PERUBAHAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PERENCANAAN
A. Pendidik dan Perubahan Masyarakat
Diantara catatan yang harus
diperhatikan dalam pendekatan sistem adalah sikap manusiawi saat pembuat an
perencanaan pendidikan. Artikulasi sikap ini adalah mendesain dan
mengaplikasikan berbagai fungsi proses pendidikan pada tiap individu yang
menjadi sasaran pen didikan. Dengan demikian ambisi, kemampuan, harapan,
kecemasan, serta aspirasi tiap individu peserta pendidik an (dan malah ummat
yang akan menjadi tempat kembali berkiprahnya manusia hasil didikan) mendapat
jaminan untuk diperhatikan oleh pembuat perencanaan, dalam menghadapi perubahan
masyarakat hasil perencanaan..
Dalam dunia pendidikan, para
pendidik memang mempunyai banyak jalan untuk berpartisipasi dalam kegiatan perubahan masyarakat.
Demikian juga anggota masyarakat lainnya (LSM, anggota legislatif, para
pembaharu pemikiran, kiayi, orang-orangtua, iptek, sistem transportasi dan
komunikasi, sistem kepercayaan, dan malah para sarjana penganggur) dapat
memposisikan dirinya sebagai kelompok penekan bagi terjadinya perubahan
prosedur dan program pendidikan.
Namun terdapat perbedaan yang
cukup signifikan deskripsi antara parubahan hasil pendidik dan perubahan hasil anggota
masyarakat lainnya.
Idealnya para perencana pendidikan
telah mengidentifikasi berbagai prioritas keperluan pendidikan, baik bagi
peserta didik maupun masyarakat penerima hasil didikan, sehingga proses
pendidikan dapat dilaksanalkan secara efisien and efektif. Tidak menghe rankan,
manakala para pendidik yang akan melaksanakan perubahan, harus memiliki
kesiapan mental untuk berhadapan dengan para kritikus, baik dari dalam maupun
luar sekolah, mereka yang terlibat langsung atau tidak terlibat langsung dalam
kegiatan pendidikan. Mereka mengeluarkan reaksi yang kadangkala tidak relevan.
Proses dan kegiatan pendidikan
pada hakikat nya merupakan subjek perubah masyarakat. Namun perubahan merupakan
sesuatu yang sensitif, apalagi manakala perubahan tehnik, metode, dan kurikulum
pendidikan tidak bertopang kepada pemikiran, teori atau pengalaman empirik yang
valid. Ironinya kadangkala para pendidik sendiri kurang memahami secara utuh,
namun pada saat yang sama memposi sikan dirinya sebagi pembimbing masyarakat. Berdasarkan itu kita melihat betapa
strategisnya para perencana atau pendisain pendidikan membuat perencanaan yang
meliput ke dalamnya bukan hanya tujuan dan cara mendidik dan mengajar, namun
sekaligus implementasi dan bentuk perubahan yang jadi sasarannya pada
masyarakat tempat pendidikan dilaksanakan. Karena itulah maka perencanaan yang
realistik adalah perencanaan yang bertolak dari identifikasi output atau malah
outcome yang akan dihasilkan.
B. Tahapan Kegiatan
Perencanaan
Secara bertahap, jenis dan bentuk
kegiatan perencanaan dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama,
mengidentifikasi dan mendokumen tasikan kebutuhan-kebutuhan, termasuk ke
dalamnya mendefinisikan masalah perencanaan pendidikan seperti menentukan skope
masalah pendidikan, mempelajari apa yang terjadi dan apa yang harus terjadi,
menentukan apa adanya dan apa seharusnya, menentukan sumber-sumber dan
rintangan nya, serta menetapkan bagian dan prioritas yang direncanakan. Dalam
kaitan ini menentukan kebutuhan pendidikan berawal dari pendeskripsian
"where are we now" dan “where are we to be".
Where are
we now
Where are we
now, dimana kita sebagai perencana sekarang berada? Maksudnya dalam kondisi
bagaimana murid, guru, bangunan, perpustakaan, manajemen, kurikulum, proses
pembelajaran, pendanaan, serta laboratorium saat si perencana akan memulai
kerjanya? Dalam kondisi apa dan bagaimana (what is the existing condition)
adanya komponen-komponen tersebut saat si perencana memulai langkah pembuatan
perencanaan? Hal itu harus diurai sebagaimana adanya.
Kegiatan analisis berupa mendeskripsikan
keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (fact finding) saat
berlangsungnya awal kegiatan, dalam rangka mencapai terminal tujuan berikutnya,
atau malah membuat tujuan berikutnya yang lebih proporsional dan adaptif dengan
kekuatan, kemampuan sumber daya yang tersedia. Hal ini berbeda dengan kegiatan
diagnosa yang bertujuan mencari dan menemukan kelemahan program yang ada dalam
rangka memperbaiki program sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk mendapatkan data (baik yang kualitatif
dan kuantitatif) dapat digunakan tehnik yang sederhana maupun yang canggih.
Tehnik sederhana seperti interviu, kuesioner, test, dokumen, catatan lain, atau
observasi. Sedangkan tehnik canggihnya melalui perhitungan rumit proyeksi dan
komparasi. Pendeskripsiannya melalui SWOT (strength, weekness, opportunity,
treath).
Pada
umumnya untuk mengetahui kondisi terakhir dari objek perencaanaan, sebagai
modal awal kegiatan perencanaan, distudi
melalui SWOT yang hasilnya berupa deskripsi tentang apa yang jadi kekuatan dan
kelemahan yang ada saat kini, peluang dan rintangan apa yang dihadapi, apa
kegiatan yang ada, baik yang sifatnya individual maupun komunal. Pengetahuan
tentang ini penting, lantaran perencana pendidikan dituntut untuk berpikir
secara berkelanjutan, disamping mennghadap realitas bahwa kondisi pendidikan
akan terus berubah, dan perubahan itu harus didasarkan kepada realitas
perkembangan manusia dan tempat tinggalnya.
Berdasarkan analisis SWOT terhadap “apa adanya”
seharusnya dapat dipahami peluang perkembangan masa yang akan datang, kemauan
berubah dari para steakholder, peran penting pendidikan pada kehidupan
masyarakat, tingkat keterlibatan orangtua atau masyarakat pada perencanaan pendidikan, peran guru atau
pendidik, dan malah peran kegiatan pendidikan terhadap perkembangan pribadi dan
masyarakat.
Selanjutnya bertolak dari deskripsi tersebut di atas,
perencana dapat merancang tujuan pendidikan yang harus dicanangkan yang
kemudian diturunkan pada bentuk, jenis, dan jenjang kurikulum, cara
melaksanakannya dari sejak bentuk dan jenis kehadiran atau interaksi
guru/pembimbing/pelatih dengaan siswa, penyediaan jumlah dan mutu/kualifikasi guru,
dukungan dana, hubungan politik antara sekolah dan pmrintah. Apa yg dapat dan yang harus dilakukan para
perencana sesudah itu? Mereka dituntut untuk menyiapkan norma perencanaan
pendidikan, cara, indicator dari pencpaian dan tercapainya tujuan, rencana
straategis yang dapat dicanangkan, kebijakan, rencana manajemen, rencana
operasional, orientasi kemanusiaan vs teknologi, dsb.
Para perencana pendidikan punya tanggung jawab
untuk menemukan kecenderungan masyarakat serta menjawab persoalan bagaimana
kecenderungan tersebut dapat diorganisasi dan bagaimana pengorganisasian
tersebut dapat dilaksanakan. Hal ini penting ditegaskan, mengingat pada masa depan
keterlibatan siswa/mahasiswa dalam proses pembelajaran, intensitasnya akan
semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan kebiasaan atau budaya hidup kaum muda
terpelajar. Hal itu berartii olahraga, musik, dan permainan akan menjadi bagian
penting dalam situasi pembelajaran. Implikasinya adalah seorang perencana harus
mendahulukan pendekatan manusiawi dibanding orientasi teknologi. Sebab tanpa
berpikir demikian, perencanaan adalah perbuatan yang sia-sia.
guru
a
k
t
i
v
i
t
a
s
murid
masa lalu sekrang dan yad
What should be
Dalam pandangan filsafat, perencanaan adalah
upaya untuk menjelmakan suatu keadaan masa yang akan datang. Untuk mencapai
masa depan tersebut dibuatlah langkah-langkah yang semestinya. Dalam kaitan ini
masa depan merupakan sesuatu yang diasumsikan lebih bagus, lebih baik, lebih
tertata dibanding saat perencanaan tersebut dibuat.
Terdapat dua jenis masa depan yang perlu
dideskripsikan. Pertama, terkait dengan nilai, aturan, system, atau software;
dan kedua,
terkait dengan keadaan phisik, sarana, prasaran, ataua hardware.
Namun yang perlu diperhatikan juga adalah
bahwa masa depan merupakan sesuatu yang sukar ditentukan secara pasti. Karena
itu perlu ekstra hati-hati dalam menentukan tujuan perencanaan, sehingga
kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan dalam
perencanaan, dapat tergambarkan dengan tepat. Identifikasi yang benar tentang
masa depan, berarti menghindarkan institusi dari pemborosan biaya, waktu, dan
tenaga. Dalam kaitan ini masalah utamanya adalah (1) bagaimana menentukan
kesenjangan antara masa kini dengan masa depan, dan (2) bagaimana analisis
(bukan diagnosa) keadaan sekarang secara tepat, persisi, objektif. Dari dua
kegiatan inilah ditentukan formulasi tujuan perencanaan.
Proses Formulasi Tujuan
Proses formulasi tujuan pendidikan, diawali
oleh upaya mencermati seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
Hasil mencermati, baik melalui survey, sensus, atau cara-cara lainna, akan
melahirkan atau menemukan formulasi atau daftar kebutuhan yang paling utama
bagi memenuhi masalah tersebut di atas, terkait dengan pelaksanaan pendidikan,
skope dan bidang perencanaan pendidikan, perluasan isu pemecahan masalah, efektivitas
analisis masalah, dan kesadaran umum tentang bentuk penyelesaian masalah.
Seperangkat prosedur dapat ditetapkan, antara
lain sebagai berikut[1].
(1) melaksanakan
penelitian untuk menemukan fakta empirik yang terobservasi dan terukur,
sehingga memudahkan perhitungan untuk langkah-langkah selanjutnya;
(2) Menggunakan fakta empirik hasil penelitian
sebagai dasar menentukan kebijakan, tujuan, program dan prosedur;
(3) menetapkan standar tiap item yang tertera
pada butir dua di atas;
(4) menggunakan standar yang sudah ditetapkan;
(5) menetapkan kondisi untuk ketepatan
penerapan, atau untuk melakukan revisi, atau untuk menetapkan penyimpangan dari standar;
(6) Mengatur distribusi fungsi utk
meminimalisasi penyimpangan dan perbedaan;
(7) menyederhanakan proses tahap-tahap
penentuan kebutuhan ;
(8) menetralisasi perhitungan dan mempelajari
masalah yang ditemukan ,
(9) memelihara hubungan teori dan praktek. Seba
gaimana diketahui pada dasarnya teori dan praktek bukan dua hal yang berpisah,
namun komponen yang saling pengaruh mempengaruhi, teori jadi masukan bagi
praktek, dan sebaliknya praktekpun jadi masukan bagi pengembangan teori. “Theory
and practice are not separate, there is the constant interchange, a feedback
system”.
PRINSIP RENDIK DLM MENETAPKAN
TUJUAN
Diadaptasi dari Banghart and Trull, p.92.
Dalam pada itu
perlu ditegaskan bahwa berpikir tentang masa depan dipengaruhi visi atau
wawasan tentang masa depan. Wawasan
tersebut dipengaruhi oleh sejarah budayanya. Dalam kaitan inilah, maka sesung
guhnya pembuatan perencanaan pendidikan merupakan kegiatan dinamik yang dipengaruhi
oleh kekuatan luar pendidikan, yakni suasana budaya yang melingkupi para
pembuat perencanaan tersebut, untuk kemudian secara sinergi terjadi spiral
antara berbagai komponen yang terlibat di dalamnya. Uraian mengenai
kesenjangan
kondisi yang terjadi saat ini dan gambaran yang diharapkan masa yang
akan datang (discrepancy analysis),
yang sekaligus juga jadi identifikasi dan dokumentasi kebutuhan-kebutuhan (need
assessmet).
Untuk menentukan kebutuhan tersebut diperlukan
beberapa hal sebagai berikut.
(1) data yang merepresentasikan dunia nyata
pelajar, baik masa kini maupun masa depan;
(2) tidak ada penentuan kebutuhan yang bersifat
final dan lengkap, kita harus siap melihat data yang bersifat tentatif dan
terus menerus mempertanyakan ulang berkenaan dengan jumlah dan mutu kebutuhan;
(3) perhitungan kebutuhan harus diidentifikasi dalam
term produk dan proses.
Tiga partner pendidikan harus selalu dicermati bagi
suksesnya pendidikan, yakni (a) pelajar, (b) orangtua dan anggota masyarakat;
dan (c) para guru atau para pelaksana proses pendidikan.
Hubungan ketiga unsur penting tersebut saling
terkait antar satu dengan yang lainnya, saling terikat mempengaruhi secara
searah, yakni masyarakat mempengaruhi kebutuhan pelajar, kemudian pelajarpun mempengaruhi kebutuhan guru, dan guru
mempengaruhi kebutuhan masyarakat. Namun pada saat yang sama pelajar terikat
pada keadaan masyarakat, masyarakatpun terikat pada keadaan guru, dan gurupun
terikat pada keadaan pelajar.
BENTUK HUBUNGAN
PRASYARAT KEBERHASILAN PENDIDIKAN
Beberapa hal yang harus menjadi bagian analisis dari ketiga unsur
tersebut adalah:
(1) menggambarkan realitas tiap
unsur;
(2) menggambarkan kecenderungan tiap unsur sesuai persepsi mereka;
(3) menggambarkan persepsi tiap unsur terhadap yang lainnya baik masa
kini maupun masa yang akan datang; menggambarkan keterkaitan dan ketidak
terkaitan antar unsur dalam persepsi masa kini dan persepsi masa yang akan
datang.
Tiga Model
Penentuan Kebutuhan
Terkait tiga unsur
tersebut terdapat tiga model bagi penentuan kebutuhan yakni model induktif,
model deduktif, dan model klasik.
Model Induktif secara beruntun dan
bertahap mengikuti kegiatan sebagai berikut.
(1) mengidentifikasi perilaku
saat kini;
(2)
mengkompilasi dan mengklasifiksi perilaku pada program dan bentukan perilaku;
(3) Bandingkan dengan tujuan
umum;
(4) menggabungkan kesenjangan;
(5) menyusun tujuan secara
ditil;
(6) mengembangkn program
pendidikan;
(7) mengimplementasikan
program pendidikan ;
(8) mengevaluasi hasil
pendidikan
(9) revisi.
Model Deduktif secara
beruntun dan bertahap mengikuti kegiatan sebagai berikut.
(1) mengidentifikasi dan menyeleksi tujuan
pendidikan, (2) mengem bangkan ukuran-ukuran kriteria,
(3) menyusun syarat perubahan,
(4) mengumpulkan data dan mengukur kesenjangan,
(5) menyusun tujuan secara ditil,
(6)mengembangkan
program pendidikan, (7)mengimplementasikan program penddikan, (8)mengevaluasi
hasil didikan,
(9)
revisi.
Model Klasik secara
beruntun dimulai dari kegiatan sebagai berikut.
(1) Tujuan umum
(2) mengembangkan program,
(3) mengimplementasi
program pendidikan,
(4) mengevaluasi.
Analisis Langkah Kegiatan
Secara komprehensif hal-hal yang terkait dengan
setiap langkah kegiatan, hendaklah dirinci dalam bentuk sebagai berikut.
Pertama,
dideskripsikan secara persisi dengan melihat realitas kehidupan masyarakat dari
berbagai aspek kehidupannya seperti keagamaan masyarakat, sosial budaya, sosial
ekonomi, dan sosial politik[2].
Kedua, menguraikan bidang masalah perencanaan melalui analisis tujuan
pendidikan. Termasuk pada kegiatan ini mempelajari bidang dan bagian-bagianya,
mengumpulkan, tabulasi dan meramal data, yang kesemuanya mengarah kepada penyeleksian jenis dan bentuk
prioritas kegiatan.
Uraian masalah pendidikan yang
terkait dengan tujuan pendidikan, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
(a) subsistem komponen aktivitas pendidikan,
(b) subsistem komunikasi pendidikan seperti gerakan, informasi dan
energi,
(c) subsistem fasilitas, dan
(d) subsistem operasional.
Untuk kepentingan lebih lanjut,
tujuan pendidikan dianalisis secara komprehensif berpijak
pada existing condition yang termasuk ke dalamnya sumber-sumber yang dapat digunakan
kini dan masa depan. Dalam kaitan ini,
maka perlu diurai secara rinci apa, berapa, bagaimana keadaan potensi yang ada di masyarakat, baik potensi
dana maupun daya (SDM dan SDA). Bersamaan dengan itu perlu diketahu dengan
jelas, sejauhmana harapan masyarakat berkenaan dengan jenis-jenis dan jenjang
pendidikan. Para perencana dituntut untuk mempertegas formulasi tujuan
perencanaan pendidikan melalaui gambaran tentang klasifikasi pendidikan terkait
dengan katagorisasinya.
Dalam rangka analisis tujuan juga,
diperlukan studi lingkungan pendidikan yang ditujukan untuk mengetahui
hubungan antar berbagai elemen pendidikan yang ada di masyarakat.
Ketiga, mengkonsep
dan merekayasa perencana an. Termasuk ke dalam kegiatan ini adalah mengidenti fikasi
berbagai kecenderungan arah masa depan dengan membuat ciri-ciri rinci dari tiap
kebutuhan yang tersa ring, menetapkan tujuan dan sasaran, serta mendisain
perencanaan;
Keempat, merencanakan
penilaian melalui perencanaan simulasi, merencanakan evaluasi, serta menyeleksi
perencanaan. Dalam kaitan ini dilakukan identifikasi jenis dan jumlah persyaratan
bagi penca paian kebutuhan, disamping membuat spesifikasi pemecahan masalah
yang mungkin timbul;
Kelima,
mengidentifikasi tahapan-tahapan hasil kegiatan serta menentukan cara
pengawasannya. Diperlukan ukuran yang jelas dan tegas mengenai hasil setiap
kegiatan, sebab pada kegiatan yang berkelanjutan, setiap kegiatan pada dasarnya
merupakan prasyarat bagi kegiatan selanjutnya. Manakala ukuran dan pengewasan
atas kegiatan tidak jelas, maka akan menjadi halangan bagi keberhasilan
kegiatan selanjutnya.
Keenam,
mengidentifikasi strategi alternatif yang mungkin serta menyempurnakan tiap
persyaratan untuk memenuhi tiap kebutuhan. Termasuk menginventarisasi
kemungkinan keuntungan atau kerugian dari tiap tindakan yang direncanakan[3].
Pengorganisasian dan Manajemen Perencanaan
Dilihat dari sisi pengorganisasian dan
manajemen perencanaan, Unesco membagi
tahapan kegiatan tersebut kepada kegiatan sebagai berikut
a. Tahap
pra perencanaan : Membuat
badan/lembaga, menetapkan prosedur kerja
perencanaan, koordinasi struktur organisasi, menetapkan mekanisme dan prosedur
serta terakhir memberikan otoritas pada lembaga tersebut.
b. Perencanaan Awal : Diagnosis hasil yang telah ada, memformulasi
kebijakan, menilai kebutuhan (jumlah
yang dilayani, jumlah lembaga yang diperlukan, jumlah, kompetensi dan syarat
pekerjaan, jumlah dan kualitas bahan, sarana, alat, jumlah dana yang diperlukan
serta jumlah dan mutu pelayanan pendukung),
menghitung biaya; dan menetapkan target. Dalam memformulasi kebijakan
dan menilai kebutuhan biasanya dilaksanakan peramalan ilmiah (premising) yang
bertolak dari asumsi-asumsi tertentu. Asumsinya sendiri merupakan anggapan dasar
bertolak dari data fakta dan informasi berkenaan dengan objek /sasaran. Dalam
kaitan ini, maka memformulasi kebijakan berarti membuat keputusan (decision
making) atas dasar ramalan ilmiah.
Membuat keputusan dalam proses perencaan merupakan kegiatan strategis
bagi maju mundurnya suatu organisasi.
c.
Formulasi Rencana : apa, mengapa dan bagaimana pelaksanaan
perencanaan. Ditulis singkat lengkap padat. Hal ini sekaligus menyiapkan
seperangkat keputusan dan juga
menyediakan pola dasar pelaksanaan.
d.
Tahap Elaborasi Rencana : Perincian tugas tiap unit organisasi.
Langkah pengerjaannya adalah pertama, membagi rencana menjadi bidang-bidang
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan yang khusus. Kedua, identifikasi dan formulasi
proyek. Proyek adalah aktivitas program yang sejenis yang dibuat untuk
memudahkan penghitungan alokasi dana dan kegiatan.
e.
Implementasi Rencana : kegiatan ini terjadi saat proyek
dilaksanakan. Dalam kegiatan ini proses perencanaan digabung dengan proses
manajemen secara keseluruhan, atau proses perencanaan merupakan bagiaan dari
proses manajemen secara keseluruhan.
f. Tahap Evaluasi dan Perencanaan
Ulang. Pada
dasarnya evaluasi harus dilaksanakan serentak dengan proses perencanaan, yakni
setiap langkah perencanaan dievaluasi sejauhmana langkah tersebut cocok dengan
program perencanaan. Namun demikian
evaluasi yang menyeeluruh dilaksanakaan saat proses telah selesai. Mana kala
diketahui terdapat berbagai kekuraangan akibat proses tersebut, maka
perencanaan ulang harus dilaksanakan, atau merevisi item-item tertentu sessuai
dengan perubahan atau perkem bangaan akibat perubahan situasi dan kondisi
sasaran perencanaan[4].
E. Sasaran Perencanaan : Masa Depan
Gambaran masa depan dalam perencanaan, merupakan
sesuatu yang sangat penting, sebab gambaran ini berfungsi :
1. menggambarkan arah yang akan dituju dalam
perencanaan, dan
2. menentukan target yang realistik.
Suatu perencanaan dapat dikatakan memperhati kan
masa depan manakala terdapat hal-hal sebagai berikut.
a.
Diarahkan
bagi terbentuknya nilai-nilai, khususnya nilai masa depan. Dalam kaitan ini,
maka seorang perencana pendidikan dituntut untuk memahami nilai-nilai
ipoleksosbud tempat perencanaan pendidikan, Sebagaimana dimaklui, nilai mempengaruhi adat
istiadat dan sejarah budaya suatu komunitas. Sejarah akan ditulis seiring
dengan nilai yang dianut penulis sejarah tersebut, sebab nilai berfungsi
sebagai motivator suatu tindakan. Berlandaskan pada nilai juga akan terjadi
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan penentuan kebijakan publik, dalam
menentukan kebenaran, kekuatan, ketepatan tindakan.
b.
Pengembangan
dirancang secara alternatif, dan dampak
yang diperhitungkan akibat pilihan suatu
alternative, bersifat silang.
c. Masa depan yang dirancang adalah masa
depan model baru, bukan sekedar perbaikan dari keadaan linier masa kini.
d.
Perencanaan hendaklah bersifat sistemik meli put seluruh unsur kegiatan
pendidikan.
e. Tidak
ditekankan pada perubahan dari masa lampau tapi lebih kepada menciptakaan
lingkungan baru yang lebih baik.
Skenario masa depan selalu mengandung ketidak
pastian. Semakin panjang jangka waktu perncanaan semakin banyak mengandung
ketidak pastian. Hal ini diakibatkan oleh parameter kuantitatif yang semakin
rendah kredibilitasnya. Hal inipun
merupakan akibat logis dari interrelasi antar variable yang semakin sukar
mendapat kepastian. Namun demikian skenario masa depan tetap diperlukan, antara
lain untuk antisipasi dan sasaran dari tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Skenario masa depan dibuat berdasarkan bebera pa cara
perhitungan.
Pertama, perhitungan secara linier dengan laju
pertumbuhan tetap.
Kedua, perhitungan berdasarkan keberhasilan usaha
kini dan kegiatan yang akan datang.
Ketiga, perhitungan berdasarkan pada berbagai
kemungkinan yang akan terjadi, seperti gempa, banjir, kurva tajam penemuan
teknologi baru, dst.nya. Biasanya teori probabilitas dengan tingkat
reliabilitas (keteran dalan) tertentu digunakan dengan sangat hati-hati dalam
kegiatan model ini.
E. Tehnik Meramalkan Masa Depan
Terdapat berbagai cara meramalkan masa depan.
Namun demikian tidak semua cara dilakukan sekaligus. Pada umumnya para
perencana memilih yang paling cocok dengan organisasi tempat perencanaan
dibuat. Ada 22 macam cara peramalan
yaitu:
1.Sumbang saran;
2. Tehnik delphi;
3. Opini para ahli;
4.Bacaan fiksi;
5.Skenario;
6.Analogi Sejarah;
7.Sekuen Sejarah
8. Analisis isi;
9. PErhitungn sosial;
10. Penentu utama;
11.Times Series;
12.Ekstrapolasi;
13. Contextual mapping;
14.Morphological analysis;
15.Relevance trees;
16.Matrik keputusan;
17.Model penentu;
18.Model kemungkinan;
19.Permainan;
20.Simulasi operasional;
21.Cost-benefit analysis;
22. Tabel input–output
Beberapa
tehnik yang sering digunakan dalam meramal masa depan adalah sebagai berikut.
1. Fishbowling,
yakni kritik terhadap hasil diskusi.
Caranya kelompok satu diskusi dikelilingi oleh kelompok kedua yang mengawasi
jalannya diskusi kelompok satu. Di akhir diskusi kelompok satu, koreksi pun
diberikan oleh kelompk dua terhadap jalan diskusi dan jalan berpikir diksusi
kelompok satu.
2. Delphi
Technique, adalah peramalan masa depan tanpa di intervensi lebih dahulu
peruntukan perencanaan. Dilakukan oleh kelompok ahli melalui tujuh langkah.
(a) Presentasi latar belakang permasalahan
dan informasi lain terkait permasalahan.
(b)
Partisipan membuat atau meilih ramalan melalui kuesioner yang telah
disiapkan panitya.
(c) Pengumpulan dan pentabulasian hasil
kuesioner. Hasilnya diinformasikan pada partisipan.
(d)
Kuesioner dibagikan lagi pada partisipan.
(e)
Kuesioner yang telah diisi ditabulasikan lagi disertai argument tentang
jawaban-jawaban tersebut.
(f)
Kuesioner dibagi untuk ketiga kalinya.
(g)
Hasil kuesioner ditabulasikan lagi dan diolah secara statistic.
Proses ini memberi peluang luas bagi kelompok
ahli untuk merubah pendapat tanpa merasa segan kepada kolega partisipan lain.
3. Brainstorming, adalah cara merangsang keluarnya
ide-ide kreatif partisipan. Dalam kegiatan ini yang dipentingkan jumlah ide
bukan kualitas ide, karena itu kritik antar pendapat harus dicegah, supaya
partsispan tidak segan negeluarkan pendapat. Kualitas ide disaring oleh tim
evaluator setelah kegiatan diskusi selesai.
4. Q - Short, cara menetapkan urutan prioritas. Caranya
problem dibaca atau ditulis. Pemecahan masalah ditulis di kartu-kartu kecil
yang kemudian dibagikan pada para peserta.
5. Simulasi,
yakni tiruan atau model dari sesuatu yang dibayangkan akan terjadi. Kegiatannya
menginventarisasi atau mengidentifikasi variable atau kecenderungan suatu
kejadian.
F. Strategi
Berdasarkan
gambaran masa kini (where are we now, atau what it is, atau as is-nya) yang
antara lain dideskripsikan melalui SWOT, serta gambaran masa depan yang
digambarkan sebagai tujuan yang harus dicapai dan akan ditempuh (to be), baik
dalam bentuk perangkat keras maupun perangkat lunak, maka ditentukan strategi
atau pendekatan umum untuk mencapai gambaran masa depan tersebut. Perencanaan
strategi ini ada yang sifatnya general, atau menyeluruh
yakni suatu bentuk kegiatan umum sebagaimana didefinisikan “Strategi es is a
general program of action to attain compre hensive objecttives” (program umum
suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang komprehensif). Namun ada juga yang
sifatnya parsial, ysng biasa disebut metode, yakni kegiatan yang harus ditempuh
sebagai jalan keluar terbaik berdasarkan realitas yang digambarkan dalam SWOT, atau tujuan ahir
kegiatann (objective or goal) atau dalam bentuk kegiatan yang diharapkan untuk
diperankan, yang biasa disebut purpose[5].
G. Kepentingan
Perencanaan Pendidikan Islam
Faktor penting dan sangat strategis dalam pembangunan suatu negara
adalah sumber daya manusia. Manusia terdiri atas jasmani dan ruhani. Sedangkan
aspek ruhaninya terdiri atas akal yang menghasilkan pikiran, rasa yang
menghasilkan keinginan, dan hati yang menghasilkan keputusan-keputusan.
Ketiganya bersifat sinergis, saling mempengaruhi. Unsur mana yang paling
dominan dari ketiganya tergantung pada proses pendidikan yang dialami manusia
bersangkutan.
Sebaliknya hati yang lembut dan lurus
dengan perasaan yang halus manakala dibarengi dengan otak yang lemah, akan
selalu ditipu orang, tidak kreatif dan tidak maju. Idealnya otak cerdas rasa
halus dan hati lembut. Untuk mencapai yang ideal tersebut, peluang sangat besar
terbuka bagi lembaga pendidikan Islam, sebab pendidikan Islam mengembang
Pendidikan Islam terkait kepada ketiga unsur
pokok otak dan hati tersebut, disamping unsur jasmani atau phisik. Namun
demikian dalam sejarah pendidikan
Namun demikian pada saat kertas ini ditulis
citra lembaga pendidikan Islam tetap masih terpinggirkan dibanding citra
lembaga pendidikan non Islam. Untuk sekedar bahan renungan di bawah ini
dikemukakan 10 terbaik NEM SMU (Negeri Swasta) se DKI Jaya 2000/2001. Secara
berturut-turut untuk program Bahasa adalah Santa Ursula, SMUN 3, SMUN 39, SMUN
84, Tarakanita I, SMUN 54, Labschool, SMUN 2, SMUN 90, SMUN 35. Sedangkan untuk
Program IPS secara berturut-turut adalah
SMU Kristen I Penabur, SMUN 8, SMU St. Ursula, SMUN 81, SMU Sang Timur,
SMUN 70, SMUN 12, SMU Tarakanita I, SMUN 78, SMU 3 Penabur. Adapun untuk
Program IPA secara berturut-turut adalah SMUK 1 Panabur, SMUK 3 Penabur, SMU St
Ursula, SMUN 8, SMUK 5 Penabur, SMU
Kanisius, SMU Don Bosco II, SMU Sang Timur, SMUN 12, SMU St. Theresia[6].
Data ini memperlihatkan bahwa untuk program
bahasa, rangking kesatu dan kelima diraih oleh SMU Kristen sedang yang lainnya
SMU Negeri. Sedangkan program IPS rangking no. 1,3,5,8,10 dipegang SMU
Kristen/Katolik, sisanya SMU Negeri. Dalam pada itu untuk program IPA, rangking
no.1,2,3,5,6,7,8,10, diraih SMU Kristen/ Katolik, sisanya SMU Negeri.
Proporsional manaka la masyarakat cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke
sekolah SMU Kristen daripada ke SMU Negeri apalagi ke SMU Islam yang sama
sekali tidak masuk rangking terbaik pada satu program studipun.
Diantara kelemahan lembaga pendidikan Islam
sehingga kurang bermutu dan tidak dapat bersaing dengan lembaga pendidikan yang
lain untuk saat sekarang (analisi th. 2002), dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, perencanaan yang tidak bagus.
Pada umumnya pendirian lembaga pendidikan lebih didasarkan pemenuhan kebutuhan
idiologis normatif, bukan pemenuhan kebutuhan idiologis praktis. Akibatnya para
lulusan kurang memiliki mutu dalam bidang profesi yang jadi item persaingan
masyarakat. Akibat lanjutan nya adalah masyarakat cepat jenuh terhadap para
lulusan tersebut.
Kedua, kurang keterampilan mengorganisasi
kelembagaan. Observasi penulis menunjukkan bahwa banyak kemelut dalam
lembaga-lembaga pendidikan Islam lantaran manajemen kurang profesional. Kemelut
berkenaan pengurusan prasara na dan sarana, kurikulum, rekrutmen pengembangan
dan penarikan sumber daya manusia, proses dan report pengawasan, semuanya
bertumpu pada kele mahan sumber daya manusia yang menjadi pelaku manajemen.
Indikator kurang
profesional manajemen ini antara lain terlihat dari lemahnya sikap rasional,
lemahnya dorongan beramal nyata, lemahnya disip lin kerja yang berakibat
rendahnya produktivitas, lemahnya orientasi pada sistem belajar siswa,
rendahnya kualitas pengawasan mutu para pendidik. Hal ini semua merupakan
unsur-unsur yang menen tukan mutu kelembagaan pendidikan. Keprihatinan maraknya
berbagai kelemahan ini diperparah dengan terjadinya sinergi kelemahan tersebut
dengan waktu, ruang dan kegiatan para pengelola lembaga dan pelaksana
pendidikan. Secara perlahan tapi pasti berbagai kelemahan tersebut berkembang jadi
sikap hidup para pengelola lembaga dan pelaksana pendidikan Islam.
Ketiga, lembaga-lembaga pendidikan Islam
sangat rekat, dekat dan jadi rentan terhadap pengaruh dan perubahan politik.
Hal ini dipicu oleh banyaknya rangkap jabatan para pengelola lembaga pendidikan
Islam dengan organisasi-organisasi politik. Akibat negatifnya adalah
kecenderungan subjek mendahulukan dan mengutamakan kiprah politik daripada
kiprah pendidikan. Lebih dari itu malah meninggalkan kegiatan pendidikan dan
terkonsentra si pada kegiatan politik sambil tidak mau melepaskn jabatan struktural pendidikan. Seharusnya rangkap
jabatan tersebut, tidak menghasilkan dampak nega tive. Sebaliknya harus jadi
positif, caranya dengan dibuat sinergi, setidak-tidaknya komplemen antara satu
dengan yang lainnya. Hal ini hanya dimungkinkan manakala si pelaku telah
betul-betul dalam keadaan dewasa berpikir dan bertindaknya.
Keempat, terhimpit oleh dua fungsi yang
saling tarik menarik yakni antara fungsi dawah dan fungsi pendidikan. Dawah
dengan kecenderungan karakternya mentolerir kelemahan dan kekurangan sasaran
dawah, menjadikan peserta didik, pendidik, malah manajemen pendidikan dibiarkan
dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan kualitas enrollmen, kualitas
guru/dosen, dankualitas para pimpinan lembaga pendidikan. Dengan demikian
maksud kegiatan pendidikan untuk meningkat
Kelima, sedikitnya sumber dana serta
kecilnya perolehan dana. Dari sisi supra struktur, pendidikan Islam belum
mendapat perhatian yang semestinya dari para penyelenggara negara. Hal ini
bukan saja karena kekuatan ekonomi pemerintahan yang tidak baik, namun lebih
dari itu kegiatan lembaga pendidikan Islam belum mendapat prioritas dalam
pendanaan pembangunan. Sementara dari sasaran masyarakat yang jadi tempat
berkiprahnya lembaga pendidikan Islam, pada umumnya mereka adalah masyarakat
ekonomi lemah.
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang maju pada umumnya adalah lembaga pendidikan Islam yang
peserta didiknya mempunyai orangtua berkemampuan ekonomi menengah ke atas.
Padahal sebagaimana diketahui umum, mayoritas penduduk
Dapat diperkirakan
beberapa lembaga pendidikan Islam yang maju, adalah mereka yang lepas dari
berbagai kelemahan tersebut.
[1] Banghart and Trull, p.93
[2] Lihat Kaufman, Educational
System Planning, Chapter 3; dan Banghart
Educational Planning, part one.
[3] Kaufman, ibid, hal.6-7.
Banghart, Frank W and Trull, Albert, p.x.
[4] Unesco, Group Training
Course in Educational Planning, Book I, Bangkok, 1975, dalam Ditjen Dikti,
(1982/83), Perencanaan Pendidikan, 1983.
[5] Objectives or goals are the end toward which
activety is aimed, and “Purpose is a basic function or task which is assigned
to them by society” Koonntz, H. at all (1094), Management, Tokyo, McGraw-Hill International
Book Co, hal. …..
[6] Sumber : Kompas 20 Juni
2001 Hal.9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar