Kamis, 19 Mei 2022

PENGERTIAN KONFLIK ORGANISASI

A. Pengertian Konflik

           Apa yang dimaksud dengan konflik? Konflik bisa berarti macam-macam. Menurut Webster, konflik adalah fight, battle atau struggle. Konflik bisa juga berarti ketidaksepakatan. Selain itu konflik juga bermakna perbedaan kepentingan atau ketidaksesuaian antara pihak yang terlibat.

B. Pengertian Konflik Organisasi

           Berkaitan dengan  hal tersebut, Handoko (1995:346) mengemukakan bahwa:

“Konflik organisasi  adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan dan /atau karena kenyataannbahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi”.

C. Situasi konflik dalam organisasi

           Organisasi mengakui bahwa adanya kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para angora organisasi secara formal. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.

               Robin (1990:6) mengemukakan bahwa sebuah struktur organisasi mempunyai tiga komponen: (1) kompleksitas, (2) formalisasi, (3) sentralisasi.

Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja. Hierarki organisasi serta sejauhmana unit-unit organisasi tersebar.

Formalisasi, melihat sejauhmana sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengukur prilaku dari para anggota organisasi. Umumnya organisasi beroperasi dengan pedoman yang telah telah distandarisasi secara minimum.

Sentralisasi, mempertimbangkan dimana letak pengambilan keputusan. Umumnya organisasi, mengambil keputusan sangat sentralisasi. Masalah-masalah dialirkan ke top manajemen dan dipilih tindakan yang tepat atau kekuasaan tersebar ke bawah di dalam hierarki tetapi keputusan tetap pada top manajemen.

         Jika memperhatikan komponen struktur organisasi tersebut, tampak salah satu tugas penting dalam organisasi adalah mengharmonisasikan suatu kelompok orang-orang berbeda.  Mempertemukan macam-macam kepentingan dan memanfaatkan kemampuan-kemampuan kesemuanya ke suatu arah tujuan.

D. Faktor- Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

              Konflik dalam organisasi timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Handoko (1995:345) menyatakan bahwa penyebab-penyebab konflik yaitu:

(1)   Komunikasi: salah pengertian berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten;

(2)    Struktur,: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau system penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka;

(3) Pribadi: ketidak sesuaian tujuan atau nilai-nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yangdiperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.

E. Bentuk Konflik Dalam Organisasi

Richard (1969:2) mengemukakan, terdapat dua macam konflik dalam organisasi yangtidak dapat di hindari, yaitu :

1. Substantive conflict, yaitu konflik secara substantive yang meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan, kebijakan dan prosedur-prosedur serta penugasan pegawai;

2. Emotional conflict, yaitu timbul karena perasaan-perasaan marah, idakperketcayaan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan-bentrokan kepribadian.

Kedua konflik tersebut dapat memiliki sisi konstruktif dan destruktif.

(1)      Konflik destruktif

Konflik destrukitif menimbulkan kerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat didalamnya, misalnya apabila dua orang karyawan tidak dapat bekerjasama  karena tejadi sikap permusuhan antara perorangan atau

Menurut Winardi (1994:6) macam-macam kerugian yang ditimbulkan karena konflik destruktif, yaitu:

(a)   Perasaan cemas/tegang (stress) yang mencekam

(b)   Komunikasi yang menyusut

(c)   Persaingan yang semakin menghebat

(d)   Perhatian yang makinmenyusutterhadap tujuan bersama

(2)      Konflik konstruktif

      Konflik konstruktif menyebabkan banyak keuntungan bagi  individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya.

           Adapun keuntungan yang dapat dicapai menurut Winari (1994:6) adalah:

(a)   Kreativitas dan inovasi yang meningkat. Akibat adanya konflik  orang-orang berupaya  berprilaku dengan cara-cara baru yang lebih baik

(b)   Upaya yang meningkat (intensitasnya) konflik dapat menyebabkan orang-orang yang terlibat dengannya bekerja lebih keras

(c)   Ikatan (kohesi) yang makin kuat. Konflik yang terjadi dengan pihak luar menyebabkan diperkuatnya identitas kelompok dan diperkuatnya komitmen untuk mencapai tujuan bersama

(d)   Ketegangan yang menyusut. Konflik dapat membantu menyusutnya ketegangan-ketegangan antar pribadi.

 

F. Mengelola Konflik dalam Organisasi  dan Penyelesaiannya

Dalam proses interaksi antara suatu sub sistem dengan sub sistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Namun, sebagaimana dikatakan oleh Gibson, et.al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

Jika dikelola, konflik sebenarnya memiliki nilai positif bagi interaksi manusia. Masalahnya pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk mengelola konflik sering tidak dimiliki oleh mereka yang terlibat konflik ataupun yang menangani konflik. Akibatnya konflik tidak hanya tidak berhasil dikelola, dalam banyak kasus bahkan memperparah konflik yang terjadi.

Konflik di sini tidak selamanya harus dimaknai permusuhan atau pertikaian, karena dalam kajian sosiologis, konflik itu juga bisa bermakna kompetisi, tegangan (tension) atau sekadar ketidaksepahaman. Itu pula sebabnya, kehadiran konflik itu tidak selamanya harus dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang menghancurkan – a necessarily destructif force, karena dalam banyak hal konflik itu juga bernilai positif, bahkan konstruktif, dan karenanya fungsional.

Persisnya, dengan konflik dinamika lahir, dengan konflik kreativitas muncul. Bahkan menurut pakar sosiologi, konflik asal Jerman, George Mills, konflik adalah penggerak sejarah sekaligus sumber perubahan, dan karenanya, konflik akan besar sumbangannya dalam mencegah kebekuan sosial. 

 Untuk meminimalkan terjadinya konflik maka perlu adanya manajemen konflik, yaitu mengelola konflik yang akan terjadi. Mengelola konflik di sini tidak berarti kita harus menghindari konflik, apalagi menguburnya, karena bagaimanapun konflik memang harus ada. Menekan konflik sering menimbulkan lahirnya sebuah kebijakan yang prematur. Menekan konflik juga cenderung mengundang hadirnya kesalahpahaman yang tidak mewakili kepentingan siapa pun. Bahkan menurut penulis buku “Social Conflict” itu, tanpa konflik, keadilan sulit bisa diwujudkan. Karenanya, mengubur konflik akan sama artinya dengan menyimpan bom sosial yang siap meledak kapan saja ketika ada kesempatan yang memicunya.

Namun sebaliknya, mengelola konflik itu juga tidak berarti harus membiarkan apalagi menumbuhsuburkan konflik. Mengelola konflik di sini berarti cerdas memilih dan menentukan strategi pengelolaannya. Dalam bukunya yang berjudul “Social Conflict” (1986), Rubin dan Pruitt mengajukan beberapa strategi dasar yang bisa digunakan dalam pengelolaan konflik sosial yang sifatnya sangat alami itu.

Pertama, adalah strategi yang disebut dengan contending atau bertanding. Intinya, masing-masing pihak yang akan berebut kepentingan bisa melakukan segala upaya untuk menjadi pemenang tanpa harus memperhatikan kepentingan pihak lain yang menjadi lawan politiknya, bahkan berusaha agar pihak lain menyerah atau mengalah. Bentuknya pun sangat beragam. Bisa dengan membuat janji, ancaman, atau bahkan hukuman. Bahkan bisa pula dilakukan dengan ditunjukkan hanya dengan cara membuat argumentasi persuasif kalau bukan dengan cara sebaliknya, ngotot dengan pendirian sepihaknya. Tentu dengan segala dampak sosial yang bakal ditimbulkannya.

Berbeda dengan yang pertama, maka strategi kedua dilakukan dengan cara mencari alternatif cara yang seoptimal mungkin bisa memuaskan masing-masing pihak yang akan berebut kepentingan. Itu sebabnya, strategi ini disebut dengan cara problem solving (pemecahan masalah). Intinya, strategi dasar ini menyarankan agar masing-masing pihak yang terlibat konflik berusaha mempertahankan aspirasinya, tetapi sekaligus menghormati akan kepentingan lawan politiknya. Upaya kompromi, rekonsiliasi, adalah dua bentuk cara yang biasa digunakan dalam strategi kedua ini.

Memang tidak mudah untuk mencari cara pemecahan yang bisa memuaskan sepenuhnya semua pihak yang saling berebut kepentingan, lebih-lebih dalam perebutan kekuasaan. Itu sebabnya, ada beberapa strategi dasar lain yang lazim muncul dalam proses mengatasi konflik. Yielding (sikap mengalah), withdrawing (menarik diri), dan inaction (aksi diam), adalah tiga alternatif strategi lain yang mesti dijadikan acuan dalam menyelesaikan konflik. Dalam konteks itu, satu atau beberapa pihak yang terlibat dalam perebutan kepentingan bersedia menurunkan aspirasinya, bahkan jika perlu mundur menarik diri, atau sekadar tidak berbuat apa pun semata demi menghindari konflik yang membahayakan karena sudah cenderung destruktif.

Menurut Kreitner dan Kinicki (1995) dalam mengelola konflik ada 5 gaya antara lain:

a. Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.

b. Obliging (Smoothing). seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

c. Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

d. Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations), sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

e. Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.

 

G. Konflik di Lingkungan Organisasi Sekolah


         Konflik  dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dihadapkan dengan motif, keyakinan, nilai dan tujuan yang saling bertentangan. Konflik bisa dialami oleh siapapun dan di manapun, termasuk oleh komunitas di sekolah. Siswa, guru, atau pun kepala sekolah dalam waktu-waktu tertentu sangat mungkin dihadapkan dengan konflik.

           Konflik yang dialami individu di sekolah dapat hadir dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya, seorang guru berhadapan seorang guru, seorang guru berhadapan dengan sekelompok guru, sekelompok guru tertentu berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan sejenisnya. Konflik yang terjadi diantara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau bahkan menjadi konfrontasi.

          Apabila konflik yang terjadi di sekolah tidak terkelola dan bersifat destruktif, maka selain dapat mengganggu kesehatan dan kualitas kehidupan seseorang, juga dapat mengganggu terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah secara keseluruhan.

        Terkait dengan upaya mengelola konflik di sekolah, Daniel Robin (2004) dalam sebuah artikelnya menawarkan tujuh sikap yang diperlukan untuk mencairkan konflik.

1. Define what the conflict is about

Definisikan secara jelas konflik apa yang sedang berkembang. Tanyakan pada setiap orang “Ada issue apa?”, lalu tanyakan pula “Apa kepedulian Anda di sini? atau “Apa yang kamu rasakan dan manfaat dari pertengkaran ini”. Secara berkala tanyakan pula “Apa yang ingin Anda capai dan bagamana kita harus mengerjakannya?”

2. It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem

Memiliki keyakinan bahwa “Ini bukanlah pertentangan antara anda dengan saya, tetapi ini adalah saya bersama anda melawan masalah itu”. Masalah yang sebenarnya adalah masalah itu sendiri, yang harsus diselesaikan, bukan terletak pada orangnya. Adalah hal yang amat bodoh, jika Anda mencoba mengalahkan salah satu dari antara pihak yang berkonflik, karena suatu saat setelah mereka dikalahkan, meraka akan kembali melakukan pertempuran ulang (rematch) yang terus-menerus, yang mungkin dengan daya tembak yang lebih kuat. Jangan paksa orang untuk bertekuk lutut!

3. Identify your shared concerns against your one shared separation.

Lakukan identifikasi orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama dengan Anda dan orang–orang yang justru berseberangan dengan Anda. Jika dihadapkan pada suatu konflik, buatlah semacam kesepakatan dengan kelompok yang memiliki hubungan paling kuat (dimana Anda menyetujuinya), tidak dengan kelompok yang paling lemah. Ini akan lebih mudah dan juga lebih efektif, apabila Anda hendak mengalihkan hal-hal yang disetujui maupun tidak disetujui. Pahami sudut pandang mereka dan berikan penghargaan atas perbedaaan yang ada.

4. Sort out interpretations from facts.

Memilah interpretasi berdasarkan fakta. Jangan meminta suatu pendapat dari orang yang sedang berkonflik, karena hanya akan memperoleh pendapat dan penafsiran versi mereka. Tetapi sebaiknya ungkapkan “Apa yang telah kamu lakukan atau katakan?” pertanyaan semacam ini akan lebih menggiring pada fakta, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pemecahan konflik

5. Develop a sense of forgiveness.

Kembangkan rasa untuk memaafkan. Tidak mungkin terjadi rekonsiliasi tanpa belajar memaafkan kesalahan orang lain. Banyak orang melakukan perdamaian tetapi tidak bisa mengubur kejadian yang sudah-sudah sehingga pada hari kemudian memunculkan lagi pertengkaran. Oleh karena itu, setiap orang penting untuk dibelajarkan mau memaafkan orang lain secara tulus. Yang lalu biar berlalu, hari ini kenyataan dan esok hari adalah harapan!

6. Learn to listen actively

Belajar mendengar secara aktif. Putarlah paradigma dari ungkapan “ Ketika saya bicara, orang lain mendengarkan” menjadi “Ketika saya mendengarkan, orang lain berbicara kepada saya”. Mendengarkan dengan tujuan untuk memahami, bukan untuk menjawab Mulailah dengan berusaha memahami, kemudian menjadi dipahami. Setidaknya dengan cara ini, akan membantu melepaskan ego atau uneg-uneg yang bersangkutan (katarsis)

7. Purify your heart.

Terakhir, berusaha mensucikan hati. Hati yang bersih merupakan benteng utama dari berbagai serangan dari luar  dan juga akan pembimbing kita dalam setiap tindakan. Rasa benci, iri dan dengki yang bercokol di hati kerapkali menjadi pemicu terjadinya konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN