BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang
paling urgen. Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan ini
semenjak itulah manusia telah berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan
kemajuan dalam segala aktifitas kehidupan mereka. Bahkan pendidikan adalah
suatu yang alami dalam perkembangan peradaban manusia.
Secara
paralel proses pendidikanpun mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam
bentuk metode, sarana maupun target yang akan dicapai. Karena hal ini merupakan
salah satu sifat dan keistimewaan dari pendidikan, yaitu selalu bersifat maju.
Dan apabila sebuah pendidikan tidak mengalami serta tidak menyebabkan suatu
kemajuan atau malah menimbulkan kemunduran maka tidaklah dinamakan pendidikan.
Karena pendidikan adalah sebuah aktifitas yang integral yang mencakup target,
metode dan sarana dalam membentuk manusia-manusia yang mampu berinteraksi dan
beradabtasi dengan lingkungannya, baik internal maupun eksternal demi
terwujudnya kemajuan yang lebih baik.
Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan. Dan sebagai sarana untuk
meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sebuah kurikulum.
Menurut Sukmadinata
(2008:5), “Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”.
Kurikulum
dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, metode
atau strategi pencapaian tujuan dan komponen evaluasi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu yang setiap komponen harus saling berkaitan
satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum
terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulumpun
akan terganggu pula.
Dalam
sebuah kurikulum memuat suatu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem
pendidikan. Untuk itu tujuan dalam suatu kurikulum memegang peranan yang sangat
penting, karena tujuan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen
kurikulum lainnya.
B.
Rumusan Masalah
Untuk
mempermudah dan agar tidak ada kesalah pahaman dalam pembahasan makalah ini,
maka penulis memfokuskan permasalahan Sbb:
-
Bagaimana hakikat kurukulum?
-
Bagaimana fungsi dan peranan kurikulum?
- Bagaimana
perbedaan kurikulum dari tahun 1947-sekarang(2006)?
- Bagaimana
tujuan kurikulum?
C.
Maksud Dan Tujuan
Dalam
pembuatan makalah ini ingin mengetahui bagaimana
perbedaan kurikulum dari tahun 1947 sampai sekarang(2006) dan bagimana guna
serta tujuannya adanya kurikulum itu dan dalam pembuatan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah kurikulum dan pemebelajaran.
D.
Sistematika Penulis
Untuk memudahkan dalam memahami makalah
ini maka perlu dirumuskan sistematika penulisan.
Adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
Daftar Isi, Kata Pengantar.
BAB I
Pendahuluan :
a. Latar belakang, b. Rumusan Masalah, c. Maksud dan Tujuan,
d. Sistematika Penulisan.
BAB II
Pembahasan : a. Hakikat Kurikulum, b. Fungsi dan Peranan
Kurikulum: 1. Fungsi Kurikulum; 2. Peranan Kurikulum, c. Perubahan Kurikulum
dari Tahun 1947 sampai sekarang (2006) dan Tujunnya : 1. Perubahan
Kurikulum; 2. Tujuan Kurikulum.
BAB III Penutup : a. Kesimpulan, b. Saran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya
digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere
(tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam
dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu: (1). Adanya
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2). Tujuan utamanya yaitu
untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran
yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan
menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan
siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan
biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes
atau ujian. Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian
yang sempit atau sangat sederhana.
Menurut Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum
sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab
sekolah (all of the activities that are provided for the students by
the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja,
tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Menurut Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap
kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar,
baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. Pengertian
kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum,
maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat
merangkum semua pendapat.
Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi
pengertian, satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat
dimensi kurikulum tersebut yaitu:
(1). Kurikulum sebagai suatu ide/gagasan;
(2). Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang
sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide;
(3). Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula
disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi
kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan
(4). kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan
konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim
dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang
tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional : "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu".
B. Fungsi dan Peranan
Kurikulum
1. Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau
acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Terdapat enam fungsi kurikulum sebagai berikut: (a).
Fungsi penyesuaian, (b). Fungsi integrasi, (c). Fungsi diferensiasi,
(d). Fungsi persiapan, (e). fungsi pemilihan, dan (f). Fungsi
diagnostik.
a. Fungsi
Penyesuaian.
Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well
adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi.
Fungsi Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena
itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi.
Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun
psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
d. Fungsi Persiapan.
Fungsi Persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan.
Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik
Fungsi Diagnosti mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami
dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Jika siswa
sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya,
maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang
dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
2. Peranan Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik, 1990 Kurikulum dalam pendidikan
formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan
menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Terdapat tiga peranan yang dinilai
sangat penting, yaitu: (a). Peranan konservatif, (b). Peranan kreatif,
dan (c). Peranan kritis/evaluatif
a. Peranan Konservatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih
relevan dengan masa kini kepada generasi muda. Dengan demikian, peranan
konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum, yang berorientasi ke masa
lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan
kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu
tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya.
b. Peranan Kreatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan
kebutuhan- kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum
harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua
potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan- pengetahuan baru,
kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam
kehidupannya.
c. `Peranan
Kritis dan Evaluatif.
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa
nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami
perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa
perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu,
perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu
sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Karena itu, peranan kurikulum tidak hanya
mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru
yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai
dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut.
Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi
dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus
berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan.
Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan
kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan
kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan
masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat
memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan
sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
C.
Perubahan Kurikulum dan
tujuannya
1. Perubahan kurikulum
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana
pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan
yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan
landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan
pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Perubahan
kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda,
karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin
dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia
pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Kurikulum 1947
Kurikulum
saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum
pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan colonial Belanda
dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan
untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan
sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
B. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana
Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang
paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
C. Kurikulum 1964
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan),
dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
D. Kurikulum 1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
E. Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
F. Kurikulum 1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum
1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum
1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.
G. Kurikulum 1994
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan system caturwulan yang
pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan
soal dan pemecahan masalah.
H. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum
2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance
yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward
preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik,
2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
(1). Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2). Keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin
dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
I. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum
2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan
proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga eknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan
yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran
sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal
ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR) Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah.
2. Tujuan
Kurikulum
Komponen
tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro
rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang
dicita-citakan. Misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat
Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu
kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang pancasilais. Dalam skala mikro,
tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi sekolah serta tujuan yang lebih
sempit seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
Tujuan
pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan
kompetensi.
Tujuan
pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
b. Tujuan Institusional (TI)
c. Tujuan Kurikuler (TK)
d. Tujuan Instruksional atau Tujuan
Pembelajaran (TP)
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan
sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal, informal maupun non formal.
Tujuan
pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai
dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh
pemerintah dalam bentuk undang-undang.
Secara
jelas tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila
dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang
harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat
menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu.
Sebelum
guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai
mengikuti pelajaran.
Menurut
Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal Taxonomy of Educational Objectives
yang terbit pada tahun 1965 (Sukmadinata, 2000), bentuk perilaku sebagai
tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau
tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut Gagne
& Briggs (Sukmadinata, 2000) Kedudukan tujuan dalam perencanaan
pembelajaran sebagai berikut:
-
Identifikasi tujuan
-
Analisis pembelajaran
-
Identifikasi entry behaviour
& karakteristik pembelajar
-
Penjabaran tujuan ke dalam
tujuan performansi yang spesifik & detail
-
Pengukuran kriteria tes
-
Penyusunan strategi
pembelajaran
-
Penetapan materi pembelajaran
-
Evaluasi formatif
-
Evaluasi sumatif
Dalam
sistem pembelajaran unsur tujuan diletakkan pada tahap pertama sebelum unsur
yang lainnya. Penetapan tujuan pada tahap awal dimaksudkan untuk memberi gambaran
bagi penetapan komponen pembelajaran yang lain agar menyesuaikan dengan tujuan
yang ingin dicapai. Dengan kata lain penetapan materi, metode atau proses dan
evaluasi selalu harus memperhatikan dan berhubungan dengan rumusan tujuan. Tujuan
merupakan rumusan atau pernyataan yang memberikan gambaran keinginan atau
harapan yang terukur dan operasional yang harus dicapai setelah pembelajaran
selesai. Dengan demikian untuk memberikan gambaran adanya keterhubungan antara
tujuan dengan komponen yang lainnya, maka rumusan tujuan akan memberi inspirasi
bagi penetapan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Akan tetapi jika tujuan
tidak tercapai, belum tentu yang salah adalah unsur materi, metode atau
komponen evaluasi. Boleh jadi yang kurang tepat adalah rumusan tujuannya itu
sendiri. Disinilah letaknya setiap unsur dalam sistem pembelajaran masing-masing
memiliki hubungan, ketergantungan dan umpan balik.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sistem kurikulum terbentuk oleh empat
komponen, yaitu:
1.
Komponen tujuan
2.
Isi kurikulum
3.
Metode atau strategi pencapaian
tujuan
4.
Komponen evaluasi
Sebagai
suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala
salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak
berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan terganggu pula.
Dalam
setiap perubahan dan perkembangan kurikulum selalu disertai tujuan pendidikan
yang ingin dicapai. Kurikulum pendidikan nasional sudah mengalami beberapa kali
perubahan. Setiap perubahan kurikulum pendidikan nasional disertai dengan
tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada
suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Perbedaan tujuan itu terletak pada pendekatan dalam merealisasikannya.
2.
Saran
Sebagai saran dalam makalah ini penulis berharap agar
para pembaca makalah ini khususnya penulis, umumnya para guru dan dosen juga
para mahasiswa/i yang sudah mengajar diharapkan mampu memahami kurikulum agar
dalam peroses mengajar memenuhi apa yang diharapkan oleh pemerintah juga agar
tidak terjadi keluar (salah arah dalam penjelasan materi yang diajarkan) dari
aturan-aturan yang sudah di tetapak oleh pemerintah dalam peroses mengajar,
untuk itulah para pengajar harus mampu mengetahui dan memahami maksud dan
tujuan juga manfaat dari kurikulum itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Gagne & Briggs (Sukmadinata, 2000) Kedudukan tujuan
dalam perencanaan pembelajaran.
Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal Taxonomy of
Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965 (Sukmadinata, 2000).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3.
Scharg dalam Hamalik, (2000: 89) Competency Based
Education is education geared toward preparing indivisuals to perform
identified competencies.
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Oemar Hamalik, 1990 Kurikulum dalam
pendidikan formal.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1974)
kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar.
Harold B. Alberty (1965) memandang
kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung
jawab sekolah (all of the activities that are provided for the
students by the school).
Sukmadinata
(2008:5), “Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis bersyukur ke-Hadirat Allah SWT
yang telah memberikan kesehatan dan atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini yang berjudul”Perkembangan
Kurikulm Di Indonesia”mungkin bisa lebih mengetahui harus bagaimanakah cara
agar menjadi pengajar atau guru yang baik yang sesuai dengan apa yang di
harapkan oleh pemerintah indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan
atau jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari Dosen Mata Kuliah kurikulum dan pembelajaran.
Dengan demikian, ulasan dan teguran menjadi
obat penyegar bagi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penulis mohon maaf bila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
yang telah membimbing dan membesarkan serta memberikan materi untuk membiayai
kuliah ini, juga terimakasih kepada adinda tercinta yang telah ikut serta demi
kelancaran dalam pembuatan makalah ini. Semoga amal kebaikannya dibalas oleh
Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Amien.
DAFTAR ISI
Halaman
Kata
Pengantar ………………………………………………….… i
Daftar Isi ………………………………………………………….. ii
Bab. I Pendahuluan
A.
Latar Belakang
..…………………………….………………… 1
B. Rumusan Masalah
...………………………….………………... 3
C. Maksud
dan Tujuan ……………………………………………. 3
D.
Sistematika
Penulis ……………………………………………. 3
Bab. II Pembahasan
A.
Hakikat Kurikulum ...…………………………………………… 4
B.
Fungsi dan Peranan
Kurikulum ………………………............... 6
1. Fungsi Kurikulum
…………………………………………. 6
2. Peranan Kurikulum
………………………………………... 8
C.
Perubahan Kurikulum dan Tujuannya.………………………….. 10
1. Perubahan Kurikulum ……………………………………... 10
2. Tujuan Kurikulum ………………………………………… 15
Bab. III Penutup
1. Kesimpulan …………………………………………………….. 18
2. Saran ………………………..………………………………….. 18
Daftar Pustaka ………………………………………………. 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar