Kamis, 19 Mei 2022

PERUBAHAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PERENCANAAN

 

PERUBAHAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PERENCANAAN

A. Pendidik dan Perubahan Masyarakat

Diantara catatan yang harus diperhatikan dalam pendekatan sistem adalah sikap manusiawi saat pembuat an perencanaan pendidikan. Artikulasi sikap ini adalah mendesain dan mengaplikasikan berbagai fungsi proses pendidikan pada tiap individu yang menjadi sasaran pen didikan. Dengan demikian ambisi, kemampuan, harapan, kecemasan, serta aspirasi tiap individu peserta pendidik an (dan malah ummat yang akan menjadi tempat kembali berkiprahnya manusia hasil didikan) mendapat jaminan untuk diperhatikan oleh pembuat perencanaan, dalam menghadapi perubahan masyarakat hasil perencanaan..

Dalam dunia pendidikan, para pendidik memang mempunyai banyak jalan untuk berpartisipasi  dalam kegiatan perubahan masyarakat. Demikian juga anggota masyarakat lainnya (LSM, anggota legislatif, para pembaharu pemikiran, kiayi, orang-orangtua, iptek, sistem transportasi dan komunikasi, sistem kepercayaan, dan malah para sarjana penganggur) dapat memposisikan dirinya sebagai kelompok penekan bagi terjadinya perubahan prosedur dan program pendidikan.

Namun terdapat perbedaan yang cukup signifikan deskripsi antara parubahan hasil  pendidik dan perubahan hasil anggota masyarakat lainnya. 

 Para pendidik membuat dan melaksanakan perencanaan pendidikan dalam dimensi aksi, sementara yang lainnya dalam dimensi reaksi. Para pendidik bertanggung jawab dalam proses dan hasil pendidikan sebagai  komitmen profesionalitas dan bukan sekedar reaksi terhadap berbagai keluhan masyarakat. Karena itu para pendidik memerlukan perencanaan yang sistematik dan formal, rekayasa, implementasi, evaluasi dan revisi sebagai tuntutan tugas pokoknya.  Mereka memiliki keyakinan ilmiah, bahwa hasil didikannya memiliki kontribuasi tertentu bagi perubahan kehidupan masyarakatnya.

Idealnya para perencana pendidikan telah mengidentifikasi berbagai prioritas keperluan pendidikan, baik bagi peserta didik maupun masyarakat penerima hasil didikan, sehingga proses pendidikan dapat dilaksanalkan secara efisien and efektif. Tidak menghe rankan, manakala para pendidik yang akan melaksanakan perubahan, harus memiliki kesiapan mental untuk berhadapan dengan para kritikus, baik dari dalam maupun luar sekolah, mereka yang terlibat langsung atau tidak terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan. Mereka mengeluarkan reaksi yang kadangkala tidak relevan.

Proses dan kegiatan pendidikan pada hakikat nya merupakan subjek perubah masyarakat. Namun perubahan merupakan sesuatu yang sensitif, apalagi manakala perubahan tehnik, metode, dan kurikulum pendidikan tidak bertopang kepada pemikiran, teori atau pengalaman empirik yang valid. Ironinya kadangkala para pendidik sendiri kurang memahami secara utuh, namun pada saat yang sama memposi sikan dirinya sebagi pembimbing masyarakat. Berdasarkan itu kita melihat betapa strategisnya para perencana atau pendisain pendidikan membuat perencanaan yang meliput ke dalamnya bukan hanya tujuan dan cara mendidik dan mengajar, namun sekaligus implementasi dan bentuk perubahan yang jadi sasarannya pada masyarakat tempat pendidikan dilaksanakan. Karena itulah maka perencanaan yang realistik adalah perencanaan yang bertolak dari identifikasi output atau malah outcome yang akan dihasilkan.

B. Tahapan Kegiatan Perencanaan

Secara bertahap, jenis dan bentuk kegiatan perencanaan dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, mengidentifikasi dan mendokumen tasikan kebutuhan-kebutuhan, termasuk ke dalamnya mendefinisikan masalah perencanaan pendidikan seperti menentukan skope masalah pendidikan, mempelajari apa yang terjadi dan apa yang harus terjadi, menentukan apa adanya dan apa seharusnya, menentukan sumber-sumber dan rintangan nya, serta menetapkan bagian dan prioritas yang direncanakan. Dalam kaitan ini menentukan kebutuhan pendidikan berawal dari pendeskripsian "where are we now" dan “where are we to be".

Where are we now

Where are we now, dimana kita sebagai perencana sekarang berada? Maksudnya dalam kondisi bagaimana murid, guru, bangunan, perpustakaan, manajemen, kurikulum, proses pembelajaran, pendanaan, serta laboratorium saat si perencana akan memulai kerjanya? Dalam kondisi apa dan bagaimana (what is the existing condition) adanya komponen-komponen tersebut saat si perencana memulai langkah pembuatan perencanaan? Hal itu harus diurai sebagaimana adanya.

Kegiatan analisis berupa mendeskripsikan keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (fact finding) saat berlangsungnya awal kegiatan, dalam rangka mencapai terminal tujuan berikutnya, atau malah membuat tujuan berikutnya yang lebih proporsional dan adaptif dengan kekuatan, kemampuan sumber daya yang tersedia. Hal ini berbeda dengan kegiatan diagnosa yang bertujuan mencari dan menemukan kelemahan program yang ada dalam rangka memperbaiki program sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk mendapatkan data (baik yang kualitatif dan kuantitatif) dapat digunakan tehnik yang sederhana maupun yang canggih. Tehnik sederhana seperti interviu, kuesioner, test, dokumen, catatan lain, atau observasi. Sedangkan tehnik canggihnya melalui perhitungan rumit proyeksi dan komparasi. Pendeskripsiannya melalui SWOT (strength, weekness, opportunity, treath).

Pada umumnya untuk mengetahui kondisi terakhir dari objek perencaanaan, sebagai modal awal kegiatan perencanaan,  distudi melalui SWOT yang hasilnya berupa deskripsi tentang apa yang jadi kekuatan dan kelemahan yang ada saat kini, peluang dan rintangan apa yang dihadapi, apa kegiatan yang ada, baik yang sifatnya individual maupun komunal. Pengetahuan tentang ini penting, lantaran perencana pendidikan dituntut untuk berpikir secara berkelanjutan, disamping mennghadap realitas bahwa kondisi pendidikan akan terus berubah, dan perubahan itu harus didasarkan kepada realitas perkembangan manusia dan tempat tinggalnya.

Berdasarkan analisis SWOT terhadap “apa adanya” seharusnya dapat dipahami peluang perkembangan masa yang akan datang, kemauan berubah dari para steakholder, peran penting pendidikan pada kehidupan masyarakat, tingkat keterlibatan orangtua atau masyarakat   pada perencanaan pendidikan, peran guru atau pendidik, dan malah peran kegiatan pendidikan terhadap perkembangan pribadi dan masyarakat.

Selanjutnya bertolak dari deskripsi tersebut di atas, perencana dapat merancang tujuan pendidikan yang harus dicanangkan yang kemudian diturunkan pada bentuk, jenis, dan jenjang kurikulum, cara melaksanakannya dari sejak bentuk dan jenis kehadiran atau interaksi guru/pembimbing/pelatih dengaan siswa,  penyediaan jumlah dan mutu/kualifikasi guru, dukungan dana, hubungan politik antara sekolah dan pmrintah.   Apa yg dapat dan yang harus dilakukan para perencana sesudah itu? Mereka dituntut untuk menyiapkan norma perencanaan pendidikan, cara, indicator dari pencpaian dan tercapainya tujuan, rencana straategis yang dapat dicanangkan, kebijakan, rencana manajemen, rencana operasional, orientasi kemanusiaan vs teknologi, dsb.

Para perencana pendidikan punya tanggung jawab untuk menemukan kecenderungan masyarakat serta menjawab persoalan bagaimana kecenderungan tersebut dapat diorganisasi dan bagaimana pengorganisasian tersebut dapat dilaksanakan. Hal ini penting ditegaskan, mengingat pada masa depan keterlibatan siswa/mahasiswa dalam proses pembelajaran, intensitasnya akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan kebiasaan atau budaya hidup kaum muda terpelajar. Hal itu berartii olahraga, musik, dan permainan akan menjadi bagian penting dalam situasi pembelajaran. Implikasinya adalah seorang perencana harus mendahulukan pendekatan manusiawi dibanding orientasi teknologi. Sebab tanpa berpikir demikian, perencanaan adalah perbuatan yang sia-sia.

 


guru

a

k

t

i

v

i

t

a

s

 

murid

 


masa lalu                             sekrang dan yad

 

What should be

Dalam pandangan filsafat, perencanaan adalah upaya untuk menjelmakan suatu keadaan masa yang akan datang. Untuk mencapai masa depan tersebut dibuatlah langkah-langkah yang semestinya. Dalam kaitan ini masa depan merupakan sesuatu yang diasumsikan lebih bagus, lebih baik, lebih tertata dibanding saat perencanaan tersebut dibuat.

Terdapat dua jenis masa depan yang perlu dideskripsikan. Pertama, terkait dengan nilai, aturan, system, atau software; dan kedua, terkait dengan keadaan phisik, sarana, prasaran, ataua hardware.

Namun yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa masa depan merupakan sesuatu yang sukar ditentukan secara pasti. Karena itu perlu ekstra hati-hati dalam menentukan tujuan perencanaan, sehingga kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan dalam perencanaan, dapat tergambarkan dengan tepat. Identifikasi yang benar tentang masa depan, berarti menghindarkan institusi dari pemborosan biaya, waktu, dan tenaga. Dalam kaitan ini masalah utamanya adalah (1) bagaimana menentukan kesenjangan antara masa kini dengan masa depan, dan (2) bagaimana analisis (bukan diagnosa) keadaan sekarang secara tepat, persisi, objektif. Dari dua kegiatan inilah ditentukan formulasi tujuan perencanaan.

 

Proses Formulasi Tujuan

Proses formulasi tujuan pendidikan, diawali oleh upaya mencermati seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Hasil mencermati, baik melalui survey, sensus, atau cara-cara lainna, akan melahirkan atau menemukan formulasi atau daftar kebutuhan yang paling utama bagi memenuhi masalah tersebut di atas, terkait dengan pelaksanaan pendidikan, skope dan bidang perencanaan pendidikan, perluasan isu pemecahan masalah, efektivitas analisis masalah, dan kesadaran umum tentang bentuk penyelesaian masalah.

Seperangkat prosedur dapat ditetapkan, antara lain  sebagai berikut[1].

 (1) melaksanakan penelitian untuk menemukan fakta empirik yang terobservasi dan terukur, sehingga memudahkan perhitungan untuk langkah-langkah selanjutnya;

(2) Menggunakan fakta empirik hasil penelitian sebagai dasar menentukan kebijakan, tujuan, program dan prosedur;

(3) menetapkan standar tiap item yang tertera pada butir dua di atas;

(4) menggunakan standar yang sudah ditetapkan;

(5) menetapkan kondisi untuk ketepatan penerapan, atau untuk melakukan revisi, atau untuk menetapkan  penyimpangan dari standar;

(6) Mengatur distribusi fungsi utk meminimalisasi penyimpangan dan perbedaan;

(7) menyederhanakan proses tahap-tahap penentuan kebutuhan ;

(8) menetralisasi perhitungan dan mempelajari masalah yang ditemukan ,

(9) memelihara hubungan teori dan praktek. Seba gaimana diketahui pada dasarnya teori dan praktek bukan dua hal yang berpisah, namun komponen yang saling pengaruh mempengaruhi, teori jadi masukan bagi praktek, dan sebaliknya praktekpun jadi masukan bagi pengembangan teori. “Theory and practice are not separate, there is the constant interchange, a feedback system”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


PRINSIP RENDIK DLM MENETAPKAN TUJUAN

Diadaptasi dari Banghart and Trull, p.92.

 

Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa berpikir tentang masa depan dipengaruhi visi atau wawasan tentang masa depan.  Wawasan tersebut dipengaruhi oleh sejarah budayanya. Dalam kaitan inilah, maka sesung guhnya pembuatan perencanaan pendidikan merupakan kegiatan dinamik yang dipengaruhi oleh kekuatan luar pendidikan, yakni suasana budaya yang melingkupi para pembuat perencanaan tersebut, untuk kemudian secara sinergi terjadi spiral antara berbagai komponen yang terlibat di dalamnya. Uraian mengenai kesenjangan 

 

Cycle Diagram

 

kondisi yang terjadi saat ini dan gambaran yang diharapkan masa yang akan datang  (discrepancy analysis), yang sekaligus juga jadi identifikasi dan dokumentasi kebutuhan-kebutuhan (need assessmet).

            Untuk menentukan kebutuhan tersebut diperlukan beberapa hal sebagai berikut.

(1) data yang merepresentasikan dunia nyata pelajar, baik masa kini maupun masa depan;

(2) tidak ada penentuan kebutuhan yang bersifat final dan lengkap, kita harus siap melihat data yang bersifat tentatif dan terus menerus mempertanyakan ulang berkenaan dengan jumlah dan mutu kebutuhan;

(3) perhitungan kebutuhan harus diidentifikasi dalam term produk dan proses.

Tiga partner pendidikan harus selalu dicermati bagi suksesnya pendidikan, yakni (a) pelajar, (b) orangtua dan anggota masyarakat; dan (c) para guru atau para pelaksana proses pendidikan.

Hubungan ketiga unsur penting tersebut saling terkait antar satu dengan yang lainnya, saling terikat mempengaruhi secara searah, yakni masyarakat mempengaruhi kebutuhan pelajar, kemudian pelajarpun   mempengaruhi kebutuhan guru, dan guru mempengaruhi kebutuhan masyarakat. Namun pada saat yang sama pelajar terikat pada keadaan masyarakat, masyarakatpun terikat pada keadaan guru, dan gurupun terikat pada keadaan pelajar.

 

Cycle Diagram

 

BENTUK HUBUNGAN PRASYARAT KEBERHASILAN PENDIDIKAN

 

Beberapa hal yang harus menjadi bagian analisis dari ketiga unsur tersebut adalah:

(1) menggambarkan  realitas tiap unsur;

(2) menggambarkan kecenderungan tiap unsur sesuai persepsi mereka;

(3) menggambarkan persepsi tiap unsur terhadap yang lainnya baik masa kini maupun masa yang akan datang; menggambarkan keterkaitan dan ketidak terkaitan antar unsur dalam persepsi masa kini dan persepsi masa yang akan datang.

Tiga Model Penentuan Kebutuhan

Terkait tiga unsur tersebut terdapat tiga model bagi penentuan kebutuhan yakni model induktif, model deduktif, dan model klasik.

Model Induktif secara beruntun dan bertahap mengikuti kegiatan sebagai berikut.

(1) mengidentifikasi perilaku saat kini;

(2) mengkompilasi dan mengklasifiksi perilaku pada program dan bentukan perilaku;

(3) Bandingkan dengan tujuan umum;

(4) menggabungkan kesenjangan; 

(5) menyusun tujuan secara ditil;

(6) mengembangkn program pendidikan;

(7) mengimplementasikan program pendidikan ;

(8) mengevaluasi hasil pendidikan 

(9) revisi.

 

Model Deduktif secara beruntun dan bertahap mengikuti    kegiatan sebagai berikut.

(1) mengidentifikasi dan menyeleksi tujuan pendidikan, (2) mengem bangkan ukuran-ukuran kriteria,

(3) menyusun syarat perubahan,

(4) mengumpulkan data dan mengukur kesenjangan,

(5) menyusun tujuan secara ditil,

(6)mengembangkan program pendidikan, (7)mengimplementasikan program penddikan, (8)mengevaluasi hasil didikan,

(9) revisi.

 

Model Klasik secara beruntun dimulai dari kegiatan sebagai berikut.

(1) Tujuan umum

(2) mengembangkan program,

(3) mengimplementasi program pendidikan,

(4) mengevaluasi. 

 

Analisis Langkah Kegiatan

Secara komprehensif hal-hal yang terkait dengan setiap langkah kegiatan, hendaklah dirinci dalam bentuk sebagai berikut.

Pertama, dideskripsikan secara persisi dengan melihat realitas kehidupan masyarakat dari berbagai aspek kehidupannya seperti keagamaan masyarakat, sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik[2].

Kedua, menguraikan bidang masalah perencanaan melalui analisis tujuan pendidikan. Termasuk pada kegiatan ini mempelajari bidang dan bagian-bagianya, mengumpulkan, tabulasi dan meramal data, yang kesemuanya  mengarah kepada penyeleksian jenis dan bentuk prioritas kegiatan.

Uraian masalah pendidikan yang terkait dengan tujuan pendidikan, meliputi hal-hal sebagai berikut.  

(a)   subsistem komponen aktivitas pendidikan,

(b) subsistem komunikasi pendidikan seperti gerakan, informasi dan energi,

(c)   subsistem fasilitas, dan

(d)   subsistem operasional.

Untuk kepentingan lebih lanjut, tujuan pendidikan dianalisis secara komprehensif berpijak pada existing condition yang termasuk ke dalamnya sumber-sumber yang dapat digunakan kini dan  masa depan. Dalam kaitan ini, maka perlu diurai secara rinci apa, berapa, bagaimana keadaan  potensi yang ada di masyarakat, baik potensi dana maupun daya (SDM dan SDA). Bersamaan dengan itu perlu diketahu dengan jelas, sejauhmana harapan masyarakat berkenaan dengan jenis-jenis dan jenjang pendidikan. Para perencana dituntut untuk mempertegas formulasi tujuan perencanaan pendidikan melalaui gambaran tentang klasifikasi pendidikan terkait dengan katagorisasinya.

Dalam rangka analisis tujuan juga, diperlukan studi lingkungan pendidikan yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antar berbagai elemen pendidikan yang ada di masyarakat.

Ketiga, mengkonsep dan merekayasa perencana an. Termasuk ke dalam kegiatan ini adalah mengidenti fikasi berbagai kecenderungan arah masa depan dengan membuat ciri-ciri rinci dari tiap kebutuhan yang tersa ring, menetapkan tujuan dan sasaran, serta mendisain perencanaan; 

Keempat, merencanakan penilaian melalui perencanaan simulasi, merencanakan evaluasi, serta menyeleksi perencanaan. Dalam kaitan ini dilakukan identifikasi jenis dan jumlah persyaratan bagi penca paian kebutuhan, disamping membuat spesifikasi pemecahan masalah yang mungkin timbul; 

Kelima, mengidentifikasi tahapan-tahapan hasil kegiatan serta menentukan cara pengawasannya. Diperlukan ukuran yang jelas dan tegas mengenai hasil setiap kegiatan, sebab pada kegiatan yang berkelanjutan, setiap kegiatan pada dasarnya merupakan prasyarat bagi kegiatan selanjutnya. Manakala ukuran dan pengewasan atas kegiatan tidak jelas, maka akan menjadi halangan bagi keberhasilan kegiatan selanjutnya.  

Keenam, mengidentifikasi strategi alternatif yang mungkin serta menyempurnakan tiap persyaratan untuk memenuhi tiap kebutuhan. Termasuk menginventarisasi kemungkinan keuntungan atau kerugian dari tiap tindakan yang direncanakan[3].

Pengorganisasian dan Manajemen Perencanaan

Dilihat dari sisi pengorganisasian dan manajemen perencanaan, Unesco membagi  tahapan kegiatan tersebut kepada kegiatan sebagai berikut

a.       Tahap pra perencanaan : Membuat badan/lembaga,  menetapkan prosedur kerja perencanaan, koordinasi struktur organisasi, menetapkan mekanisme dan prosedur serta terakhir memberikan otoritas pada lembaga tersebut.

b.  Perencanaan Awal : Diagnosis hasil yang telah ada, memformulasi kebijakan,  menilai kebutuhan (jumlah yang dilayani, jumlah lembaga yang diperlukan, jumlah, kompetensi dan syarat pekerjaan, jumlah dan kualitas bahan, sarana, alat, jumlah dana yang diperlukan serta jumlah dan mutu pelayanan pendukung),  menghitung biaya; dan menetapkan target. Dalam memformulasi kebijakan dan menilai kebutuhan biasanya dilaksanakan peramalan ilmiah (premising) yang bertolak dari asumsi-asumsi tertentu. Asumsinya sendiri merupakan anggapan dasar bertolak dari data fakta dan informasi berkenaan dengan objek /sasaran. Dalam kaitan ini, maka memformulasi kebijakan berarti membuat keputusan (decision making) atas dasar ramalan ilmiah.  Membuat keputusan dalam proses perencaan merupakan kegiatan strategis bagi maju mundurnya suatu organisasi.

c.         Formulasi Rencana : apa, mengapa dan bagaimana pelaksanaan perencanaan. Ditulis singkat lengkap padat. Hal ini sekaligus menyiapkan seperangkat keputusan  dan juga menyediakan pola dasar pelaksanaan.

d.        Tahap Elaborasi Rencana : Perincian tugas tiap unit organisasi. Langkah pengerjaannya adalah pertama, membagi rencana menjadi bidang-bidang pelaksanaan dengan tujuan-tujuan yang khusus. Kedua, identifikasi dan formulasi proyek. Proyek adalah aktivitas program yang sejenis yang dibuat untuk memudahkan penghitungan alokasi dana dan kegiatan.

e.         Implementasi Rencana : kegiatan ini terjadi saat proyek dilaksanakan. Dalam kegiatan ini proses perencanaan digabung dengan proses manajemen secara keseluruhan, atau proses perencanaan merupakan bagiaan dari proses manajemen secara keseluruhan.

f.  Tahap Evaluasi dan Perencanaan Ulang. Pada dasarnya evaluasi harus dilaksanakan serentak dengan proses perencanaan, yakni setiap langkah perencanaan dievaluasi sejauhmana langkah tersebut cocok dengan program perencanaan.  Namun demikian evaluasi yang menyeeluruh dilaksanakaan saat proses telah selesai. Mana kala diketahui terdapat berbagai kekuraangan akibat proses tersebut, maka perencanaan ulang harus dilaksanakan, atau merevisi item-item tertentu sessuai dengan perubahan atau perkem bangaan akibat perubahan situasi dan kondisi sasaran perencanaan[4].

E. Sasaran Perencanaan : Masa Depan

Gambaran masa depan dalam perencanaan, merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab gambaran ini berfungsi :

1. menggambarkan arah yang akan dituju dalam perencanaan, dan

2.  menentukan target yang realistik.

Suatu perencanaan dapat dikatakan memperhati kan masa depan manakala terdapat hal-hal sebagai berikut.

a.    Diarahkan bagi terbentuknya nilai-nilai, khususnya nilai masa depan. Dalam kaitan ini, maka seorang perencana pendidikan dituntut untuk memahami nilai-nilai ipoleksosbud  tempat perencanaan pendidikan,  Sebagaimana dimaklui, nilai mempengaruhi adat istiadat dan sejarah budaya suatu komunitas. Sejarah akan ditulis seiring dengan nilai yang dianut penulis sejarah tersebut, sebab nilai berfungsi sebagai motivator suatu tindakan. Berlandaskan pada nilai juga akan terjadi keseimbangan antara kepentingan pribadi dan penentuan kebijakan publik, dalam menentukan kebenaran, kekuatan, ketepatan tindakan.

b.    Pengembangan dirancang secara alternatif,  dan dampak yang diperhitungkan  akibat pilihan suatu alternative, bersifat silang.

c. Masa depan yang dirancang adalah masa depan model baru, bukan sekedar perbaikan dari keadaan linier  masa kini.

d.  Perencanaan hendaklah bersifat sistemik meli put seluruh unsur kegiatan pendidikan.

e.   Tidak ditekankan pada perubahan dari masa lampau tapi lebih kepada menciptakaan lingkungan baru yang lebih baik.

Skenario masa depan selalu mengandung ketidak pastian. Semakin panjang jangka waktu perncanaan semakin banyak mengandung ketidak pastian. Hal ini diakibatkan oleh parameter kuantitatif yang semakin rendah kredibilitasnya.  Hal inipun merupakan akibat logis dari interrelasi antar variable yang semakin sukar mendapat kepastian. Namun demikian skenario masa depan tetap diperlukan, antara lain untuk antisipasi dan sasaran dari tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Skenario masa depan dibuat berdasarkan bebera pa cara perhitungan.

Pertama, perhitungan secara linier dengan laju pertumbuhan tetap.

Kedua, perhitungan berdasarkan keberhasilan usaha kini dan kegiatan yang akan datang.

Ketiga, perhitungan berdasarkan pada berbagai kemungkinan yang akan terjadi, seperti gempa, banjir, kurva tajam penemuan teknologi baru, dst.nya. Biasanya teori probabilitas dengan tingkat reliabilitas (keteran dalan) tertentu digunakan dengan sangat hati-hati dalam kegiatan model ini.

E. Tehnik Meramalkan Masa Depan

Terdapat berbagai cara meramalkan masa depan. Namun demikian tidak semua cara dilakukan sekaligus. Pada umumnya para perencana memilih yang paling cocok dengan organisasi tempat perencanaan dibuat. Ada  22 macam cara peramalan yaitu:

1.Sumbang saran;

2. Tehnik delphi;

3. Opini para ahli;

4.Bacaan fiksi;

5.Skenario;

6.Analogi Sejarah;

7.Sekuen Sejarah

8. Analisis isi; 

9. PErhitungn sosial;

10. Penentu utama;

11.Times Series;

12.Ekstrapolasi;

13. Contextual mapping;

14.Morphological analysis;  

15.Relevance trees;

16.Matrik keputusan;

17.Model penentu;

18.Model kemungkinan;

19.Permainan;

20.Simulasi operasional;

21.Cost-benefit analysis;

22. Tabel input–output

 Beberapa tehnik yang sering digunakan dalam meramal masa depan adalah sebagai berikut.

1. Fishbowling,  yakni kritik terhadap hasil diskusi. Caranya kelompok satu diskusi dikelilingi oleh kelompok kedua yang mengawasi jalannya diskusi kelompok satu. Di akhir diskusi kelompok satu, koreksi pun diberikan oleh kelompk dua terhadap jalan diskusi dan jalan berpikir diksusi kelompok satu.

2. Delphi Technique, adalah peramalan masa depan tanpa di intervensi lebih dahulu peruntukan perencanaan. Dilakukan oleh kelompok ahli melalui tujuh langkah.

(a) Presentasi latar belakang permasalahan dan informasi lain terkait permasalahan.

(b)  Partisipan membuat atau meilih ramalan melalui kuesioner yang telah disiapkan panitya.

(c) Pengumpulan dan pentabulasian hasil kuesioner. Hasilnya diinformasikan pada partisipan.

(d)  Kuesioner dibagikan lagi pada partisipan.

(e)  Kuesioner yang telah diisi ditabulasikan lagi disertai argument tentang jawaban-jawaban tersebut.

(f)  Kuesioner dibagi untuk ketiga kalinya.

(g)  Hasil kuesioner ditabulasikan lagi dan diolah secara statistic.

Proses ini memberi peluang luas bagi kelompok ahli untuk merubah pendapat tanpa merasa segan kepada kolega partisipan lain.

3. Brainstorming, adalah cara merangsang keluarnya ide-ide kreatif partisipan. Dalam kegiatan ini yang dipentingkan jumlah ide bukan kualitas ide, karena itu kritik antar pendapat harus dicegah, supaya partsispan tidak segan negeluarkan pendapat. Kualitas ide disaring oleh tim evaluator setelah kegiatan diskusi selesai.

4.  Q - Short,  cara menetapkan urutan prioritas. Caranya problem dibaca atau ditulis. Pemecahan masalah ditulis di kartu-kartu kecil yang kemudian dibagikan pada para peserta. Para peserta diminta meranking kartu sesuai pertimbangannya.

5. Simulasi, yakni tiruan atau model dari sesuatu yang dibayangkan akan terjadi. Kegiatannya menginventarisasi atau mengidentifikasi variable atau kecenderungan suatu kejadian.

 

F. Strategi

 

Berdasarkan gambaran masa kini (where are we now, atau what it is, atau as is-nya) yang antara lain dideskripsikan melalui SWOT, serta gambaran masa depan yang digambarkan sebagai tujuan yang harus dicapai dan akan ditempuh (to be), baik dalam bentuk perangkat keras maupun perangkat lunak, maka ditentukan strategi atau pendekatan umum untuk mencapai gambaran masa depan tersebut. Perencanaan strategi ini ada yang sifatnya general, atau menyeluruh yakni suatu bentuk kegiatan umum sebagaimana didefinisikan “Strategi es is a general program of action to attain compre hensive objecttives” (program umum suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang komprehensif). Namun ada juga yang sifatnya parsial, ysng biasa disebut metode, yakni kegiatan yang harus ditempuh sebagai jalan keluar terbaik berdasarkan realitas yang digambarkan dalam SWOT, atau tujuan ahir kegiatann (objective or goal) atau dalam bentuk kegiatan yang diharapkan untuk diperankan, yang biasa disebut  purpose[5].

 

 

 

G. Kepentingan Perencanaan Pendidikan Islam

Faktor penting dan sangat strategis dalam pembangunan suatu negara adalah sumber daya manusia. Manusia terdiri atas jasmani dan ruhani. Sedangkan aspek ruhaninya terdiri atas akal yang menghasilkan pikiran, rasa yang menghasilkan keinginan, dan hati yang menghasilkan keputusan-keputusan. Ketiganya bersifat sinergis, saling mempengaruhi. Unsur mana yang paling dominan dari ketiganya tergantung pada proses pendidikan yang dialami manusia bersangkutan. Ada manusia yang sangat memperturutkan hasil pikiran akalnya, dan abai terhadap perasaannya, namun adakalanya justru perasaan yang jadi pemandu tindakan dan sama sekali tidak menggunakan akalnya. Kata hati merupakan institusi tertinggi dalam diri manusia.  Lantaran di dalamnya ada proses pertimbangan antara hasil kerja akal dan rasa. Al Qur-an sendiri banyak memberi penegasan supaya manusia tidak memperturut kan keinginan, namun harus memakai pemikiran yang hasil akhirnya diputuskan oleh hati nurani (22:46; 47:24; 7:179) Ketiga unsur tersebut sangat menentukan yakni kecerdasan otak, kehalusan rasa dan kejernihan hati. Kecerdasaan otak terkait dengan keterampilan berpikir, kehalusan rasa terkait dengan seni dan budaya yang melingkunginya, sementara kejernihan hati terkait dengan kebersihan dan ketulusan niyat. Karena itu manakala terjadi ketidak seimbangan diantara ketiganya maka hasil yang diperoleh tidak akan optimal. Kecerdasan otak yang dibarengi dengan rendahnya kualitas rasa dan hati, akan mengakibatkan manusia cerdas namun tidak berperasaan dan berniyat jahat.

Sebaliknya hati yang lembut dan lurus dengan perasaan yang halus manakala dibarengi dengan otak yang lemah, akan selalu ditipu orang, tidak kreatif dan tidak maju. Idealnya otak cerdas rasa halus dan hati lembut. Untuk mencapai yang ideal tersebut, peluang sangat besar terbuka bagi lembaga pendidikan Islam, sebab pendidikan Islam mengembang kan ketiga aspek tersebut sekaligus, yakni kecerdasan otak dan kelembutan rasa serta kejernihan hati. 

Pendidikan Islam terkait kepada ketiga unsur pokok otak dan hati tersebut, disamping unsur jasmani atau phisik. Namun demikian dalam sejarah pendidikan Indonesia, sempat terbentuk citra bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan ritual keagamaan Islam saja. Dalam suasana kehidupan yang semakin menguta makan aktivitas sosial non ritual, maka nasib pendidikan Islam model demikian akan semakin marginal, terpinggirkan. Pada jaman sekarang citra tersebut telah semakin berubah, seiring dengan semakin tersedianya SDM pada ummat Islam. Pendidikan Islam dipersepsi sebagai pendidikan manusia seutuhnya, jasmani dan rohani, ritual dan sosial. Perbedaan utama dengan kegiatan pendidikan yang tidak memakai predikat Islam adalah suasana, jiwa, dan konsep dasar filsafatnya. Sedangkan masalah materi dan metodologi pada umumnya masih sama. Kesamaan ini bukan lantaran kedua hal tersebut tidak terkait dengan konsep dasar filsafat, namun lebih karena kesamaan payung lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yakni undang-undang pendidikan serta berbagai peraturan pemerintah yang menyertainya.

Namun demikian pada saat kertas ini ditulis citra lembaga pendidikan Islam tetap masih terpinggirkan dibanding citra lembaga pendidikan non Islam. Untuk sekedar bahan renungan di bawah ini dikemukakan 10 terbaik NEM SMU (Negeri Swasta) se DKI Jaya 2000/2001. Secara berturut-turut untuk program Bahasa adalah Santa Ursula, SMUN 3, SMUN 39, SMUN 84, Tarakanita I, SMUN 54, Labschool, SMUN 2, SMUN 90, SMUN 35. Sedangkan untuk Program IPS secara berturut-turut adalah  SMU Kristen I Penabur, SMUN 8, SMU St. Ursula, SMUN 81, SMU Sang Timur, SMUN 70, SMUN 12, SMU Tarakanita I, SMUN 78, SMU 3 Penabur. Adapun untuk Program IPA secara berturut-turut adalah SMUK 1 Panabur, SMUK 3 Penabur, SMU St Ursula, SMUN 8, SMUK 5 Penabur,   SMU Kanisius, SMU Don Bosco II, SMU Sang Timur, SMUN 12, SMU St. Theresia[6].

Data ini memperlihatkan bahwa untuk program bahasa, rangking kesatu dan kelima diraih oleh SMU Kristen sedang yang lainnya SMU Negeri. Sedangkan program IPS rangking no. 1,3,5,8,10 dipegang SMU Kristen/Katolik, sisanya SMU Negeri. Dalam pada itu untuk program IPA, rangking no.1,2,3,5,6,7,8,10, diraih SMU Kristen/ Katolik, sisanya SMU Negeri. Proporsional manaka la masyarakat cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah SMU Kristen daripada ke SMU Negeri apalagi ke SMU Islam yang sama sekali tidak masuk rangking terbaik pada satu program studipun.

Diantara kelemahan lembaga pendidikan Islam sehingga kurang bermutu dan tidak dapat bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain untuk saat sekarang (analisi th. 2002), dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, perencanaan yang tidak bagus. Pada umumnya pendirian lembaga pendidikan lebih didasarkan pemenuhan kebutuhan idiologis normatif, bukan pemenuhan kebutuhan idiologis praktis. Akibatnya para lulusan kurang memiliki mutu dalam bidang profesi yang jadi item persaingan masyarakat. Akibat lanjutan nya adalah masyarakat cepat jenuh terhadap para lulusan tersebut. 

Kedua, kurang keterampilan mengorganisasi kelembagaan. Observasi penulis menunjukkan bahwa banyak kemelut dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam lantaran manajemen kurang profesional. Kemelut berkenaan pengurusan prasara na dan sarana, kurikulum, rekrutmen pengembangan dan penarikan sumber daya manusia, proses dan report pengawasan, semuanya bertumpu pada kele mahan sumber daya manusia yang menjadi pelaku manajemen.

Indikator kurang profesional manajemen ini antara lain terlihat dari lemahnya sikap rasional, lemahnya dorongan beramal nyata, lemahnya disip lin kerja yang berakibat rendahnya produktivitas, lemahnya orientasi pada sistem belajar siswa, rendahnya kualitas pengawasan mutu para pendidik. Hal ini semua merupakan unsur-unsur yang menen tukan mutu kelembagaan pendidikan. Keprihatinan maraknya berbagai kelemahan ini diperparah dengan terjadinya sinergi kelemahan tersebut dengan waktu, ruang dan kegiatan para pengelola lembaga dan pelaksana pendidikan. Secara perlahan tapi pasti berbagai kelemahan tersebut berkembang jadi sikap hidup para pengelola lembaga dan pelaksana pendidikan Islam.

Ketiga, lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat rekat, dekat dan jadi rentan terhadap pengaruh dan perubahan politik. Hal ini dipicu oleh banyaknya rangkap jabatan para pengelola lembaga pendidikan Islam dengan organisasi-organisasi politik. Akibat negatifnya adalah kecenderungan subjek mendahulukan dan mengutamakan kiprah politik daripada kiprah pendidikan. Lebih dari itu malah meninggalkan kegiatan pendidikan dan terkonsentra si pada kegiatan politik sambil tidak mau melepaskn  jabatan struktural pendidikan. Seharusnya rangkap jabatan tersebut, tidak menghasilkan dampak nega tive. Sebaliknya harus jadi positif, caranya dengan dibuat sinergi, setidak-tidaknya komplemen antara satu dengan yang lainnya. Hal ini hanya dimungkinkan manakala si pelaku telah betul-betul dalam keadaan dewasa berpikir dan bertindaknya.

Keempat, terhimpit oleh dua fungsi yang saling tarik menarik yakni antara fungsi dawah dan fungsi pendidikan. Dawah dengan kecenderungan karakternya mentolerir kelemahan dan kekurangan sasaran dawah, menjadikan peserta didik, pendidik, malah manajemen pendidikan dibiarkan dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan kualitas enrollmen, kualitas guru/dosen, dankualitas para pimpinan lembaga pendidikan. Dengan demikian maksud kegiatan pendidikan untuk meningkat kan mutu SDM jadi tidak tercapai. Sebab tidak mungkin dari lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan muncul lulusan yang berkualitas. Dalam kaitan inilah sesungguhnya benar anggapan bahwa pembangunan manusia seutuhnya pada hakikatnya adalah pembangunan kualitas pendidikan.

Kelima, sedikitnya sumber dana serta kecilnya perolehan dana. Dari sisi supra struktur, pendidikan Islam belum mendapat perhatian yang semestinya dari para penyelenggara negara. Hal ini bukan saja karena kekuatan ekonomi pemerintahan yang tidak baik, namun lebih dari itu kegiatan lembaga pendidikan Islam belum mendapat prioritas dalam pendanaan pembangunan. Sementara dari sasaran masyarakat yang jadi tempat berkiprahnya lembaga pendidikan Islam, pada umumnya mereka adalah masyarakat ekonomi lemah.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang maju pada umumnya adalah lembaga pendidikan Islam yang peserta didiknya mempunyai orangtua berkemampuan ekonomi menengah ke atas. Padahal sebagaimana diketahui umum, mayoritas penduduk Indonesia adalah ummat Islam lapisan golongan ekonomi lemah (golekmah). Diperlukan penggalangan dana ummat secara kolossal manakala mayoritas ummat yang golekmah tersebut akan difasilitasi dengan kegiatan pendidikan yang bermutu.

Dapat diperkirakan beberapa lembaga pendidikan Islam yang maju, adalah mereka yang lepas dari berbagai kelemahan tersebut.



[1]  Banghart and Trull, p.93

[2]  Lihat Kaufman, Educational System Planning, Chapter 3; dan  Banghart Educational Planning, part one.

[3]   Kaufman, ibid, hal.6-7. Banghart, Frank W and Trull, Albert, p.x.

[4]  Unesco, Group Training Course in Educational Planning, Book I, Bangkok, 1975, dalam Ditjen Dikti, (1982/83), Perencanaan Pendidikan, 1983.

[5] Objectives or goals are the end toward which activety is aimed, and “Purpose is a basic function or task which is assigned to them by society” Koonntz, H. at all (1094),  Management, Tokyo, McGraw-Hill International Book Co, hal. …..

 

[6]   Sumber : Kompas 20 Juni 2001 Hal.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN