Sabtu, 28 Mei 2022

KERJA SAMA ANTAR NEGARA

 A. Kerja Sama Bidang Politik

1. Tujuan dan Prinsip Kerja Sama Bidang Politik

a.    Tujuan Kerja Sama Bidang Politik

Keadaan dunia yang makin lama makin maju dan keberhasilan pembangunan dalam negeri menyebabkan interaksi Indonesia dengan negara-negara lain di dunia makin meningkat. Hal ini ditandai dengan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara lain dalam berbagai bidang, termasuk bidang politik. Dalam menyelenggarakan kerja sama politik, Indonesia memiliki tujuan-tujuan yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 “…. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”.

Tujuan pokok kerja sama politik luar negeri itu merupakan pencerminan dari tujuan nasional Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu seperti berikut.

1). Mempertahankan kemerdekaan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2). Memajukan kesejahteraan umum.

3). Mencerdaskan kehidupan bangsa.

4). Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

b.    Prinsip Kerja Sama Bidang Politik

bangsa Indonesia memutuskan untuk tidak memihak kepada Blok Barat maupun Blok Timur sekaligus menentapkan  prinsip bebas aktif sebagai prinsip politik luar negerinya. Bebas diartikan bangsa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang ingin berseteru dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Aktif diartika Indonesia tidak tinggal diam saja, tetapi aktif berperan dalam hubungan iternasional dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia.

2. Lembaga-Lembaga Kerja Sama Antarnegara Bidang Politik

a.    ASEAN sebagai Lembaga Kerja Sama Politik Regional

Salah satu bentuk kerja sama negara-negara di kawasan Asia Tenggara adalah Association of South East Asian Nations (ASEAN). ASEAN merupakan forum kerjasama regional asia tenggara. Dasar perwujudan ASEAN adalah persamaan latar belakang budaya, persamaan senasib sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan bangsa-bangsa barat. Hal tersebut akhirnya menimbulkan perasaan setia kawan yang kuat di kalangan bangsa-bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara. Melalui forum kerjasama ini, negara-negara anggota ASEAN berkomitmen untuk saling menghormati terhadap kemerdekaan, wilayah kedaulatan negara, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional, serta melakukan penyelesaian pertengkaran dan persengketaan secara damai.Selain Indonesia, negara-negara lain yang berada di kawasan yang sama, di antaranya Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste.

b.    PBB sebagai Lembaga Kerja Sama Politik Dunia

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau biasa disingkat PBB merupakan lembaga internasional yang anggotanya hampir semua negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi hokum internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan sosial, hak asasi dan pencapaian perdamaian dunia. PBB didirikan di San Fransisco pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah konferensi Dumbarton Oaks. Indonesia resmi menjadi anggota PBB yang ke-60 setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi meja bundar.

3. Peran Indonesia dalam Kerja Sama Antarnegara Bidang Politik

a.    Pemrakarsa dan Penyelenggara Konferensi Asia Afrika

Negara-negara di asia dan afrika memiliki latar belakang sejarah yang sama, yaitu sebagai bangsa yang pernah terjajah. Untuk mewujudkan gagasan tersebut diselenggarakanlah Konferensi Asia Afrika (KAA). Pada tanggal 18-24 april 1955, konferensi asia afrika dilaksanakan di bandung. Dalam konferensi ini, Indonesia berperan sebagai pemrakarsa sekaligus penyelenggara. KAA pada tahun 1955 melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara di asia-afrika yang kemudian melahirkan dasasila bandung, yang isinya:

1.    Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asasasas yang termuat dalam Piagam PBB.

2.    Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.

3.    Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa besar maupun kecil.

4.    Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri negara lain.

5.    Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif yang sesuai dengan piagam PBB

6.    tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.

7.    Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekuasaan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.

8.    Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, ataupun lain-lain cara damai menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan yang sesuai dengan Piagam PBB.

9.    Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.

10.Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

b.    Pendiri Gerakan Non-Blok

Organisasi Gerakan Non-Blok muncul di tengah persaingan dua kekuatan besar dunia, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Persaingan kedua blok terjadi pada masa Perang Dingin. Agar negara-negara berkembang tidak terkena pengaruh Blok Barat maupun Blok Timur, didirikan organisasi Gerakan Non-Blok. Negara-negara anggota Gerakan Non-Blok adalah negara-negara yang tidak memihak pada Blok Barat maupun Blok Timur. Gerakan Non-Blok (GNB) didorong oleh semangat Dasasila Bandung. Gerakan ini diprakarsai oleh Ir. Soekarno (Indonesia), Joseph Bros Tito (Yugoslavia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Pandit Jawaharlal Nehru (India), dan Kwame Nkrumah (Ghana). Organisasi yang didirikan pada tanggal 1 September 1961 ini menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi I (KTT I) di beograd, Yugoslavia pada tanggal 1–6 September 1961.

c.     Pendiri ASEAN

Pada tanggal 5–8 Agustus 1967, lima menteri luar negeri negara-negara di kawasan Asia Tenggara menyelenggarakan pertemuan di Bangkok, Thailand. Mereka adalah Adam Malik (Indonesia), S. Rajaratnam (Singapura), Narcisco Ramos (Filipina), Tun Abdul Rajak (Malaysia), Thanat Khoman (Thailand). Dalam pertemuan ini, mereka menyepakati Deklarasi Bangkok yang salah satu isinya adalah membentuk sebuah organisasi kerja sama regional, yaitu ASEAN. Ikut sertanya Indonesia dalam penandatanganan Deklarasi Bangkok menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN.

d.    Aktif dalam Kegiatan PBB

Sebagai anggota PBB, Indonesia terlibat dalam usaha perdamaian dunia. Keterlibatan Indonesia dalam misi perdamaian PBB dilakukan dengan mengirim pasukan garuda ke negara-negara yang dilanda konflik. Pasukan Garuda adalah Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain.

e.    Anggota Organisasi Konferensi Islam

OKI (Organisasi Konferensi Islam) merupakan organisasi yang dibentuk oleh negara-negara Islam pada tanggal 25 September 1969, di Rabat, Maroko. Anggota OKI adalah negara yang secara konstitusional Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di dunia, Indonesia menjadianggota OKI pada tahun 1972. Indonesia memanfaatkan OKI sebagai forum untuk menciptakan perdamaian dunia. Dengan berlandaskan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia berusaha berperan sebagai pemersatu umat Islam sedunia dan berusaha ikut memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Keanggotaan Indonesia dalam OKI memberikan banyak kesempatan terciptanya jalinan kerja sama dengan negara lain.

Kamis, 19 Mei 2022

Ragam Hasil Belajar

a.        Ranah kognitif

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir  seperti kemampuan mengingat  dan kemampuan memecahkan masalah, seperti:

1)        Pengetahuan-pengetahuan mengingat dan kemampuan mengungkapkan kembali informasi yang sudah di pelajarainya dan bisa di terapkan di masyarakat,

2)        Pemahaman-kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek pembelajaran, pemahaman lebih tinggi dari pengetahuan karena pemahaman akan lebih di dahului oleh pengetahuan-kemampuan menjelaskan, menafsirkan, menangkap makna atau arti suatu konsep.

3)        Penerapan-kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur pada situasi tertentu, kemampuan penerapan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannya di bandingkan dengan pemahaman.- kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah di pelajari seperti teori, rumusan rumusan, dalil, hukum, konsep, ide dll

4)        Analisis-kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran ke dalam bagian bagian atau unsur unsur serta hubungan hubungan antara bagian bahan itu. – kemampuan nalar biasa di peruntukan bagi siswa tingkat atas.

5)        Sintesis-kebalikan dari analisis, kalau analisis mampu menguraikan maka sintesis kemampuan menyatukan unsur atau bagiakan bagian menjadi sesuatu yang utuh. Misal memberikan keputusan bahwa sesuatu yang di amati itu baik, buruk, indah, jelek, dll

 

b.   Ranah Afektif

Domain afektif adalah berkenaan dengan sikap, nilai nilai, dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang kelanjutan dari kognitif.

Menurut Krathwohl dan kawan-kawan (1964) dalam buku taxonomy of educational objectife domain afektif memiliki tingkatan yaitu:

1)        Penerimaan-sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala kondisi keadaan atau suatu masalah, kemudian mereka merelakan untuk menerima, bersedia untuk memperhatikan gejala atau kondisi yang diamatinya

2)        Merespon atau menanggapi - ditunjukan oleh kemauan untuk berfartisifasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dsb.

3)        Menghargai- kemampuan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau objek tertentu

4)        Mengorganisasi-berhubungan dengan organisasi. Pengembangan nilai ke dalam organisasi tertentu serta mengorganisasikan sistem nilai yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.

5)        Karakteristik nilai-mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam sehingga nilai nilai yang di bangunnya itu di jadikan pandangan falsafah hidup serta di jadikan pedoman dalam bertindak dan berprilaku.

 

c.    Ranah Psikomotor

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.

Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu:

Gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.

 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar harus mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian diperkirakan mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah akan meningkat 

Konsep Tentang Hasil Belajar

1.        Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sistem Pembelajaran adalah sebagai berikut

a.        Faktor Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung kepada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, taktik pembelajaran. Diyakini, setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar.

Menurut Dunkin (1974) “ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training experience, dan teacher properties”.

Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal  dari keluarga yang tergolong mampu atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.

Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidika guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.

Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.

b.        Faktor Siswa

Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan keseluruhan aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing – masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.

Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa menurut Dunkin disebut pupil formative experiences serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).

Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat social ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokan pada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang berkemampuan tinggi biasanya ditujunkkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuiakan gaya belajar.

 

c.    Faktor Sarana dan Prasarana

Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan saran dan prasaran. Pertama, kelengkapan sarana dan prasaran dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi mengajarnya; Kedua. Kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran; sedangkan tipe yang visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar.

 

d.        Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.

Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelopmpok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan;

1)        Sumber daya kelompokakan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.

2)        Kelompok belajar akan kurang mempu memanfaatkan  dan menggunakan semua sumber daya yang ada, misalnya, dalam peggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan banyak waktu pula, sehingga sumbang pikiran akan sulit didapatkan dari  setiap siswa.

3)        Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.

4)        Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah kedalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.

5)        Anggota kelompok yang terlalu banyak kecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama – sama maju mempelajari materi pembelajaran baru.

6)        Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok.

Memperhatikan beberapa kecenderungan di atas, maka jumlah anggota kelomopok yang banyak akan kurang menguntungkan dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang baik.

Faktor lain dari dimensi  lingkungan yang dapat  mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis. Maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim social ini dapat terjadi secara internal atau eksternal.

Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hungan sekolah dengan lembaga – lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.

Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerja sama antar guru, saling menghargai, dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar. Sebalinya manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga sekolah yang memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan  mendapat dukungan dari pihak lain.

Unsur Unsur yang Terlibat dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah

Untuk meningkatkan mutu sekolah yaitu dengan melibatkan lima faktor yang dominan:

a.          Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikan layanan yang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.

b.          Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat”, sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa.

c.          Guru; pelibatan guru secara maksimal, dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.

d.          Kurikulum; adanya kurikulum yang ajeg/tetap tetapi dinamis, dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan ) dapat dicapai secara maksimal.

e.          Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat) tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan/instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan

Untuk meningkatkan mutu pendidikan maka sekolah harus menghasilkan lulusan yang bermutu pula dan memiliki prestasi yang tinggi. Prestasi yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas tertentu. Maka faktor yang mempengaruhi prestasi sebagai berikut:

a.        Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, Adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

1)        Kecerdasan atau intelegensi.

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

2)        Bakat.

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan.

3)        Minat.

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang.

4)        Motivasi

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.

 

b.        Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.

1)        Keadaan Keluarga.

Pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.

  

2)        Keadaan Sekolah

Lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.

3)        Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan di mana anak itu berada

Konsep Mutu Pendidikan

Suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat  keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa ; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam ‘’ proses pendidikan “yang bermutu terlibat berbagai input, seperti ; bahan ajar (kognitif, efektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah serta dukungan administrasi dan sarana dan prasarana dan sumber daya lainnya yang kondusif.

Menurut Hari Sudradjat (2005 : 17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu  adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.

Agar mutu pendidikan yang baik dapat tercapai, maka mutu tersebut harus didukung oleh sekolah yang bermutu. Menurut Margono, (2002).  Sekolah yang bermutu adalah “sekolah yang secara keseluruhan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan (masyarakat)” Pendapat ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah, yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga hasilnya pun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih peluang dalam berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya.

Untuk meningkatkan mutu sekolah diperlukan dukungan kepemimpinan kepala sekolah dan manajemen sekolah yang efektif untuk mendukung kegiatan utama sekolah, yaitu proses belajar mengajar di kelas.  Kepala sekolah yang efektif ialah kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinan secara efektif.  Oleh karena itu efektivitas kepemimpinan kepala sekolah adalah membuka diri untuk adanya pengaruh guru dan pegawai terhadap persoalan penting sehingga produktivitas dan mutu kinerja sekolah akan bertambah baik jika semua unsur personil bekerja di bawah payung seorang pemimpin yang memenuhi harapan mereka.

Adapun yang dimaksud dengan sekolah efektif atau sekolah unggul (excellent school) adalah sekolah dalam lapangan manajemen sekolah, dengan karakteristik menurut Sallis (1979) yakni:

(1) guru memiliki kepemimpinan yang kuat dan kepala sekolah memberikan perhatian tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (2) guru memiliki kondisi pengharapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi murid, (3 ) atmosfer sekolah tidak kaku, sejuk tanpa tekanan, kondusif dalam seluruh proses pengajaran, berlangsung dalam suatu keadaan/iklim yang nyaman, (4) sekolah memiliki pengertian yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan efektif sekolah dengan energi dan sumber daya untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksimal, (5) sekolah efektif dalam menjamin kemajuan murid yang dimonitor secara periodik.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Peters dan Austin (dalam Sallis, 2006: 169) dinyatakan bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Menurutnya gaya kepemimpinan MBWA atau management by walking about (manajemen dengan melaksanakan) dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu. Keinginan untuk unggul tidak dapat dilakukan dari balik meja, melainkan pada pentingnya kehadiran pemimpin dan pemahaman atau pandangan mereka terhadap karyawan dan proses institusi. Gaya kepemimpinan ini mementingkan pada komunikasi visi dan nilai-nilai institusi kepada pihak-pihak lain, serta berbaur dengan para staf dan pelanggan.

Dengan demikian pengertian tentang mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah seperti siswa, guru, pembina atau pengelola sekolah, sarana prasarana dan proses belajar mengajar dan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah setempat/daerah serta masyarakat setempat/lingkungan sehingga menghasilkan sekolah dan lulusan yang berkualitas dan siap bersaing di pasar global

Bagaimana Memilih Media Pembelajaran

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa. Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak

Dalam menentukan media pembelajaran yang akan dipakai dalam proses belajar mengajar, pertama-tama seorang guru harus mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan karakteristik media yang akan dipilihnya. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan, maka pemilihan media dapat dilakukan berdasarkan:

a.       Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan yang ingin dicapai ?

b.      Apakah ada sumber informasi, katalog mengenai media yang bersangkutan?

c.       Apakah perlu dibentuk tim untuk memonitor yang terdiri dari para calon pemakai? (Sadiman, 1986)

 

Dalam pemilihan media, salah satu cara yang dapat digunakan untuk memilih yaitu dengan menggunakan matriks seperti pada Tabel berikut.

Tabel 2.5 Matriks Pemilihan Media Pembelajaran

Tujuan belajar

 

Media

Info faktual

Pengenalan visual

Prinsip konsep

Prosedur

Keterampilan

Sikap

Visual diam

Sedang

Tinggi

Sedang

Sedang

Rendah

Rendah

Film

Sedang

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sedang

Sedang

Televisi

Sedang

Sedang

Tinggi

Sedang

Sedang

Sedang

Objek 3 dimensi

Rendah

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rekaman audio

Sedang

Rendah

Rendah

Sedang

Rendah

Sedang

Pelaj. Terprogrma

Sedang

Sedang

Sedang

Tinggi

Rendah

Sedang

Demonstrasi

Sedang

Sedang

Rendah

Tinggi

Sedang

Sedang

Buku tercetak

Sedang

Rendah

Sedang

Rendah

Rendah

Sedang

Sajian lisan

Sedang

Rendah

Sedang

rendah

Rendah

Sedang

 

Selain dari itu, dapat dikemukakan pula bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan media antara lain adalah : (1) tujuan instruksional yang ingin dicapai, (2) karakteristik siswa, (3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio atau visual), keadaan latar atau lingkungan, dan gerak atau diam, (4) keterssediaan sumber setempat, (5) apakah media siap pakai, ataukah media rancang, (6) kepraktisan dan ketahanan media, (7) efektifitas biaya dalam jangka waktu panjang.

Selamat Datang di Website Imas Siti Nurjanah " Pendidikan, Kepramukaan, Materi SMP/MTS, Perangkat Pembelajaran" Kunjungi Youtube kami di Https://bit.ly/YT-ImasSN