Salah satu aspek keefektifan kinerja seorang pendidik adalah unsur kewibawaan pribadi dan profesional. Kinerja seorang pendidik akan lebih efektif apabila didukung dengan penampilan kualitas kewibawaan. Sebutan "wibawa" dan "kewibawaan" sudah cukup banyak dikenal dalam berbagai aspek kehidupan. Hal itu sudah melekat sebagai salah satu unsur interaksi antar manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial yang berbudaya dan beragama. Kewibawaan sangat diperlukan dalam berbagai bentuk interaksi sosial yang mengandung aspek saling mempengaruhi seperti dalam kehidupan keluarga, kepemimpinan, pendidikan, manajemen, pelayanan, bisnis, jasa, organisasi, dsb. Dalam hubungan ini, para pemimpin memerlukan kewibawaan dalam interaksi dengan yang dipimpinnya untuk melaksanakan fungsi kepemimpinannya secara efekktif. Para pendidik memerlukan kewibawaan dalam interaksi dengan peserta didik dalam melaksanakan fungsi‑fungsi kependidikannya. Para dokter memerlukan kewibawaan dalam interaksi dengan pasien yang menjadi subyek layanannya. Para manajer memerlukan kewibawaan dalam melaksanakan fungsi‑fungsi manajemen. Para ulama memerlukan kewibawaan dalam memimpin umat. Para orang tua memerlukan kewibawaan dalam mendidik anak‑anaknya. Demikian pula para suami memerlukan kewibawaan dalam memimpin rumah tangga. Para aparatur pemerintah atau negara juga memerlukan kewibawaan dalam melaksanakan tugas‑tugasnya sebagai pejabat pemerintah/negara. Pendek kata, kewibawaan diperlukan oleh semua orang yang dalam posisinya menuntut interaksi yang bersifat mempengaruhi orang lain. Bahkan secara umum dan lebih luas, kewibawaan itu diperlukan dalam berbagai bentuk hubungan antar manusia dalam berbagai segi kehidupan.
Apakah kewibawaan itu?
Kewibawaan bersifat relatif dan situasional artinya sangat ditentukan oleh sifatnya, kondisi lingkungan, waktu dan tempat. Ada seseorang yang berwibawa dalam suatu lingkungan tertentu, tetapi tidak dalam lingkungan lain. Ada yang berwibawa pada suatu masa tetapi tidak dalam masa lainnya. Ada yang berwibawa untuk aspek tertentu tetapi tidak pada aspek lainnya. Jadi, kewibawaan itu tidak akan berlaku secara permanen dalam segala lingkungan dan situasi.
Unsur kewibawaan
Pertama, memiliki keunggulan. Kewibawaan seseorang banyak ditentukan oleh keunggulan dalam dirinya. Keunggulan dalam hal apa? Tentu keunggulan atau kelebihan dalam berbagai hal tergantung situasi kewibawaannya. Dalam dunia akademik kewibawaan akan banyak ditentukan oleh keunggulan penguasaan akademik tertentu. Seorang guru akan diakui kewibawaannya karena penguasaan ilmu pengetahuan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam situasi kepemimpinan, diperlukan keunggulan dalam segi kepemimpinannya, dalam bidang seni ditentukan oleh keunggulan dalam bidang seni, dalam bidang olah raga ditentukan oleh keunggulan dalam bidang olah raga. Pendek kata, keunggulan atau kelebihan dalam satu segi tertentu akan menentukan kualitas kewibawaan seseorang.
Keempat, tanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya. Setiap keputusan yang telah diambil seseorang akan menimbulkan berbagai konsekuensai baik yang bersifat negatif maupun positif. Pengambil keputusan seyogianya akan bertanggung jawab akan keputusan yang telah dibuatnya. Menghindari tanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambil, akan mengurangi kewibawaan seseorang, dan sebaliknya keberanian menghadapi berbagai tanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya, dapat meningkatkan kewibawaan.
Kelima, faktor tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan akan bermuara pada penampilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kekurang seimbangan dari keempat faktor tersebut akan mempengaruhi penampilan dan kemudian akan mempengaruhi kualitas kewibawaannya. Yang paling diharapkan adalah munculnya kewibawaan yang sesungguhnya dan bukan kewibawaan semu atau yang dibuat‑buat. Kewibawaan yang semu akan bersifat sementara dan kurang memberikan jaminan dalam proses interaksi. Sebaliknya keewibawaan yang sesungguhnya dapat lebih memberi makna dalam proses interaksi.
Banyak cara yang mungkin dapat ditempuh untuk mewujudkan dan mengembangkan kewibawaan. Dengan memperhatikan unsur‑unsur seperti telah dikemukakan di atas, beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut.
Kedua, memahami diri dan tanggung jawab yang harus dipikulnya. Pemahaman terhadap keberadaan diri dalam bentuk pemahaman di mana, pada saat mana, dalam posisi apa, untuk apa, akan menentukan penampilan diri secara tepat. Pada gilirannya akan menentukan perwujudan kewibawaan diri. Memahami tugas dan tanggung jawab yang berada dipundaknya akan sangat menentukan dalam perwujudan pelaksanaannya.
Ketiga, memahami lingkungan tempat diri berada. Individu akan berada dalam lingkungan yang berbeda dan menuntut pola‑pola perilaku tertentu. Perilaku di rumah sebagai orang tua sudah tentu berbeda dengan perilaku di tempat kerja. Interaksi yang tepat dan berwibawa akan dipengaruhi oleh pemahaman seseorang tempat ia berada. Disamping memahami lingkungan, kewibawaan dapat dikembangkan melalui penciptaan situasi lingkungan yang kondusif.
Keempat, mengembangkan kompetensi pribadi secara memadai. Kompetensi atau kemampuan pribadi meliputi kompetensi fisik, sosial, intelektual, spiritual, mental, diri, dsb. Semua kompetensi ini akan tercermin dalam penampilan diri yang dilandasi dengan penguasaan berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Misalnya, untuk menjadi seorang ayah yang berwibawa tentu harus memiliki penampilan yang dilandasi dengan pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Demikian pula dalam situasi kewibawaan lainnya seperti dalam manajemen, organisasi, pendidikan, dsb. penguasaan kompetensi ini sangat diperlukan.
Kelima, penampilan diri secara efektif yang didasari oleh unsur‑unsur di atas. Kewibawaan seseorang akan nampak dalam penampilan diri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan bertanggung jawab. Penampilan ini akan ditunjukkan dalam pikiran, ucapan, dan tindakan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Oleh: Prof. Dr. H. M Surya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar