Kamis, 19 Mei 2022

PERENCANAAN PENDIDIKAN VOCATIONAL

 

PERENCANAAN PENDIDIKAN VOCATIONAL

Pendidikan vocational memiliki beberapa sebutan. Di Inggeris dikenal sebagai pendidikan lanjutan (further education), sedangkan di beberapa negara disebut pendidikan teknik (technical education). Pada umumnya diwadahi oleh lembaga polyteknik. Di AS disebutnya pendidikan vocational (vocational education). Berdasar kan nama-nama tersebut, kita dapat kemukakan tiga karakter pokoknya. (a) program dimaksudkan untuk melayani orang yang mencari/mau masuk dunia kerja di atas tingkat buruh tanpa keterampilan (unskilled labor); (b) tugas-tugas untuk orang yang disiapkan tanpa persyaratan sebagaimana syarat untuk sarjana; (c) porsi latihan ditawarkan dalam bentuk umum belajar (sifat ini membedakan pendidikan vocational dari on the job training yang secara lengkap berada di bawah kontrol para pekerja).

Pendidikan vocational ini memiliki dua bentuk. Bentuk perencanaan pertama adalah memasukan sistem pendidikan pada upaya bantuan menemukan kerja bagi buruh terampil. Bentuk perencanaan kedua adalah mencari akses untuk kerja dengan berbagai keuntungan sambil menghilangkan perbedaan jenis kelamin dalam struktur kerja. Yang pertama murni pendekatan ekonomi sedang yang kedua pendekatan sosial.

 

A. Perencanaan Ekonomi

Tugas pokok adalaha mengestimasi kebutuhan nyata (the net demand) jenis-jenis keterampilan masa depan dan memilih aneka ragam lembaga pelatihan yang dapat menghasilkan sejumlah keterampilan khusus yang cocok dangan keterampilan yang dibutuhkan. Kebutuhaan nyata adalah kebutuhan kseluruhan jumlah tenaga kerja dikurangi sejumlah tenaga kerja yang dilatih di luar system pendidikan vocasional. Objek pokok platihan orang dalam keterampilan kerja adalah latihan dalam tugas kerjanya (on-the-job-training) diorgaanisasi atau tidk diorganisasi. Di Negara Barat pelatihan demikian dijkaitkan dengan sector swasta. Hal ini menjadi masalah tersendiri dalam perencanaan pendidikaan vocasional.

Kebutuhan keseluruhan adalah jumlah kebutuhan baru plus kebutuhan penempatan kembali. Kebutuhan baru menampilkan perubahan jumlah pekeerja dengan keterampilan yang sudah tertentu yang akan dikerjakan pada bagiaan akhir dari periode perencanaan dalam tugasyang mempersyaratkan percobaan keterampilan. Hal ini bisa positif bisa negative. Kebutuhan penempatan kembali merujuk pada sejumlah orang yang memenuhi syarat sebagai tenaga kerja dalam keterampilan tertentu selama periode perencanaan, menempati pekerja yang mati, pekerja yang mengundurkan diri, atau pindah pekerjaan. Pengisian kembali kebutuhan tenaga kerja biasanya dapat membawa nilai-nilai positif.

Memperkirakan kebutuhan baru untuk tujuan perencanaan pendidikan vocasional merupakan proses yang tidak pasti (uncertain process), khususnya berkenaan dinamika ekonomi yang bertumpu pada perkembangan teknologi. Menghadapi kebutuhan keterampilan tenaga kerja jangka pendek, pekerja dapat memilih beberapa pilihan, seperti menempatkan pekerja dengan alat baru, mengupgrade pekerja terlatih paruh waktu dalam tugasnya, atau mengurai pekerjaan pada bagian-bagian yang lebih sederhana. Pekerja kadangkala merahasiakan cara mereka merespon kekurangan tenaga kerja jangka pendek. Walaupun kebutuhan baru dapat diperkirakan berdasarkan ramalan hubungan sebelumnya antara output industri dengan jumlah pekerja berketerampilan, namun perkiraan kebutuhan baru ini dapat meleset saat estimasi output industri masa depan dikoreksi.

Pada beberapa keadaan, mengestimasi kebutuhan tenaga terampil, estimasi jumlah orang yang dilatih di luar system pendidikan vocasional, dapat jadi bagian tugas untuk mendatangkan estimasi kebutuhan nyata untuk produk system itu sendiri. Sebagai catatan, banyak pelatihan demikian dikerjakan pada industri swasta, dan kadang-kadang sangat informal dan tidak terdokumentasikan. Akibatnya kadangkala membuat substitusi  berhadapan dengan pekerja-pekerja terampil. Karena itu suplai pekerja baru yang berketerampilan (hasil dari pelatihan diluar system pendidikan vocasional) merupakan sesuatu yang sukar untuk diestimasi secara tepat, terlebih hal itu bila merupakan tuntutan baru. Karena itu pendidik vocasional hendaklah extensive menggunakan proyeksi SDM, dalam mengatur besaran tawaran program-program khusus. Hal ini berarti mereka harus betul-betul baik memperkirakan antara pendaftar program tentang keterampilan yang berbeda-beda, dengan keseluruhan kebutuhan nyata dari suatu Negara atau suatu provinsi. Gambaran masalah tentang pendaftar sebagai indicator program yang lengkap dapat menjadi penting untuk menghitung jumlah tempat pelatihan pada institusi yang beerbeda-beda (system quota). Idealnya, setiap institusi hendaklah dikerjakan dengan biaya yang sangat efisien namun tetap efektif. Di AS, tempat kebiasaan membuat keputusan dari pemerintah local begitu kuat, administrator pusat atau provinsi, kurang memiliki kekuatan control pada program vocasional, karena itu  attainment of    distribusi efektivitas biaya dari pertanggungjawaban pelatihan, kurang disukai. Lebih dari itu, distribusi rational yang kaku dari pertanggung-jawaaban pelatihan dapat berbeda  pada distribusi, yang awalnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan social.

B. Perencanaan Sosial

Perencanaan sosial merupakan gejala yang relatif baru dalam pendidikan vocasional. Peraturan tentang itu ditemukan tahun 1976 di Kongres AS. Sejak itu Negara bagian telah dituntut untuk melaksanakan pelatihan dan pembimbingan bagi (1) orang yang secara ekonomi dan pendidikan kurang beruntung, (2)orang yang memiliki kekurangan phisik, dan (3) bagi orang-orang yang menjadikan Bahasa Inggeris sebagai bahasa kedua. Negara bagian dan penguasa setempat beralasan, berpikir bukanlah persyaratan bagi perbedaan jenis kelamin dalam pelatihan dan kerja. Peraturan tidak cukup banyak pengaruhnya untuk dicatat, namun ini merupakan ciri awal bentuk keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan sosial.

 Bahan Bacaan

Correa, Hector (1972), Quantitative Methodologies for Educational Planning in Developing Countries. Cicago: Chicago Press.

Davis, Russel (1984) Methodologies for Educational Development, Cambrige: Harvard University Press.

Fakry Gaffar, Mohammad, (1987) Perencanaan Pendidikan : Teori dan Metodologi, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Faludi, Andreas (1984). Planning Theory, Great Britain, Pergamon Press.

Husen, Torsten and Postlethwaite, T. Neville (1985), The International Encyclopedia of Education, Research and Sytudy, Pergamon Pers Ltd. 1985.

Kaufman, Roger A. (1972). Educational System Planning. New Jersey, Englewood Cliffs.

Koonntz, H. at all (1094),  Management, Tokyo, McGraw-Hill International Book Co.

Luthans, 1995. Organizational Behaviour, (7th ed.), New York, McGraw-Hill, Inc.

Tim Depdikbud (1982/83) Perencanaan Pendidikan, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN