifat sporadik, dan hasilnya
malah kekacauan.
Definisi Operasional.
Perencanaan
Pendidikan merupakan suatu proses
kegiatan, yang disusun dan dikerjakan sebagai berikut.
(a) pengumpulan informasi
yang valid tentang pikiran-pikiran alternatif suatu tindakan, dalam kerangka
mencapai tujuan pendidikan;
(b) kegiatan
monitoring pendidikan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan;
(c)
mengoperasionalkan tujuan jangka panjang, tujuan akhir, program antara
(intermediate programs) pada program implementasi tahunan;
(d) pengujian dan
pemurnian tujuan pendidikan;
(e) Review berkelanjutan
antara rintangan dan kebutuhan pendidikan dan pemenuhan kebutuhan;
(f) Menetapkan
daftar kebutuhan untuk menentukan proses pengumpulan, evaluasi, dan proyeksi
informasi;
(g) Penyesuasian
perencanaan pendidikan pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat;
(h) merupakan alat perusahaan yang meliputi
(1) Planning Programming
Budgeting System (PPBS);
(2) Analisis dan sintesis
system;
(3) Schedule jaringan kerja;
(4) Sistem
Informasi Manajemen(SIM atau MIS);
(5) Model dan simulasi;
(6) Analisis
lingkungan dan perhitungan kebutuhan;
(7) Keuntungan
biaya dan analisis efektivitas biaya;
(8) Manajemen dan system
control;
(9) Tehnik
perencaan pendidikan atau operasional riset[8].
F. Isi Suatu Perencanaan
Secara berurut suatu perencanaan akan
mengan dung beberapa hal sebagai berikut.
1. spesifikasi tujuan yang hendak dicapai,
malah dapat dikatakan membuat perencanaan berawal dari mengidentifikasi tujuan
yang akan dicapai;
2. cara yang akan ditempuh untuk mencapai nya;
3. gambaran masa depan yang diinginkan;
4. gambaran kesenjangan antara masa depan
dan keadaan sekarang;
5. gambaran jenis dan opsi usaha-usaha yang
sistimatik dengan tahapan-tahapan dan tolok ukur pencapaiannya;
6. memilih opsi terbaik dari berbagai macam
pilihan tersebut di atas;
7. memerinci kegiatan, bahan, waktu, SDM,
biaya, serta sumber dana yang dimungkinkan dari opsi yang diputuskan.
Dalam pada itu beberapa indikator kegiatan pendidikan
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Kegiatan
pengembangan kemampuan, sikap, dan berbagai nilai positif perilaku dalam
masyarakat tempat hidup seseorang atau kelompok yang akan dididik.
2.
Optimalisasi
kemampuan terdidik. Kemam puan pada ranah cognitif, affektif, dan psikomotorik
yang telah mencapai standar tertentu, biasa disebut kematangan professional. Sedangkan kemampuan Optimal
menguasai ranah normatif (super ego, dalam teori Sigmund Frued) merupakan aspek
kedewasaan jiwa yang bentuk tindakannya berupa perilaku bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
atau disepakati masyarakat tempat kemampuan tersebut didedikasikan.
3.
Dalam
kaitan inilah pendidikan biasa dikatakan sebagai proses sosial tempat seseorang dikontrol, diseleksi, serta
dikembangkan kemampuaan sosial dan potensi pribadinya secara optimal[9].
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah proses
menetapkan tujuan, menyiapkan fasilitas dan lingkungan, serta
mengidentifikasikan prasyarat, cara tindak yang efisien dan efektif bagi
pengembangan manusia supaya memiliki kemampuan individual dan sosial yang
optimal[10].
G. Indikator Ilmu Perencanaan Pendidikan
Beberapa indikator yang menjadi ciri ilmu
perencanaan pendidikan adalah sebagai berikut.
1. ia merupakan cabang ilmu yang
berhubungan dengan masa depan;
2.
kegiatannya adalah mendeskripsikan apa yang terjadi pada masa lalu, (studying
what has been) dan apa yang akan atau seharusnya terjadi pada masa yang akan
datang (studying what should be);
3. berfungsi sebagai pola dasar (blue
print) kegiatan dan pembimbing bagi penentuan metode dan cara tindak mencapai
tujuan;
4.
masa depan yang cepat berubah tidak sesuai dengan prediksi, menunjukkan
bahwa perencanaan pendidikan dapat diperbaiki atau dikembangkan. Prakteknya
adalah saat pelaksanaan perencanaan tahap pertama, sekaligus dilakukan
pencatatan umpan balik bagi pelaksanaan tahap kedua dan demikian seterusnya.
5.
Supaya perencanaan berjalan dengan baik, maka seorang perencana harus melihat
suatu item (bagian kegiatan pendidikan) perencanaan dari berbagai sudut pandang
sehingga perlakuan terhadap item memiliki ketepatan yang persisi. Suatu bagian
kegiatan dilihat dari berbagai segi serta implikasinya terhadap berbagai hal
dalam kehidupan social. Hal ini penting supaya tidak terjadi kegagalan
pendidikan, sebab anak didik hanya sekali jalan menghidupi suatu waktu dan
tempat kehidup an (einmaleg). Dari sudut pandang inilah seorang perenca na
pendidikan wajib mengetahui system pendidikan.
H.
Fungsi Perencanaan Pendidikan
Bertolak dari definisi tersebut, maka dalam
perencanaan diperlukan pembuatan keputusan, yang baik dan benar, dengan argumen yang jelas,
sistimatis, dan sesuai dengan kebutuhan subjek yang jadi sasaran perencanaan. Pembuatan
keputusaan dalam perencanaan untuk mengendalikan tujuan kegiatan serta gambaran
kehidupan masa depan. Terdapat minimal empat fungsi utama perencanaan
pendidikan.
Pertama perencanaan sebagai pembuat perubahan keadaan (hidup/suasana/barang/lembaga)
masa sekarang ke masa yang akan datang. Karena itu seorang perencana harus
dapat menggambarkan secara persisi keadaan masalah saat sekarang (as is) serta
arah dan sasaran yang akan dituju dan harus jadi (to be) masa yang akan datang.
Dalam fungsinya yang demikianlah, perencanaan dikatakan sebagai alat
perubah atau alat pengendali perubahan, alat pembangunan (tool of
development).
Kalau diasumsikan perubahan tersebut adalah
esensi dari pembangunan dan pembangunan esensi dari perubahan, maka perencanaan
dan pembangunan merupakan dua hal yang menyatu, one coin with two faces. Karena
itu argumen rasional yang melandasi kegiatan perencanaan hendaklah mempadukan tujuan pembangunan atau kelembagaan di
satu sisi serta realitas kemampuan
lapangan[11]
pada sisi lain. Hal ini harus betul-betul disadari sebab pada
ujung-ujungnya perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat dilaksanakan
di lapangan. Dalam kaitan inilah seorang perencana harus memikirkan proses
implementasi dari rancangan program pembangunan yang dibuatnya.
Kedua, hakikat dari
perencanaan pendidikan adalah mencapai optimalisasi efisiensi dan efektivi tas
dalam memecahkan persoalan pendidikan. Tujuannya supaya tumbuh kepercayaan
terhadap dunia pendidikan, artinya apa yang direncanakan disesuaikan dengan
fakta riil di lapangan. Tujuan lainnya adalah menentukan bentuk-bentuk tindakan
pendidikan yang cocok pada masa yang
akan datang. Inilah sesungguhnya esensi perencanaan. Selain itu efisiensi dan efekstivitas juga bertujuan
supaya secara rational stake holder menyetujui tindakan pendidikan yang akan
dilaksanakan.
Ketiga, membangun manusia pembangunan. Ideal tujuan pendidikan
adalah membangun manusia seutuhnya, yakni manusia yang dapat membangun. Artinya
pendidikan harus dilihat pada kedua aspeknya sekaligus, yaitu manusia pembangunan
sebagai produk pendidikan, dan proses pendidikan sebagai proses pembangunan. Tegasnya
pendidikan adalah kegiatan membangun manusia pembangunan. Hal ini sesuai dengan
apa yang sempat dikatakan Faludi bahwa pembangunan dapat dilihat sebagai suatu
hasil dan pembangunan sebagai suatu proses[12].
Keempat, membanguan teknik atau administrasi pendidikan.
Termasuk ke dalamnya kegiatan pencarian, pemrograman, rekayasa, pembiayaan,
mencermati peraturan-peraturan, dlsb.nya. Sebagai suatu kegiatan, perencanaan
dipastikan tersusun dari berbagai bagian
kegiatan, namun semuanya harus diarahkan kepada sasaran yang sama. Untuk itu
diperlukan keterkaitan atau kerjasama antar bagian yang walaupun masing-masing
dapat bekerja secara mandiri namun tetap dalam kerangka kebersamaan untuk
mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada kebutuhan bersama. Inilah yang dalam
bahasa Kaufman (1972:01) disebut system yakni “the sum total of parts working
independently and work ing together to achieve required result or outcomes,
based on needs”.
Persoalan yang biasanya muncul dalam hal
kerja sistemik adalah
(a) intensitas kebersamaan;
(b) penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan betul-betul relevan, dan
(c) keterarahan sistem sebagai jawaban
terhadap tantangan yang dihadapi.
Banyak program kegiatan kepentingan
publik yang disusun secara sistemik,
namun ternyata tidak menjawab realitas tantangan masyarakat. Dalam dunia
pendidikan hal demikian dapat dilihat kegiatan Depdiknas 1980-1990-an berkenaan
dengan program formalisasi CBSA, program sertifikasi D2 atau D3 guru-guru,
program peningkatan seragamisasi Kurikulum Dikdasmen, dan dalam dimensi makro
termasuk pelaksanaan atau tindak lanjut dari UU Sisdiknas 20/2003.
Berdasarkan keterangan tersebut di
atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan perencanaan diproses melalui upaya-upaya
sebagai berikut.
(1) memformulasikan tujuan
kegiatan dan
(2) keputusan menentukan cara-cara
mencapai tujuan tersebut. Kedua hal ini jadi sangat strategis dalam
perencanaan, karena dari keduanya memunculkan,
(a) rancangan struktur organisasi,
(b) jumlah dan keterampilan SDM
yang akan direkrut,
(c) kualifikasi kepemimpinan dan
para pejabat pembantunya,
(d) ukuran efisiensi dan
efektivitas kerja, serta supaya ada jaminan berjalan dan berhasilnya perencanaan,
juga harus ada
(e) kelengkapaan standar
pengawasan dan ukuran pencapaiannya[13].
[1] Dimaksud dengan tulisan QS
2:30 adalah Qur-an Suci
[2] Sebagai kata sifat
(provocation) dimaksudkan sebagai kegiatan “yang merangsang untuk bertindak”.
Ditambah act artinya teguran yang
merangsang untuk bertindak (lihat Echols, John M. dan Hassan Shadily dalam
Kamus Inggris
[3] Kaufman, (1972: 8)
[4] Koontz at all (1984:103)
[5] Fakry Gaffar, Mohammad,
(1987) Perencanaan Pendidikan : Teori dan Metodologi,
[6] Banghart and Trull, p.
7-9.
[7] Ibid, p.10-11
[8] Lihat Banghart, hal. 13-14.
[9] Good, CV (ed) (1959) Dictionary of Education,
[10] Ibid, juga lihat Coombs,
Philip. H. (1968) The World Educational Crisis, New York, Oxford University;
dan Depdikbud (1982/83), Perencanaan Pendidikan, Jakarta, Proyek Pengembangan
Institusi Pendidikan Tinggi, hal.3.
[11] Faludi, Andreas (1984 Planning
Theory.
[12] Faludi, Andreas , ibid,
p.40.
[13] Lihat Koontz at all p.103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar