SEJARAH
PERENCANAAN
PENDIDIKAN
Ide tentang Perencanaan
pendidikan dapat ditelu suri pada Dharmashastras di
Pada jaman Modern
apresiasi dapat ditunjuk pada Uni Soviet, kemudian meluas sesudah Perang Dunia II
ke negeri Barat dan kemudian baru ke Negara-negara dunia ketiga. Perencanaan
pendidikan awalnya dalam bentuk praktek tanpa teori. Tapi praktek kemudian
menjadi pedoman belajar dan mengetahui yang menuntun pada teori, konsep,
pendekatan, dan metodologi yang kemudi an berkembang melalui proses trial and
error. Kemudian teori-teori tersebut memperkaya praktek. Dalam kaitan ini
penting untuk diketahui perbedaan perkembangan perencanaan pendidikan diantara
Negara-negara sosialis, kapitalis, dan Negara-negara berkembang.
A. Negara-negara
Sosialis
Dimanapun
perencanaan merupakan instrumen dalam pembuatan kebijakan, menginventarisasi
fasilitas, memobilisasi sumber daya manusia dan bahan, serta untuk mencapai
tujuan-tujuan. Pada negara-negara sosi alis, perencanaan pendidikan tidak hanya
memperhati
Kemudian pada tahap selanjutnya program
kewajiban pendidikan menengah sebagai kewajiban yang terkait dengan pertumbuhan
ekonmi dan masyarakat. Mereka menyerap prinsip dan metode pengembangan dan
perencanaan pendidikan pasca PD II dari negara sosialis di Eropa Tengah,
sebelum kemudiaan doserap oleh negara-negara Barat. Contoh tentang ini dapat
dikemukakan tentang integrasi perencanaan pendidikan dengan perencanaan pembangunan
secara keseluruhan; koordinasi pendidikan sekolah dengan pendidikan luar
sekolah; koordinasi pendidikan anak dengan pendidikan orang dewasa;
keterkaitaan antara pendidikan dengan kehidupan; keterkaitan antara teori
dengan praktek; antara pendidikan dan dunia kerja. Ide-ide demikian diturunkan
dari formula pendidikan politeknik karya Karl Mark abad ke XIX yang menginginkan perubahan teori dan praktek
pendidikan menjadi proses produksi dalam rangka menyiapkan generasi muda hidup
secara aktif. Sambil menyiapkan prinsip-prinsip dengan baik, isi dan metode
perencanaan pendidikan diarahkan kepada perubahan sistem pendidikan dalam
kaitan nya dengan faktor-faktor nasional dan internasional sebagai perluasan
dari kewajiban pendidikan, pengaruh revoluasi iptek, dan pengembangan hubungan
internasional.
B. Negara-negara Kapitalis
Di
negara Barat ide tentang perencanaan pendidikan menyebar sesudah PD II, sebagai
respon dari kebutuhan merekonstruksi dan memodernisasi ekonomi, selain berkompetisi dengan
negara-negara Timur. Pertambahan penduduk merupakan akar pokok dari perencanaan
pendidikan. Sebelum PD II banyak negara yang jumlah penduduknya stagnan atau
malah mundur. Sekolah Dasar mengikuti pola kelahiran, sedangkan pendidikan
menengah dan tinggi diserap oleh minoritas yang kecil (small minority);
pertumbuhan regular dari pendaftar diakomodasi secara mudah melalui alokasi
budget tahunan. Sesudah PD II ledakan penduduk, perluasan kewajiban pendidikan,
pengembangan kesadaran akan pendidikan menunjukkan adanya mobilitas sosial
sebagai alasan menaiknya pendaftar yang kesemuanya berimplikasi terhadap
pengeluaran. Untuk keberhasilan “social demand” tersebut, maka lembaga
perencanaan pendidikan-pun ditetapkan.
Hal lain yang memperluas kepentingan
perencanaan pendidikan adalah perencanaan ekonomi. Sukses Uni Soviet membuat
sputnik (1957) mendorong kegiatan riset pada para ilmuwan dan para insinyur dan
mendorong pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi di AS dan Eropa Barat.
Pendidikanpun tidak bersifat konsumtif
tapi lebih dari itu merupakan investasi. Persyaratan SDM dipromosikan
dimana-mana, seirama dengan kegiatan program perencanaan dan investasi
pendidikan. Sejak 1960 perencanaan pendidikan disusun secara terus menerus. Hal
ini menunjukkan perbedaan yang sangat penting dalam konteks nasional, tradisi
sentralisasi dan disentralisasi, peran pusat dan daerah, serta otoritas negara,
wilayah, dan lokal.
Pada masa ini, perencanaan pendidikan
beranjak dari penekanan aspek-aspek kuantitatif kepada aspek-aspek kualitatif,
dari rational dan tehnokratik kepada perencanaan partisipatory, menyerap ide
kelompok-kelompok kepentingan, yang menginginkan distribusi keuntungan, dari
optimisme efisiensi perencanaan kepada ukuran sistem pendidikan dan profesi
pengajaran.
Dua hal yang menjadikan para perencana dan
penentu kebijakan bekerja dengan giat:
(1) usaha menyebarkan kembali sumber-sumber
pendanaan pendidikan ke anggaran public, disamping berusaha menyerap aspirasi stakeholder
komunitas pendidikan; dan
(2) usaha menghubungkan lebih baik antara
sistem pendidikan dan pasaran kerja.
Dua usaha ini menjadikan para perencana
membuat perencanaan jadi lebih komprehensif, melalui upaya menyerap informasi jenis
dan jumlah pekerjaan pada pasar tenaga kerja, memperkirakan perubahan
kualitatif pada kebutuhan tenaga kerja baik untuk perubahan teknologi, adaptasi
kurikulum, memperkirakan SDM, memperkenaalkan siswa sejak awal pada realitas
pasaran kerja, meningkatkan kerjasama antara instansi dan sekolah dan mengembangkannya pada latihan kerja.
C. Negara-negara Berkembang
Pada negara-negara Dunia Ketiga, peran
utama memperkenalkan perencanaan pendidikan dimainkan oleh institusi khusus
PBB, utamanya untuk menjamin hak-hak
pendidikan dasar yang tertulis pada Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia, daripada untuk pengembangana yang menyeluruh dari sistem pendidikan.
Selama tahun 1960-62, perencanaan regional diajukan Unesco untuk negara-negara
Organissasi PBB lainnya juga memainkan
peran dalam perencanaan pendidikan, yakni ILO (Interna tional Labour
Organization) untuk persyaratan SDM, WHO (World Health Organization) untuk
kesehatan, UNICEF (the United Nations Children’s Fund) untuk anak-anak dan
pemuda, dan FAO (the Food and Agriculture Organi zation) untuk pendidikan
agrikultur.
Keberhasilan perencanaan nasional ini
beragam, sesuai dengan keadaan negara masing-masing berkenaan dengan intensitas
informasi, tingkat keterampilan personil dan atau sumber-sumber, tingkat
pengetahuan tentang demografi dan pendidikan, tingkat pedulian terhadap
pengaruh dari ekonomi dan faktor-faktor sosial, pengaruh variabel-variabel
internasional, dan tentang konsep dari perencanaannya sendiri.
Pada awalnya perencanaan pendidikan
merupakan wilayah ekonomi, sedangkan tujuan perluasan sekolah dan persyaratan
personil adalah untuk pertumbuhan ekonomi. Phase ini merupakan satu dari
perencanaan makro nasional, menggunakan metode kuantitatif, sejak dari
pendekatan social demand dengan term-term demoghrafik sampai pada menmbiarkan
pengaruh mekanisasi administrasi seperti struktur, isi, dan metode pendidikan
bagi implementasi perencanaan. Contoh masalah “apakah kurikulum sudah sesuai
dengan tujuan perencanaan? Apakah metode belajar dapat merespon efisiensi
sekolah?
Kegagalan secara tehnis perencanaan,
kenaikan jumlah penganggur terdidik, pengembangan studi, riset, seminar dan
konferensi internasional, dan kemunculan tantangan masyarakat baru telah
membawa penekanan berpikir:
a) Dari ekonomi pada tujuan-tujuan
sosial dan budaya, seperti integrasi dan/ atau identitas nasional,
persamaan yang lebih luas tidak hanya pada akses tapi pada penghasilan antar
jenis kelamin, wilayah, kota kampung, kelas sosial, dan kelompok etnisbahasa (ethnolinguistic).
b) Dari nasional atau pusat ke perencanaan
berdasarkan partisipatory atau komunitas (kecenderungan ini terkait dengan
karakter kekuatan politik dan keberadaan jenis keterampilan lokal);
c) Dari aspek kuantitatif kepada aspek
kualitatif, yang mencakup ke dalamnya isi dan metode pengajaran, hubungan
kerja dan pendidikan supaya terdapat relevansi yang lebih besar dan supaya
terdapat kesiapan generasi muda untuk berproduksi;
d) Dari sekolah ke luar sekolah,
pendidikan formal pada pendidikan non formal. Untuk jangka pan jang, perencana
menyamakan antara persekolah an dengan pendidikan. Sesuatu yang tidak tepat.
Lebih banyak perhatian diberikan pada setiap bentuk pendidikan dan pelatihan, berulang
atau pendidikan seumur hidup, dalam tugas pengem bangan performan ekonomi
pengurangan biaya atau pengembangan pendapatan.
Perencanaan
pendidikan telah melahirkan beerkembangnya masalah baru, sebagiannya merupakan
rekonsiliasi dari konflik tujuan dan pendekatan, seperti pertumbuhan ekonomi
dengan kesamaan, integrasi nasional dengan pemeliharaan budaya wilayah
(subcultures), promosi dari pikiran kritis dan kesetiaan pada warisan idiologi,
kebutuhan nasional dan kebutuhan lokal, dan kemudian antara nilai-nilai agama
dengan kemajuan material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar