Kamis, 19 Mei 2022

SEJARAH PERENCANAAN PENDIDIKAN

 

SEJARAH PERENCANAAN

PENDIDIKAN

Ide tentang Perencanaan pendidikan dapat ditelu suri pada Dharmashastras di India, Plato, dan Xenophon. Bangsa Sparta 2500 tahun yang lalu telah merencanakan pendidikan untuk merealisaaikan tujuan militer, sosial dan ekonomi mereka[1]. Bangsa Arab pada jaman Nabi Muhammad saw., merancangkan pengembangan SDM yang cerdas, jujur, dan bertanggung jawab melalui kegiat an pendidikan berkenaan dengan integritas kepribadian dan integritas sosial. Dari sini, Muhammad saw. mengem bangkan kekuatan budaya, militer, dan politiknya.

Pada jaman Modern apresiasi dapat ditunjuk pada Uni Soviet, kemudian meluas sesudah Perang Dunia II ke negeri Barat dan kemudian baru ke Negara-negara dunia ketiga. Perencanaan pendidikan awalnya dalam bentuk praktek tanpa teori. Tapi praktek kemudian menjadi pedoman belajar dan mengetahui yang menuntun pada teori, konsep, pendekatan, dan metodologi yang kemudi an berkembang melalui proses trial and error. Kemudian teori-teori tersebut memperkaya praktek. Dalam kaitan ini penting untuk diketahui perbedaan perkembangan perencanaan pendidikan diantara Negara-negara sosialis, kapitalis, dan Negara-negara berkembang.

A.    Negara-negara Sosialis

              Dimanapun perencanaan merupakan instrumen dalam pembuatan kebijakan, menginventarisasi fasilitas, memobilisasi sumber daya manusia dan bahan, serta untuk mencapai tujuan-tujuan. Pada negara-negara sosi alis, perencanaan pendidikan tidak hanya memperhati kan pelatihan tenaga kerja bagi pertumbuhan ekonomi, namun juga terkait pada aspek-aspek sosial dan budaya. Segera setelah revolusi 1917 Uni Soviet memberikan prio ritas kepada pembasmian buta huruf (eradication of illite racy) dalam kaitan memobilisasi orangtua untuk revolusi, serta untuk mencapai kewajiban pendidikan dasar.

Kemudian pada tahap selanjutnya program kewajiban pendidikan menengah sebagai kewajiban yang terkait dengan pertumbuhan ekonmi dan masyarakat. Mereka menyerap prinsip dan metode pengembangan dan perencanaan pendidikan pasca PD II dari negara sosialis di Eropa Tengah, sebelum kemudiaan doserap oleh negara-negara Barat. Contoh tentang ini dapat dikemukakan tentang integrasi perencanaan pendidikan dengan perencanaan pembangunan secara keseluruhan; koordinasi pendidikan sekolah dengan pendidikan luar sekolah; koordinasi pendidikan anak dengan pendidikan orang dewasa; keterkaitaan antara pendidikan dengan kehidupan; keterkaitan antara teori dengan praktek; antara pendidikan dan dunia kerja. Ide-ide demikian diturunkan dari formula pendidikan politeknik karya Karl Mark abad ke XIX  yang menginginkan perubahan teori dan praktek pendidikan menjadi proses produksi dalam rangka menyiapkan generasi muda hidup secara aktif. Sambil menyiapkan prinsip-prinsip dengan baik, isi dan metode perencanaan pendidikan diarahkan kepada perubahan sistem pendidikan dalam kaitan nya dengan faktor-faktor nasional dan internasional sebagai perluasan dari kewajiban pendidikan, pengaruh revoluasi iptek, dan pengembangan hubungan internasional.

B. Negara-negara Kapitalis

Di negara Barat ide tentang perencanaan pendidikan menyebar sesudah PD II, sebagai respon dari kebutuhan merekonstruksi dan memodernisasi  ekonomi, selain berkompetisi dengan negara-negara Timur. Pertambahan penduduk merupakan akar pokok dari perencanaan pendidikan. Sebelum PD II banyak negara yang jumlah penduduknya stagnan atau malah mundur. Sekolah Dasar mengikuti pola kelahiran, sedangkan pendidikan menengah dan tinggi diserap oleh minoritas yang kecil (small minority); pertumbuhan regular dari pendaftar diakomodasi secara mudah melalui alokasi budget tahunan. Sesudah PD II ledakan penduduk, perluasan kewajiban pendidikan, pengembangan kesadaran akan pendidikan menunjukkan adanya mobilitas sosial sebagai alasan menaiknya pendaftar yang kesemuanya berimplikasi terhadap pengeluaran. Untuk keberhasilan “social demand” tersebut, maka lembaga perencanaan pendidikan-pun ditetapkan.

Hal lain yang memperluas kepentingan perencanaan pendidikan adalah perencanaan ekonomi. Sukses Uni Soviet membuat sputnik (1957) mendorong kegiatan riset pada para ilmuwan dan para insinyur dan mendorong pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi di AS dan Eropa Barat. Pendidikanpun tidak bersifat konsumtif  tapi lebih dari itu merupakan investasi. Persyaratan SDM dipromosikan dimana-mana, seirama dengan kegiatan program perencanaan dan investasi pendidikan. Sejak 1960 perencanaan pendidikan disusun secara terus menerus. Hal ini menunjukkan perbedaan yang sangat penting dalam konteks nasional, tradisi sentralisasi dan disentralisasi, peran pusat dan daerah, serta otoritas negara, wilayah, dan lokal.

Pada masa ini, perencanaan pendidikan beranjak dari penekanan aspek-aspek kuantitatif kepada aspek-aspek kualitatif, dari rational dan tehnokratik kepada perencanaan partisipatory, menyerap ide kelompok-kelompok kepentingan, yang menginginkan distribusi keuntungan, dari optimisme efisiensi perencanaan kepada ukuran sistem pendidikan dan profesi pengajaran.

Dua hal yang menjadikan para perencana dan penentu kebijakan bekerja dengan giat:

(1) usaha menyebarkan kembali sumber-sumber pendanaan pendidikan ke anggaran public, disamping berusaha menyerap aspirasi stakeholder komunitas pendidikan; dan

(2) usaha menghubungkan lebih baik antara sistem pendidikan dan pasaran kerja.

Dua usaha ini menjadikan para perencana membuat perencanaan jadi lebih komprehensif, melalui upaya menyerap informasi jenis dan jumlah pekerjaan pada pasar tenaga kerja, memperkirakan perubahan kualitatif pada kebutuhan tenaga kerja baik untuk perubahan teknologi, adaptasi kurikulum, memperkirakan SDM, memperkenaalkan siswa sejak awal pada realitas pasaran kerja, meningkatkan kerjasama antara instansi dan sekolah  dan mengembangkannya pada latihan kerja.

C. Negara-negara Berkembang

Pada negara-negara Dunia Ketiga, peran utama memperkenalkan perencanaan pendidikan dimainkan oleh institusi khusus PBB, utamanya untuk menjamin hak-hak  pendidikan dasar yang tertulis pada Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, daripada untuk pengembangana yang menyeluruh dari sistem pendidikan. Selama tahun 1960-62, perencanaan regional diajukan Unesco untuk negara-negara Asia, negara-negara Arab, Afrika, dann Amerika latin. Rancangan ini menentukan target bagi jumlah pendaftar, guru, dan pengeluaran tiap kawasan sebagai kerangka target nasional.

Organissasi PBB lainnya juga memainkan peran dalam perencanaan pendidikan, yakni ILO (Interna tional Labour Organization) untuk persyaratan SDM, WHO (World Health Organization) untuk kesehatan, UNICEF (the United Nations Children’s Fund) untuk anak-anak dan pemuda, dan FAO (the Food and Agriculture Organi zation) untuk pendidikan agrikultur.

Keberhasilan perencanaan nasional ini beragam, sesuai dengan keadaan negara masing-masing berkenaan dengan intensitas informasi, tingkat keterampilan personil dan atau sumber-sumber, tingkat pengetahuan tentang demografi dan pendidikan, tingkat pedulian terhadap pengaruh dari ekonomi dan faktor-faktor sosial, pengaruh variabel-variabel internasional, dan tentang konsep dari perencanaannya sendiri.

Pada awalnya perencanaan pendidikan merupakan wilayah ekonomi, sedangkan tujuan perluasan sekolah dan persyaratan personil adalah untuk pertumbuhan ekonomi. Phase ini merupakan satu dari perencanaan makro nasional, menggunakan metode kuantitatif, sejak dari pendekatan social demand dengan term-term demoghrafik sampai pada menmbiarkan pengaruh mekanisasi administrasi seperti struktur, isi, dan metode pendidikan bagi implementasi perencanaan. Contoh masalah “apakah kurikulum sudah sesuai dengan tujuan perencanaan? Apakah metode belajar dapat merespon efisiensi sekolah?

Kegagalan secara tehnis perencanaan, kenaikan jumlah penganggur terdidik, pengembangan studi, riset, seminar dan konferensi internasional, dan kemunculan tantangan masyarakat baru telah membawa penekanan berpikir:

a)    Dari ekonomi pada tujuan-tujuan sosial dan budaya, seperti integrasi dan/ atau identitas nasional, persamaan yang lebih luas tidak hanya pada akses tapi pada penghasilan antar jenis kelamin, wilayah, kota kampung, kelas sosial, dan kelompok etnisbahasa (ethnolinguistic).

b)   Dari nasional atau pusat ke perencanaan berdasarkan partisipatory atau komunitas (kecenderungan ini terkait dengan karakter kekuatan politik dan keberadaan jenis keterampilan lokal);

c)    Dari aspek kuantitatif kepada aspek kualitatif, yang mencakup ke dalamnya isi dan metode pengajaran, hubungan kerja dan pendidikan supaya terdapat relevansi yang lebih besar dan supaya terdapat kesiapan generasi muda untuk berproduksi;

d)   Dari sekolah ke luar sekolah, pendidikan formal pada pendidikan non formal. Untuk jangka pan jang, perencana menyamakan antara persekolah an dengan pendidikan. Sesuatu yang tidak tepat. Lebih banyak perhatian diberikan pada setiap bentuk pendidikan dan pelatihan, berulang atau pendidikan seumur hidup, dalam tugas pengem bangan performan ekonomi pengurangan biaya atau pengembangan pendapatan.

Perencanaan pendidikan telah melahirkan beerkembangnya masalah baru, sebagiannya merupakan rekonsiliasi dari konflik tujuan dan pendekatan, seperti pertumbuhan ekonomi dengan kesamaan, integrasi nasional dengan pemeliharaan budaya wilayah (subcultures), promosi dari pikiran kritis dan kesetiaan pada warisan idiologi, kebutuhan nasional dan kebutuhan lokal, dan kemudian antara nilai-nilai agama dengan kemajuan material.



[1]    Husen, ibid, hal. 3927.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN